Liputan6.com, Jakarta - Para pekerja informal akan mendapatkan bantuan uang muka atau down payment (DP) sebesar 30 persen untuk pembelian rumah dari pemerintah. Bantuan tersebut masuk dalam program Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT) yang digagas oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Direktur Pola Pembiayaan Perumahan Direktorat Jenderal Pembiayaan Perumahan Kementerian PUPR Didik Sunardi mengatakan, ada sejumlah yang harus dipenuhi para pekerja informal untuk mendapatkan bantuan ini. Misalnya, pekerja tersebut harus memiliki tabungan minimal 5 persen dari harga rumah yang akan dikredit.
"Syarat dia punya tabungan 5 persen dari harga rumah. Kemudian dia belum punya rumah, belum pernah mendapatkan subsidi perumahan, punya NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak)," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Rabu (30/8/2017).
Advertisement
Baca Juga
Menurut Didik, bidang usaha pekerja informal penerima bantuan ini tidak dibatasi. Selain itu, yang dihitung juga besaran pendapatan rata-rata yang dihasilkan dalam satu keluarga, bukan per individu.
"Jenis usaha tidak dibatasi apapun, yang penting dia penghasilannya tidak tetap, misalnya warung, pedagang. Batasan pendapatan tiap daerah berbeda-beda. Jadi dasarnya ada UMP, nanti kita olah sedemikian rupa. Itu penghasilan keluarga, bukan perorangan, suami istri bekerja itu digabung. Misalnya suami jualan bakso, istri jual sayuran, itu digabung," jelas dia.
Melalui bantuan ini, lanjut Didik, diharapkan para pekerja informal bisa mendapatkan kemudahan dalam memiliki rumah. Sebab selama ini pekerja di sektor ini sulit untuk mengakses kredit pemilikan rumah (KPR) perbankan.
"(Pekerja informal) Biasanya tidak bankable, karena penghasilannya tidak tetap, kadang-kadang berpenghasilan, kadang-kadang tidak. Perbankan itu umumnya ingin yang penghasilannya tetap. Nah yang tidak ini kan aksesnya ke perbankan jadi padat," tandas dia.
Tonton Video Menarik Berikut Ini:
Kata pedagang
Para pedagang pasar mengharapkan adanya kemudahan akses pembiayaan perumahan. Lantaran selama ini mereka tidak dianggap layak secara bank (bankable).
Ketua Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) Abdullah Mansuri mengatakan, selama ini pedagang pasar sulit mengakses pembiayaan rumah.
Dia mengatakan, sebenarnya pedagang pasar memiliki pendapatan cukup. Namun, itu tidak bisa dibuktikan karena tidak memiliki slip gaji. Dia menuturkan, pembuktian akan pendapatan ini juga menjadi penghalang untuk mendapat akses permodalan.
"Memang untuk pedagang pasar, untuk pembelian rumah, kredit usaha rakyat (KUR) agak kesulitan karena kita tidak dianggap bankable. Padahal, sesungguhnya penghasilan kita itu lebih banyak daripada yang penghasilan tetap. Tapi karena tidak bisa dibuktikan persyaratan bank yang cukup rumit ini menjadi masalah, menjadi penyebab utama pedagang mengalami kesulitan," kata dia kepada Liputan6.com.
Abdullah menuturkan, pedagang pasar memiliki berbagai kriteria, dari pedagang kecil dengan lapak di pinggir jalan hingga yang besar dan memiliki ruko. Rata-rata, pedagang kecil memiliki pendapatan Rp 50 ribu-75 ribu per hari dan pedagang pasar Rp 1 juta per hari.
Lebih lanjut, bukan hanya dari sisi pedagang pasar, sulitnya akses pembiayaan perumahan disebabkan oleh kerumitan dari sistem bank itu sendiri.
Pedagang pasar belum masuk kriteria pengusaha lantaran kebanyakan masih konvensional atau tradisional. Artinya, masih banyak pedagang yang belum memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP) ataupun izin usaha.
"Ini yang harusnya jadi tantangan bersama mempermudah akses pembuatan izin usaha, pembuatan NPWP pedagang tradisional. Dalam rangka mempermudah proses bankable," ujar dia.
Advertisement