Tanggapi Masalah Tere Liye, Ditjen Pajak akan Kumpulkan Penulis

Tere Liye memutuskan untuk tidak lagi menerbitkan buku di sejumlah penerbit karena tarif pajak yang tinggi.

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 12 Sep 2017, 10:32 WIB
Diterbitkan 12 Sep 2017, 10:32 WIB
Pajak
Ilustrasi Foto Pajak (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akhirnya merilis undangan terbuka kepada penulis dan pekerja seni melalui akun Instagram. Undangan muncul usai mencuat masalah keberatan sistem perpajakan yang diungkapkan oleh penulis Indonesia Tere Liye.

Dikutip Liputan6.com, Selasa (12/9/2017), DJP akan mengumpulkan para penulis dan pekerja seni, besok, Rabu, 13 September 2017 bertempat di Auditorium Cakti Buddhi Bakti, Gedung Mar'ie Muhammad, Kantor Pusat DJP Jalan Gatot Subroto Kav 40-42 Jakarta Selatan.

Acara dialog perpajakan bertajuk "Perlakuan Pajak bagi Penulis dan Pekerja Seni Lainnya" ini akan berlangsung pada pukul 18.30 WIB. Acara tersebut rencananya akan menghadirkan langsung Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Kepala Badan Ekonomi Krearif (Bekraf) Triawan Munaf.

Dalam undangan terbuka tersebut tertulis, para penulis atau pekerja seni lainnya diharapkan hardir 15 menit sebelum acara dimulai. Lalu, undangan berlaku hanya untuk satu orang.

Sebelumnya, penulis buku Tere Liye keberatan dengan sistem perpajakan di Indonesia. Tere Liye memutuskan untuk tidak lagi menerbitkan buku di sejumlah penerbit karena tarif pajak yang tinggi.

Menanggapi hal ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani bercerita panjang lebar di akun media sosial Facebook miliknya. Sri Mulyani juga menyayangkan sikap yang diambil oleh Tere Liye.

Sri Mulyani menjelaskan, selama ini buku adalah sahabat sejatinya. Hampir setiap hari mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini membaca buku. Bisa dikatakan, waktunya tak lengkap tanpa membaca buku.

"Oleh karena itu, saya terhenyak ketika membaca berita bahwa seorang Tere Liye akan berhenti menerbitkan buku karena masalah perpajakan," tutur Sri Mulyani.

 

 

Keadilan


Sri Mulyani menegaskan, kebijakan pajak yang baik adalah kebijakan yang menjalankan prinsip keadilan dan persamaan perlakuan antara wajib pajak (equity), kepastian bagi wajib pajak, tidak kompleks bagi WP untuk membayar dan memenuhi aturannya, netral (tidak menimbulkan disinsentif dan distorsi pelaku), keamanan informasi terjamin, dan lainnya.

"Pemerintah terus berupaya agar kebijakan pajak dapat memenuhi berbagai harapan masyarakat dan pelaku ekonomi," tuturnya.

Sri Mulyani menanggapi keinginan Tere Liye untuk memperhitungkan upaya jerih payah dan biaya yang dikeluarkan selama proses penulisan.

Kementerian Keuangan dan DJP, ujar Sri Mulyani, telah mengakomodasi dengan kebijakan bahwa biaya tersebut dapat dikurangkan melalui penggunaan norma. Norma adalah suatu kemudahan yang diberikan kepada Wajib Pajak yang tidak menyelenggarakan pembukuan.

"Keluhan Tere Liye bahwa ada biaya dalam pembuatan sebuah buku, sudah tercermin melalui tersedianya mekanisme norma penghitungan bagi penulis," tuturnya.

"Tere Liye memahami kebijakan ini karena dia adalah penulis yang sangat paham mengenai seluk-beluk perpajakan. Bangga saya punya teman alumni FEUI yang tidak hanya pintar substansi ekonomi dan perpajakan, tetapi juga piawai serta indah dalam menulis cerita," ujar Sri Mulyani.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya