Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan, hingga Juli 2017, total utang pemerintah mencapai Rp 3.780 triliun. Dari angka tersebut, mayoritas utang berasal dari masyarakat Indonesia sendiri.
Dia mengungkapkan, dari Rp 3.780 triliun, sekitar 62 persen berasal dari masyarakat melalui berbagai instrumen seperti surat utang negara. ‎"Kita meminjam kepada masyarakat Indonesia sendiri (porsinya) 62 persen, yang uangnya dikelola bank, melalui reksa dana, surat utang," ujar dia di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (4/8/2017).
Menurut Sri Mulyani, hal ini membuktikan jika masyarakat Indonesia memiliki daya beli dan investasi yang tinggi, untuk membeli surat utang negara. Oleh sebab itu, tidak perlu ada kekhawatiran akan utang pemerintah tersebut.
Advertisement
Baca Juga
"Mereka punya tabungan dan ingin investasi dalam surat utang negara, jadi bukan transaksi merugikan. Masyarakat punya daya investasi untuk beli surat utang negara," kata dia.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, dari Rp 3.780 triliun utang pemerintah, yang berasal pinjaman luar negeri sebesar 19,3 persen. Sedangkan mayoritas berasal dari surat berharga negara (SBN) rupiah 58,4 persen, SBN valas sebesar 22,2 persen dan pinjaman dalam negeri 0,1 persen.
Utang untuk infrastruktur
Sri Mulyani Indrawati menyatakan, utang merupakan konsekuensi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang defisit. Pemerintah menjalankan kebijakan fiskal ekspansif untuk kegiatan produktif, salah satunya mengatasi ketertinggalan melalui pembangunan infrastruktur.
Dalam Rancangan APBN 2018, pemerintah menargetkan pendapatan negara Rp 1.878,4 triliun dan belanja negara Rp 2.204,4 triliun. Itu artinya, ada defisit Rp 325,9 triliun atau 2,19 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Belanja negara, di antaranya untuk mendukung pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan dan dukungan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) sebesar Rp 292,8 triliun.
Anggaran infrastruktur Rp 409 triliun, anggaran kredit usaha ultra mikro Rp 2,5 triliun, subsidi bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR) Rp 12 triliun, anggaran pendidikan Rp 440,9 triliun, anggaran kesehatan Rp 110,2 triliun, dan lainnya.
"Pemerintah mengambil pilihan kebijakan ekspansif (counter cyclical) agar momentum pembangunan manusia dan pertumbuhan yang makin berkualitas karena investasi sumber daya manusia tidak dapat ditunda, ketertinggalan pembangunan infrastruktur menjadi sumber masalah dalam upaya pengurangan kemiskinan dan kesenjangan,"Â jelas Sri Mulyani.
Advertisement