Pengusaha Ritel Protes Aturan Larangan Memajang Rokok di Gerai

Pemerintah Kota Bogor sebenarnya masih memperbolehkan toko ritel menjual rokok, tapi hanya memajang tulisan "Di sini dijual rokok".

oleh Nurmayanti diperbarui 22 Nov 2017, 14:55 WIB
Diterbitkan 22 Nov 2017, 14:55 WIB
20160930- Bea Cukai Rilis Temuan Rokok Ilegal-Jakarta- Faizal Fanani
Petugas memperlihatkan rokok ilegal yang telah terkemas di Kantor Dirjen Bea Cukai, Jakarta, Jumat (30/9). Rokok ilegal ini diproduksi oleh mesin dengan total produksi 1500 batang per menit. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor yang melarang untuk memajang produk rokok di toko ritel modern, menurunkan penjualan.

Larangan tersebut menurunkan penjualan produk rokok di ritel modern hingga 30 persen. Aturan ini pun ditentang pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo).

Ketua Departemen Mini Market Aprindo Gunawan Indro Baskoro menganggap larangan pemajangan produk rokok, di luar aspek yang diatur pemerintah pusat.

Menurut dia, perda tersebut bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.

"Kalau iklan diatur kami paham, tapi kalau display (pemajangan produk rokok) ini aspek lain. Aspek penjualan yang langsung berpengaruh," kata Gunawan, Rabu (22/11/2017).

Ia menyebutkan, penurunan omzet terjadi pada sedikitnya 300 toko yang tergabung di Aprindo.

Pemerintah Kota Bogor sebenarnya masih memperbolehkan toko ritel menjual rokok, tapi hanya memajang tulisan "Di sini dijual rokok".

Menurut Gunawan, aturan tersebut sangat memengaruhi antusiasme masyarakat yang akan membeli rokok di sana. Pengaruhnya semakin dirasakan pada beberapa bulan terakhir.

Aprindo mengungkap bagian aturan di PP 109/2012 yang bertentangan dengan Perda KTR Kota Bogor, yaitu pada Pasal 50 ayat 2 yang menjelaskan, "Larangan menjual, mengiklankan dan mempromosikan produk tembakau tidak berlaku bagi tempat yang digunakan untuk kegiatan penjualan produk tembakau di lingkungan Kawasan Tanpa Rokok".

Tonton Video Pilihan Ini:

 

 

Respons Wali Kota Bogor

Wali Kota Bogor Bima Arya memberikan tanggapan perihal keluhan pengusaha ini. Dia mengakui jika ada pasal yang janggal dalam PP 109/2012.

Dalam Pasal 1 Nomor 11 menuliskan, arti KTR adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual, mengiklankan, dan/atau mempromosikan produk tembakau.

"Pasal tersebut seperti bertentangan dengan penjelasannya sendiri tentang KTR. Saya tidak mengerti kenapa bisa seperti itu," kata Bima saat audiensi dengan pengusaha ritel di Bogor.

Ia dan jajarannya mengaku baru mengetahui kejanggalan tersebut sehingga akan melakukan komunikasi lebih lanjut pada pemerintah pusat.

Namun, Kepala Dinas Kesehatan Kota Bogor Rubaeah memastikan larangan pemajangan produk rokok tetap berlaku tanpa terkecuali.

Ia beranggapan Perda KTR yang ditetapkan 2009 lalu mengacu pada Undang-Undang Kesehatan Nomor 36/2009. "Selama perdana tidak dicabut atau direvisi larangannya tetap berlaku," dia menegaskan.

Lebih lanjut, Rubaeah menjelaskan Perda KTR Nomor 12/2009 saat ini dalam proses revisi. Sebanyak 40 butir usulan sedang dalam pengkajian pihak eksekutif dan legislatif untuk ditetapkan.

Menurut dia, revisi tersebut tidak untuk meringankan larangan dalam perda, tapi untuk lebih menguatkan dan mengembangkan larangan peredaran dan konsumsi rokok.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya