Liputan6.com, Jakarta Indonesia harus siap menghadapi terpaan gelombang digitalisasi yang akan membawa perubahan besar pada perekonomian nasional. Antisipasi perlu dilakukan agar pertumbuhan ekonomi tetap terjaga dan tidak jatuh dalam kondisi krisis seperti 1997-1998.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengatakan, Indonesia sedang berada pada satu era krusial di saat negara ini baru mulai mengatasi perlambatan sektor manufaktur.
"Kita berada pada satu era krusial. Baru juga mau masuk mengatasi perlambatan sektor manufaktur, kita sudah mulai harus masuk ke arena digital yang bukan hanya membutuhkan kecepatan, tapi kemampuan adaptif kita dalam dua tingkatan sekaligus," katanya di Gedung Indosat, Jakarta, Kamis (16/11/2017).
Advertisement
Dia menjelaskan, pemerintah berupaya keras menghentikan perlambatan ekonomi dan membalikkan kembali pertumbuhan ekonomi nasional. Pada 2015, pertumbuhan ekonomi sudah mencapai titik terendah dan berbalik cepat pada 2016 dengan berbagai langkah besar.
"Tapi di kuartal I, II, dan III mulai terlihat upaya membalikkan itu agak melambat. Kita harus akui kenaikan pertumbuhan ekonomi dari 5,0 persen menjadi 5,1 persen di tahun ini terlalu kecil," terang Darmin.
Pemerintah, dia melanjutkan, mulai mencari penyebab hal tersebut. Meski belum mengambil kesimpulan penyebab pasti perlambatan ekonomi, salah satunya ada persoalan penetrasi ekonomi dgital yang kian masif.
"Kondisi ini mempengaruhi perdagangan dan ritel. Dalam 5 tahun terakhir, rata-rata pertumbuhan perdagangan ritel mencapai 12,5 persen per tahun. Tapi sekarang 10,5 persen, jadi ada perlambatan," terang Darmin.
Menurutnya, pertumbuhan ritel melalui bisnis online (e-commerce) dalam 3 tahun sudah meningkat 30 kali lipat, meskipun dari sisi jumlah belum besar tapi tetap tumbuh," paparnya.
Era digitalisasi, lanjut dia, membawa perubahan pola konsumsi masyarakat. Terjadi pergeseran konsumsi dari belanja pakaian, dan lainnya menjadi lebih senang jalan-jalan (leisure) sehingga mendorong peningkatan pertumbuhan di industri perhotelan, transportasi.
"Kami menyadari sesuatu yang sedang terjadi. Ini mempengaruhi banyak hal, sehingga perlu diwaspadai dan menjadi konsen pemerintah karena sudah masuk gelombang ke-4 revolusi industri," tuturnya.
Â
Â
Kebijakan Pemerintah
Darmin lebih jauh menjelaskan, pemerintah sudah mengantisipasi perkembangan digitalisasi dalam pengembangan sumber daya manusia. Salah satunya melalui pendidikan vokasi yang harus segera terealisasi.
"Harus ada pendidikan vokasi dan harus cepat direalisasikan. Mungkin banyak orang yang punya pengetahuan, tapi tidak menjawab kebutuhan sekarang ini, kurang menukik. Jadi kita harus bicara dengan Kemenaker bagaimana kebijakan mencetak sumber daya manusia di bidang digital," terangnya.
Dia mengingatkan, Indonesia harus siap menghadapi era digitalisasi dengan modal. "Ini periode krusial, jangan sampai kita tidak siap karena kita sudah mengalami krisis 1997-1998. Yang pasti jangan takut, tapi tidak takut tanpa dasar, namanya nekad. Nekad itu tanpa modal dan kalau tidak ada modal, bisa menuju celaka," tegas Darmin.
Pemerintah telah meluncurkan paket kebijakan ke-14 dan peta jalan e-commerce. Kebijakan tersebut dalam pengembangan bisnis online atau era digitalisasi, yakni mempermudah dan memperluas akses pendanaan.
Kebijakan lainnya insentif perpajakan, perlindungan konsumen, pembentukan manajemen pelaksana, peningkatan kemampuan sumber daya manusia, peningkatan sistem logistik nasional, percepatan pembangunan infrastruktur komunikasi, dan keamanan siber.
Dengan upaya tersebut, diharapkan dapat menciptakan 1.000 technopreneur dan transaksi e-commerce di Indonesia mencapai nilai US$ 130 miliar pada 2020 atau naik signifikan dibanding saat ini US$ 10 miliar.
Advertisement