Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyatakan, pemerintah akan menggunakan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) atau cukai rokok sekitar Rp 5 triliun untuk mengatasi defisit pendanaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang berpotensi mencapai Rp 9 triliun pada tahun ini.
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Boediarso Teguh Widodo mengungkapkan, sebesar 50 persen dari DBH CHT atau cukai rokok bisa digunakan untuk kebutuhan prioritas daerah oleh pemerintah daerah (pemda), seperti infrastruktur dan kesehatan. Dari 50 persen, sebesar 75 persen dapat dialokasikan ke BPJS Kesehatan.
Baca Juga
"Earmarks DBH CHT kan 50 persen, yaitu Rp 7 triliun. Kalau 75 persennya dari 50 persen, berarti sekitar Rp 5 triliun," kata Boediarso usai Rapat Pimpinan di kantornya, Jakarta, Selasa (7/11/2017).
Advertisement
Dengan dana sekitar Rp 5 triliun dari DBH cukai rokok, diakui Boediarso, dapat digunakan untuk menutup defisit BPJS Kesehatan yang diperkirakan membengkak jadi Rp 9 triliun pada tahun ini. Sedangkan sisanya sekitar Rp 4 triliun akan diambil dari sumber lainnya.
"Kan masih banyak sumber lainnya (menutup kekurangan defisit)," ucap Boediarso tanpa menjelaskan sumber dana lain untuk menambal tekor BPJS Kesehatan.
Di lokasi yang sama, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu, Heru Pambudi menambahkan, penerimaan negara dari cukai hasil tembakau atau cukai rokok yang dibuat di Indonesia dibagikan kepada provinsi penghasil cukai hasil tembakau sebesar 2 persen.
"DBH cukai rokok yang dibagikan 2 persen dari nilai cukai ke daerah. Jadi misalnya penerimaan cukainya Rp 10, maka yang dibagi-bagi 2 persen. Targetnya kan Rp 148 triliun (penerimaan cukai rokok), berarti 2 persen dibagi-bagi ke seluruh daerah sesuai porsinya," jelas Heru.
Dia menyebut, penerima DBH cukai hasil tembakau atau cukai rokok tertinggi merupakan daerah penghasil cukai rokok terbesar, di antaranya Kudus, Malang, Kediri, dan daerah lainnya.
Meski Dana Defisit, Pelayanan BPJS Kesehatan Jalan Terus
Pemerintah meminta masyarakat dan rumah sakit tidak khawatir atas adanya indikasi defisit pada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan. Tahun ini, perkiraan potensi defisit mencapai Rp 9 triliun.
"Tidak perlu ada kehawatiran pelayanan dan tagihan berkaitan hal yang dilakukan BPJS tidak bisa tertanggulangi pemerintah," kata Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Puan Maharani, di Kementerian Koordinator Bidang PMK, Jakarta, Senin (6/11/2017).
Puan menegaskan, potensi defisit pada BPJS kesehatan tidak akan mengganggu pelayanan pada masyarakat. Lembaga tersebut akan tetap memberikan pelayanan secara normal.
"Meski demikian, walaupun ada indikasi defisit BPJS kesehatan, pelayanan pada masyarakat bisa dipastikan terus dilaksanakan," paparnya.
Menurut Puan, pemerintah pun akan menangani defisit pada BPJS kesehatan, agar tidak terulang pada tahun berikutnya. "Namun tentu saja berkaitan hal itu. Harus dilakukan hal-hal untuk mengantisipasi jangan sampai setiap tahun BPJS kesehatan ini mengalami defisit," tuturnya.
Diretur Utama BPJS Fachmi Idris mengungkapkan, untuk mengatasi defisit yang diakibatkan oleh kekurangan iuran dalam membayar tagihan dari rumah sakit, BPJS akan memanfaatkan suntikan dana dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
"Masalah untuk bayar rumah sakit apa yang dikeluarkan angka sudah ditutup suntikan dana tambahan sampai Desember cukup. Rumah sakit jangan khawatir, pasti kita bayar ada di anggaran APBN ada," tutur Fachmi.
Advertisement