Pengamat: Kartel Bukan Jadi Penyebab Garam Langka

Pengamat menilai Indonesia seharusnya sudah bisa mengantisipasi kelangkaan stok komoditas pangan seperti garam sejak 10 tahun lalu.

oleh Septian Deny diperbarui 07 Agu 2017, 10:10 WIB
Diterbitkan 07 Agu 2017, 10:10 WIB
Petani Garam Jeneponto Batal Rasakan 'Bulan Madu'
Harga garam yang tinggi semanis bulan madu justru tak bisa dirasakan sama sekali oleh petani garam di Jeneponto. (Liputan6.com/Ahmad Yusran)

Liputan6.com, Jakarta - Kelangkaan garam yang terjadi belakangan ini dinilai bukan lantaran ada praktik kartel pada komoditas tersebut. Kelangkaan ini terjadi lantaran produksi garam lokal tidak mampu memenuhi kebutuhan di dalam negeri yang terus meningkat.

Pengamat dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Hermanto Siregar mengatakan garam bukan komoditas pangan strategis yang biasa dijadikan oleh bahan praktik kartel.

Jika pun ada praktik kartel, namun produksi di dalam negeri berlimpah dan mencukupi, maka praktik-praktik seperti itu tidak akan berjalan efektif untuk mencari keuntungan.

"Jadi mau dia mafia atau dia kartel ya, kalau pun ada, kalau memang produksi kita banyak dan mencukupi mana efektif dia melakukan kartel. Kartel atau mafia itu efektif untuk beroperasi jadi sekali untung berlipat ganda itu, kalau memang ada keterbatasan produksi. Kalau barangnya banyak, petani garam kita itu efektif untuk menghasilkan garam banyak, tidak akan ada yang mau kartel," ujar dia di Jakarta, Senin (7/8/2017).

Selain itu, lanjut Hermanto, seharusnya Indonesia sudah bisa mengantisipasi kelangkaan stok komoditas pangan seperti garam. Hal tersebut sudah bisa dilihat sejak 10 tahun atau 20 tahun silam, dengan melihat data perkembangan penduduk.

"Kita mestinya dari sejak 10 atau 20 tahun yang lalu sudah bisa mengantisipasi. Dilihat dari perkembangan penduduk, sehingga bisa dihitung berapa kebutuhannya dari tahun ke tahun," lanjut dia.

Dia menjelaskan, selama beberapa tahun ini kapasitas produksi garam nasional hampir tidak ada penambahan yang siginifikan. Itu menjadi indikasi jika pemerintah terutama Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) harus melakukan pembinaan terhadap petani garam untuk mengangkat hasil produksi garam lokal.

"Dari situ saja sebetulnya sudah merupakan indikasi, mestinya dilakukan pembinaan petani garam ya oleh kementerian yang langsung terkait, Kementerian Kelautan dan Perikanan, karena turunannya ada di situ," ungkap dia.

Hermanto juga mengatakan program Pengembangan Usaha Garam Rakyat (Pugar) hingga saat ini belum efektif. Menurut dia, Pugar baru seperti wacana proyek saja, bukan sesuatu yang betul-betul disiapkan seperti keseriusan pemerintah dalam membangun infrastruktur.

"Saya kira belum efektif ya, baru seperti proyek saja. Bukan sesuatu yang istilahnya betul-betul disiapkan seperti halnya pemerintah sekarang serius bangun infrastruktur," kata Hermanto.

Hermanto menyatakan, solusi terbaik yang harus dilakukan pemerintah yaitu meningkatkan basis produksi garam dan membina petani garam agar mampu bertani dengan baik. Selain itu dukungan teknologi juga menjadi hal yang penting.

"Jadi solusi yang emang harus dilakukan itu tingkatkan basis produksi itu, bina petani garam itu. Jangan malah dia jadi terkonversi ya, ladang garamnya itu malah menyusut dan dipakai untuk yang lain-lain," kata dia.

 

Saksikan Video Menarik di Bawah Ini:

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya