Liputan6.com, Jakarta - Makroekonomi Indonesia tercatat dalam kondisi yang relatif stabil. Namun, mengapa pertumbuhan ekonomi nasional melambat dalam beberapa tahun terakhir?
Pengamat ekonomi, Faisal Basri, mengatakan, saat ini inflasi Indonesia berada di bawah 4 persen, terendah sejak krisis 1998. Suku bunga juga berangsur turun walaupun belum serendah yang diinginkan pemerintah.
Nilai tukar rupiah stabil dengan volatilitas terendah di Asia Tenggara bersama dengan ringgit Malaysia. Dan cadangan devisa meningkat hingga mencapai aras tertinggi sepanjang sejarah.
Advertisement
"Laju inflasi turun hingga di bawah 4 persen akibat pemerintah kendalikan harga pangan dan BBM. Setahun terakhir nilai tukar rupiah stabil," ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (10/10/2017).
Baca Juga
Lanjut dia, pasar saham terus menunjukkan kenaikan indeks, di mana sudah 19 kali mencetak rekor baru sejak pertengahan Maret 2017.
Yang tak kalah penting nilai ekspor tumbuh dua digit, setelah lima tahun berturut-turut selalu merosot serta arus masuk penanaman modal asing yang cenderung meningkat.
Namun, menurut Faisal, dengan kondisi makro ekonomi seperti ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia beberapa tahun terakhir hanya mampu tumbuh tak jauh dari angka 5 persen‎.
Padahal, pada era 1960-an ekonomi Indonesia pernah mencatatkan pertumbuhan 12 persen dan juga pernah mencapai titik terendah, yaitu -13,1 persen saat krisis 1998.
"Dari rata-rata double digit, menjadi rata-rata 8 persen, lalu 7 persen, 6 persen dan akhirnya dalam empat tahun terakhir menjadi 5 persen," kata dia.
Meski demikian, bukan tidak mungkin pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa tumbuh lebih tinggi lagi. Syaratnya harus ada suntikan energi baru dengan kesiapan Indonesia memasuki era Industry 4.0, pengembangan digital economy dan melakukan reorientasi kebijakan.
"(Untuk) Menjadi juara, asupan harus bermutu, kerja keras, disiplin, rajin latihan, dan bertanding," tandas dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini: