Liputan6.com, Jakarta - PT PLN (Persero) menyatakan, program kelistrikan 35 ribu Mega Watt (MW) ‎tetap berjalan, meski ada kekhawatiran gagal bayar utang yang berisiko pada keuangan negara.
Direktur Utama PLN Sofyan Basyir mengatakan, belum ada perubahan mengenai program kelistrikan 35 ribu MW. PLN akan tetap membanun pembangkit dengan kapasitas total 10 ribu MW, bagian dari program tersebut.
"Enggak ada revisi, tetap‎ jalan saja," kata Sofyan, di Jakarta, Kamis (29/9/2017).
Advertisement
Sofyan melanjutkan, pembangunan transmisi yang menjadi tulang punggung penyaluran listrik dari pembangkit ke konsumen juga tidak mengalami perubahan. Dalam program tersebut, PLN menargetkan pembangunan transmisi sepanjang 46 ribu Kilometer sirkit (kms).
Baca Juga
"Transmisi‎ harus. Kalau transmisi enggak jadi nanti yang nyalurin listrik siapa? Pakaitangan dan kesetrum," ujar Sofyan berkelakar.
Sofyan menuturkan, untuk total kapasitas pembangkit yang beroperasi tidak akan diubah‎, tetapi kemungkinan pengoperasian pembangkit akan ada yang mengalami pergeseran waktu. Hal ini untuk menyesuaikan pertumbuhan kebutuhan listrik.
"Boleh mundur, yang gas (pembangkit energi gas) kita tunda enggak apa. Pertumbuhan ekonomi belum maksimum. Kalau memang sekarang sudah cukup berlebihan jangan dulu nanti saja kalau pertumbuhan ekonominya naik lagi," ujar dia.
Terkait kekampuan PLN dalam membayar utangnya, Sofyan menegaskan, saat ini keuangan PLN masih baik. ‎Tidak ada yang perlu dipermasalahkan dengan utang PLN. Utang yang telah jatuh tempo telah dibayar sesuai waktunya. Hal ini menunjukan kemampuan PLN dalam melunasi utangnya.
"Jadi itu enggak ada masalah di bank kita setiap saat melakukan itu sama debitur kita," tutur Sofyan.
Sofyan mengatakan, saat ini PLN juga memiliki ketersediaan dana pinjaman sebesar Rp 31 triliun dan tidak perlu ada kekhawatiran atas langkah PLN dalam mencari dana dengan berutang. Lantaran saat ini aset PLN cukup besar dan perusahaannya memiliki tagihan subsidi listrik ke pemerintah mencapai Rp 12 triliun untuk saat ini.
"Sebenarnya tidak ada sesuatu yang perlu dikhawatirkan, orang kaya PLN itu," ujar dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Â
Sri Mulyani Ingatkan 2 Menteri
Menteri Keuangan Sri Mulyani melayangkan surat ke Menteri ‎Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan. Surat tersebut berisi kekhawatiran tentang kegagalan PT PLN (Persero) ‎membayar utang yang berisiko pada keuangan negara.
Seperti yang dikutip dari surat Menteri Keuangan bernomor‎ S-781/MK.08/2017, soal Perkembangan Risiko Keuangan Negara atas Penugasan Infrastruktur Ketenagalistrikan, Rabu (28/9/2017), Sri Mulyani menyampaikan lima poin penting yang harus diperhatikan Menteri Rini dan Menteri Jonan.
Pertama mengenai kinerja PLN ditinjau dari sisi keuangan terus mengalami penurunan, seiring dengan semakin besarnya kewajiban korporasi untuk memenuhi pembayaran pokok dan bunga pinjaman yang‎ tidak didukung dengan pertumbuhan kas bersih operasi.
Hal ini menyebabkan dalam tiga tahun terakhir Kementerian Keuangan harus mengajukan permintaan walver pada lender PLN, sebagai dampak terlanggarnya kewajiban pemenuhan covenant PLN dalam perjanjian pinjaman, untuk menghindari cross default atas pinjaman PLN yang mendapatkan jaminan pemerintah.
Kedua, terbatasnya internal fund PLN untuk melakukan investasi, dalam melaksanakan penugasan pemerintah berdampak pada ketergantungan PLN dari pinjaman, baik melalui pinjaman kredit investasi perbankan, penerbitan obligasi, maupun pinjaman dari lembaga keuangan Internasional.
Ketiga, berdasarkan profil jatuh tempo pinjaman PLN, kewajiban pembayaran pokok dan bunga pinjaman PLN diproyeksikan akan terus meningkat dalam beberapa tahun mendatang.
Sementara itu, pertumbuhan penjualan listrik tidak sesuai dengan target, adanya kewajiban pemerintah untuk meniadakan kenaikan tarif tenaga listrik (TTL) dapat berpotensi meningkatkan risiko gagal bayar PLN.
Keempat, Sri Mulyani mengungkapkan, dengan mempertimbangkan bahwa sumber penerimaan utama PLN berasal dari TTL yang dibayarkan oleh pelangan dan subsidi listrik dari pemerintah, kebijakan peniadaan kenaikan TTL perlu didukung dengan adanya regulasi yang mendorong penurunan harga biaya produksi listrik.
"Selain itu, kami mengharapkan saudara dapat mendorong PLN untk melakukan efisiensi biaya operasi, terutama energi primer guna mengantisipasi peningkatan risiko gagal bayar di tahun-tahun mendatang," lanjut Sri Mulyani dalam poin keempat surat tersebut.
Kelima, terkait dengan penugasan program 35 GW, Sri Mulyani berpendapat perlu dilakukan penyesuaian terkait target investasi PLN dengan mempertimbangkan ketidakmampuan PLN dalam memenuhi pendanaan investasi cashflow operasi, tingginya outlook debt maturity profile, serta kebijakan pemerintah terkait tarif, subsidi listrik, dan Penyertaan Modal Negara (PMN).
"Hal ini diperlukan untuk menjaga sustainabilitas fiskal APBN dan kondisi keuangan PLN yang merupakan sumber risiko fiskal pemerintah," tutup Sri Mulyani.
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana, belum bisa memberikan banyak komentar mengenai hal tersebut. Dadan mengaku akan memeriksa ke direktorat terkait. "Nanti saya cek ya, seharusnya sudah," jelas dia.
Advertisement