Kata Dirjen Perdagangan Luar Negeri soal Pajak E-Commerce

Dirjen Perdagangan Luar Negeri Oke Nurwan menuturkan, hal yang perlu menjadi transaksi barang tak berwujud seperti jual beli desain.

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 13 Okt 2017, 20:58 WIB
Diterbitkan 13 Okt 2017, 20:58 WIB
5 Situs e-Commerce Terbaik di Indonesia
Ilustrasi belanja online.

Liputan6.com, Jakarta - Perpajakan perdagangan online atau e-commerce tengah hangat diperbincangkan belakangan ini. Rencananya, pemerintah mengeluarkan aturan pajak e-commerce dalam waktu dekat.

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Oke Nurwan tak mempermasalahkan hal tersebut. Dia menilai, e-commerce hanya perubahan model transaksi dari offline menjadi online. Dia mengatakan, arus keuangan dan arus barang tak ada perbedaan.

"Pada dasarnya e-commerce terjadi transaksi saja, begitu arus keuangan dan arus barang toh masih sama. Dan pelakunya adalah selama itu kalau koridor domestik terjadinya, pelakunya ada kewajiban yang harus dipenuhi baik itu pelaporan keuangan sehingga itu tidak ada masalah," jelas dia di Hotel Sari Pan Pasific Jakarta, Jumat (13/10/2017).

Begitu juga dengan perdagangan lintas negara. Oke mengatakan, hal itu bukan menjadi masalah lantaran arus keuangan dan barang bisa ditelusuri.

"Cross border komunikasinya, barangnya dikirim toh lewat Bea Cukai pelabuhan, tetap dong, bea masuk ya dilihat di situ," ujar dia.

Namun, menurut dia, yang perlu menjadi perhatian ialah transaksi komoditas atau barang tak berwujud (intangible).

"Kaya apa desain, jual beli desain, dikirim desainnya. Tapi selama itu flow of goods barang yang bergerak tetap kita bisa deteksi, apanya, pajaknya bisa, kan sama, enggak ada masalah. Hanya mekanisme atau jenis transaksi dan jenis komunikasinya berbeda," ujar dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

Aturan Pajak E-Commerce Bakal Segera Keluar

Pemerintah segera mengeluarkan aturan terkait penarikan pajak untuk bisnis jual beli online atau e-commerce. Jika tak ada halangan, aturan tersebut meluncur pekan depan.

Demikian disampaikan Direktur Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (KemenkeuKen Dwijugiasteadi di Kantor DJP, Jakarta, Rabu, 5 Oktober 2017. "Iya, Minggu depan," ujar dia.

Dalam aturan tersebut nantinya pemerintah akan melibat pihak ketiga atau wajib pungut. Pihat ketiga ini, yang akan memungut serta melaporkan pajak.

"Ada yang ditunjuk sebagai wajib pungut. Misalnya, kamu punya perusahaan, platform untuk apa gitu. Ada usaha yang masuk ke situ, kamu bagian yang mungut pajak, kamu yang nyetor," jelas dia.

Ken mengatakan, semua pengusaha yang terlibat perdagangan online akan terkena pajak. "Ya kalau dia punya penghasilan di atas PTKP kena pajak penghasilan gitu aja. Dia jualan barang kena pajak yang dipungut PPN," ungkap Ken.

Menurut Ken, mesti melibatkan pihak ketiga, skema pajak tetap menerapkan self assessment. Self assessment merupakan sistem pemungutan pajak yang memberikan kepercayaan pada wajib pajak untuk menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang seharusnya terutang berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan.

"Itu self assessment dong, masyarakat sendiri. Kalau official assessment yang menetapkan pemerintah, contohnya official assessment itu PBB. PBB kan daerah, daerah itu menetapkan. Kalau pajak kita semua yang hitung, yang melaporkan, yang memungut, yang memotong, pengusaha sendiri atau masyarakat sendiri," tukas dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya