Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati mengapresiasi kinerja Kementerian dan Lembaga maupun pemerintah daerah (pemda) yang telah meraih status Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) pada laporan keuangannya selama lima tahun berturut-turut. Namun bukan berarti WTP, bebas dari praktik korupsi atau penyelewengan.
"WTP tidak berarti tidak ada korupsi. Korupsinya bisa terjadi dengan modus macam-macam. Yang paling memalukan kalau sampai kena Operasi Tangkap Tangan (OTT). WTP tapi OTT, ironis sekali karena seharusnya WTP tidak ada OTT," tegas Sri Mulyani di acara Rakernas Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah di Gedung Kemenkeu, Jakarta, Kamis (14/9/2017).
Advertisement
Baca Juga
Kementerian dan Lembaga maupun Pemda, diminta Sri Mulyani untuk tetap waspada dalam mengelola keuangan di masing-masing institusi.
"Ada yang korupsi sifatnya konflik kepentingan sampai yang betul-betul merampok uang negara. Kalau konflik kepentingan itu, pekerjaan masih jalan tapi dititipkan misi-misi. Itu indikasi awal dari korupsi sampai kepada yang minta setor di tempat lain. Ini yang perlu diwaspadai," jelasnya.
‎Oleh karena itu, Sri Mulyani berharap kepada Kementerian/Lembaga dan Pemda setelah memperoleh WTP, seluruh jajaran harus menunjukkan kepemimpinan di masing-masing unit agar memiliki komitmen terhadap pengelolaan keuangan negara secara akuntabel, efisien, tetap bersih, tata kelola yang baik, serta memerangi korupsi.
‎"Kita perlu meningkatkan tidak hanya dari kualitas laporan keuangan, tapi juga perencanaan pelaksanaan dari penggunaan anggaran dan dari sisi akuntabilitas," pungkasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Â
Sejahterakan PNS
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati akan merombak skema pensiun pegawai negeri sipil (PNS) pada tahun depan. Tujuannya selain menyejahterakan PNS pada masa purnabakti, juga menghindari praktik korupsi atau penyelewengan untuk memperkaya diri.
"Ada pejabat yang tinggal beberapa bulan pensiun kena operasi tangkap tangan (OTT). Apakah ini sangu (uang) pensiun atau apa? Saya tidak tahu,"Â kata dia kemarin.
Sri Mulyani berpendapat, semakin tinggi golongan PNS, maka semakin khawatir mengenai masa pensiunnya. Menurutnya, banyak aparatur sipil negara (ASN) yang mendapat gaji dan tunjangan kinerja cukup besar. Namun, ketika pensiun, yang diperoleh hanya gaji pokok.
"Jadi di masa sebelum pensiun dia belum memiliki saving dan berapa persentase dari gaji pokoknya yang tidak berperikemanusiaan yang adil dan beradab. Ini akan berdampak sistemik, tidak mudah, sangat sensitif dan berimplikasi jangka panjang ke depan," ia menerangkan.
"Ini yang menciptakan suatu distorsi sistemik keuangan, ada pejabat yang beberapa bulan pensiun kena OTT KPK. Tidak tahu kenapa," tambah Sri Mulyani.
Oleh karenanya, Sri Mulyani meminta reformasi sistem pensiun dengan belajar pada pengalaman di negara lain mengenai desain, bentuk kontribusi antara pekerja dan pemberi kerja.
"Reformasi ini masih dikaji terus, dan meminta kepada tim untuk belajar dari negara lain. Bisa juga belajar dari negara yang berhasil dan gagal sehingga kita bisa mendesain reformasi sistem pensiun lebih baik," jelas mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu.
Advertisement