Pembelian Alutsista RI Lewat Utang, Apa Saja?

Pemerintah berencana menarik pembiayaan utang sebesar Rp 399,2 triliun pada tahun depan.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 25 Sep 2017, 16:30 WIB
Diterbitkan 25 Sep 2017, 16:30 WIB
5-alutsista-131003d.jpg
Tank Scorpion yang merupakan salah satu alat tempur andalan TNI AD ikut mejeng di lapangan Silang Monas, Jakarta (Liputan6.com/ Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan menggunakan pinjaman atau utang luar negeri sebesar Rp 11,7 triliun sebagai sumber dana pembelian alat utama sistem senjata (alutsista) oleh Kementerian Pertahanan (Kemenhan). Anggaran pembelian alat tempur ini masuk dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2018.

Alutsista yang akan didanai dari pinjaman luar negeri sebesar Rp 11,7 triliun, antara lain untuk pengadaan kapal perang Perusak Kawal Rudal (PKR) dan helikopter ASW (Anti Submarine Warfare).

Kemudian korvet, kapal selam, roket, pesawat multipurpose amphibious, rantis khusus armed AVRMD dan AVFCU, radar GCI, dan kapal mine countermeasure.

Ini diungkapkan Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu, Suahasil Nazara, saat membahas defisit dan pembiayaan RAPBN 2018 dengan Banggar DPR di Rapat Panitia Kerja (Panja) A, Jakarta, Senin (25/9/2017).

Suahasil mengungkapkan, pemerintah berencana menarik pembiayaan utang sebesar Rp 399,2 triliun pada tahun depan. Sumbernya berasal dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 414,7 triliun dan pinjaman (netto) sebesar negatif Rp 15,5 triliun.

"Di RAPBN 2018, pinjaman (netto) sebesar negatif Rp 15,5 triliun. Itu artinya, kita lebih banyak membayar (pokok pinjaman) daripada mengambil pinjaman baru," ucap Suahasil.

Pinjaman negatif Rp 15,5 triliun di 2018, terdiri dari pinjaman dalam negeri (netto) sebesar Rp 3,1 triliun dan pinjaman luar negeri sebesar negatif Rp 18,6 triliun.

Jumlah untuk pinjaman luar negeri negatif Rp 18,6 triliun. Ini artinya penarikan pinjaman luar negeri sebesar Rp 51,5 triliun, sementara pembayaran cicilan pokok utang Rp 70,1 triliun.

Untuk penarikan pinjaman Rp 51,5 triliun, terdiri dari pinjaman tunai Rp 13,5 triliun dan pinjaman kegiatan proyek Rp 38 triliun.

Adapun 5 Kementerian/Lembaga pengguna pinjaman luar negeri terbesar, diakui Suahasil, yaitu Kementerian Pertahanan dan Keamanan (Kemenhan) sebesar Rp 11,7 triliun, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sebesar Rp 6,4 triliun, Polri sebesar Rp 3,3 triliun, Kementerian Perhubungan Rp 2,4 triliun, dan Kementerian Ristek Dikti sebesar Rp 1,5 triliun.

"Paling banyak pengguna pinjaman luar negeri adalah Kemenhan sebesar Rp 11,7 triliun untuk pembiayaan alutsista," tutur dia.

Tonton Video Pilihan Berikut Ini:

Pengguna Dana Pinjaman Terbesar Lainnya

Selain Kementerian Pertahanan, pengguna dana pinjaman terbesar, yakni Kementerian PUPR. Rencananya dengan anggaran sebesar Rp 6,4 triliun, PUPR akan membangun infrastruktur dasar, antara lain bendungan, irigasi, jalan, dan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

Selanjutnya, Polri yang menggunakan pinjaman luar negeri sebesar Rp 3,3 triliun untuk pembelian Alat Meterial Khusus (Alumatsus), yakni helikopter, labfor Mabes Polri, peralatan Serse, Siskom di Indonesia bagian timur di Papua, Papua Barat, Maluku, dan Maluku Utara.

Kementerian Perhubungan (Kemenhub) sebesar Rp 2,4 triliun untuk pembangunan infrastruktur perhubungan, seperti Pelabuhan Belawan, Pelabuhan Patimban, dan MRT Jakarta.

Serta Kemenristekdikti dengan penggunaan pinjaman luar negeri sebesar Rp 1,5 triliun, antara lain untuk gedung perkuliahan, perpustakaan, dan laboratorium pada 9 universitas, teaching hospital UNHAS,  

"Sebanyak lima kementerian/lembaga ini sudah menyerap pinjaman kurang lebih 90 persen dari pinjaman," kata Suahasil.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya