20 Ribu Buruh Akan Kepung Istana Tuntut Upah Layak

Sekitar 20 ribu buruh Jabodetabek akan menggelar aksi di Istana Negara.

oleh Achmad Dwi AfriyadiSeptian Deny diperbarui 01 Nov 2017, 19:38 WIB
Diterbitkan 01 Nov 2017, 19:38 WIB
Demo buruh
Demo buruh di Jakarta (Liputan6.com/ Ahmad Romadoni)

Liputan6.com, Jakarta Sekitar 20 ribu buruh Jabodetabek akan menggelar aksi di Istana Negara. Mereka mengepung Istana untuk menuntut upah layak.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, aksi tersebut akan berlangsung pada 10 November mendatang. Aksi tersebut akan diikuti buruh di beberapa daerah, seperti Aceh, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera Utara, dan lainnya. Dengan begitu, aksi ini diperkirakan melibatkan 100 ribu buruh.

"Di seluruh Indonesia, aksi ini akan diikuti lebih dari seratus ribu buruh," kata Said Iqbal dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com, di Jakarta, Rabu (1/11/2017).

Said Iqbal mengatakan, buruh menuntut kenaikan upah minimum tahun 2018 sebesar US$ 50 atau setara dengan Rp 650 ribu. Selain itu, buruh menuntut agar Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan dicabut.

"Kami menuntut upah naik Rp 650 ribu, karena upah murah saat ini tidak relevan lagi dengan kenaikan harga-harga kebutuhan pokok. Akibatnya daya beli menurun yang berimbas pada banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK) di berbagai sektor," katanya.

Dia mengatakan, biaya untuk keperluan hidup buruh semakin tinggi. Sebutnya, untuk membayar kontrakan, listrik, dan kebutuhan perumahan di Jakarta, buruh harus mengeluarkan Rp 1.300.000. Untuk transportasi Rp 500.000. Sementara ongkos untuk sekali makan Rp 15.000. Jika sehari makan tiga kali, maka sebulan Rp 1.350.000. Secara total, buruh menghabiskan biaya sebesar Rp 3.150.000 per bulan.

"Ini belum untuk memenuhi kebutuhan hidup yang lain, seperti pakaian, pendidikan, dan sebagainya," sambungnya.

Hal ini diperparah dengan daya beli buruh yang semakin turun. Misalnya akibat kenaikan harga listrik. Jika sebelumnya buruh membayar listrik sebesar Rp 200 ribu, setelah kenaikan listrik buruh harus membayar Rp 300 ribu.

"Oleh karena itu, kenaikan upah sebesar Rp 650.000 dilakukan agar upah pekerja menjadi layak dan daya beli buruh semakin meningkat yang akan berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi," kata dia.

Lebih lanjut, dia menjelaskan, kenaikan upah itu juga untuk mengejar ketertinggalan Indonesia dari negara tetangga, seperti Vietnam, Thailand, dan Malaysia.

"Pendapatan driver ojek online saja bisa mencapai Rp 6 juta sebulan. Masak buruh terus-terusan dibayar murah. Ini tidak masuk akal," tutup dia.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya