Milenial Paling Khawatir soal Ketersediaan Lapangan Kerja

Sebanyak 77,7 persen kaum milenial menganggap keberadaan pekerja asing di Indonesia.

oleh Septian Deny diperbarui 03 Nov 2017, 15:18 WIB
Diterbitkan 03 Nov 2017, 15:18 WIB
20161015-Indonesia-Karer-Expo-Jakarta-AY4
Antrian pencari kerja mengisi pendaftaran lowongan di salah satu stan bursa kerja, Jakarta, Sabtu (15/10). Tahun ini angkatan kerja Indonesia mencapai 127,6 juta dengan tingkat pengangguran sebesar 5,5% atau tujuh juta orang. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Centre for Strategic and International Studies (CSIS) menyatakan, kalangan milenial saat ini sangat khawatir terhadap terbatasnya lapangan pekerjaan di dalam negeri. Hal ini juga sejalan dengan anggapan para pekerja asing menjadi ancaman bagi ketersediaan lapangan kerja.

Pengamat ekonomi CSIS Yose Rizal Damuri mengatakan, dari 600 orang yang disurvei, 25,5 persen di antaranya menyatakan kesulitan yang paling dirasakan saat ini adalah soal keterbatasan lapangan pekerjaan.

Selain itu, tingginya harga sembako dan angka kemiskinan juga dianggap sebagai hal sulit yang dirasakan saat ini. Masing-masing menyumbang persentase 21,5 dan 14,3 persen.

Dalam survei tersebut juga terungkap sebanyak 77,7 persen kaum milenial menganggap keberadaan pekerja asing di Indonesia sebagai ancaman dan merugikan. Sedangkan hanya 22,3 persen saja yang menganggap adanya pekerja asing di dalam negeri sebagai suatu keuntungan.

Sebab, ada ketakutan pekerja asing bakal mengambil alih pekerjaan di Indonesia. Walaupun sebenarnya ini adalah komplementer satu sama lain, karena banyak keterampilan-keterampilan yang tidak ada di Indonesia.

"Cuma memang persepsi seperti itu masih belum bisa ditangkap secara umum baik di kalangan milenial maupun yang lebih tua. Mereka berasa ada ancaman (dari pekerja asing)," ujar dia di kantor CSIS, Jakarta, Jumat (3/11/2017).

Meski tidak menyukai adanya pekerja asing, kaum milenial menganggap keberadaan perusahaan asing di Indonesia akan membawa keuntungan. Salah satunya karena adanya kesempatan bagi mereka untuk bekerja di perusahaan asing yang dipandang bisa memberikan gaji dengan jumlah yang tinggi.

"Kita harus bedakan, kalau perusahaan asing berarti modalnya yang masuk ke dalam negeri dan membuka lapangan pekerjaan. Pemahaman seperti ini rupanya cukup luas, sehingga milenial merasa punya kesempatan bekerja di perusahaan asing, yang gajinya lebih tinggi dan lingkungan pekerjaannya lebih baik. Sehingga mereka lebih open terhadap perusahaan asing. Tetapi kalau pekerja asing berbeda, karena bisa mengambil alih atau mengancam kesempatan pekerjaan mereka," ucap dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Kebalikan

Sebelumnya, persoalan tenaga kerja ternyata menjadi salah satu poin pertimbangan utama bagi para pengusaha asing yang ingin berinvestasi di Indonesia. Hal ini yang juga menjadi faktor penghambat investasi masuk.

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan P Roeslani mengatakan, banyak pengusaha asing yang sebenarnya tertarik ingin berinvestasi di Indonesia. Namun, kemudian mereka berpikir ulang karena melihat Undang-Undang (UU) Tenaga Kerja di Indonesia.

"Pengusaha itu kalau mau investasi pasti punya skenario gagal, dan di dalam UU tenaga kerja dikatakan kalau gagal mereka harus bayar bisa sampai lebih dari 20 kali gaji untuk pesangon. Ini tidak ada di negara lain," kata dia.

Ini menjadi salah satu poin yang menurut para pengusaha, pemerintah harus sedikit memberikan penyeimbang dalam rangka menarik investasi dari luar negeri.

Namun demikian, Rosan juga mengapresiasi langkah pemerintah terkait formula pengupahan tenaga kerja. Hal ini mampu menimbulkan kepastian bagi para pelaku dunia usaha.

"Pengusaha itu tidak takut didemo, karena di Indonesia itu hal yang wajar, yang mereka takutkan adalah kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak mendukung investasi," tegas dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya