Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporan angka kredit bermasalah industri perbankan atau Non Performing Loan (NPL) pada Oktober 2017 naik tipis. OJK mencatat NPL Gross pada Oktober sebesar 2,96 persen atau naik jika dibandingkan bulan sebelumnya yang hanya 2,93 persen.
"Ini sebanding dengan pertumbuhan kredit yang juga turun pada Oktober. Kalau penyaluran kredit bertambah signifikan bisa saja tren NPL itu turun," tegas Deputi Komisioner Pengaturan dan Pengawasan Terintegrasi OJK Irmansyah di kantornya, Jumat (24/11/2017).
Advertisement
Baca Juga
Jika dilihat dari sektor ekonomi, angka NPL ini paling tinggi disumbang dari sektor pertambangan dan penggalian, dimana NPL sektor tersebuut mencapai 8,14 persen. Tertinggi ke dua disumbang dari sektor transportasi, pergudangan dan komunikasi yang sebesar 4,45 persen.
Sementara sektor perdagangan besar dan eceran angka NPL sebesar 4,38 persen, sektor konstruksi 3,54 persen, industri pengolahan 3,27 persen, pertanian, perburuan dan kehutanan sebesar 1,8 persen dan sektor rumah tangga sebesar 1,84 persen.
Meski demikian, jika dilihat dari Juli 2017, angka NPL ini menunjukkan tren penurunan. Maka dari itu, Irmansyah optimistis hingga akhir tahun angka kredit bermasalah ini akan terkendali di bawah 3 persen. "Karena jika dilihat dari angka CKPN perbankan atau cadangannya itu sangat mencukupi untuk men-cover NPL ini," tegasnya.
Dia memperkirakan angka NPL ini akan jauh lebih baik tahun depan seiring dengan membaiknya harga komoditas dan meningkatnya pertumbuhan ekonomi.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Target kredit
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) memperkirakan, pertumbuhan kredit bank hingga akhir tahun ini di kisaran 8 persen. Artinya, pertumbuhan kredit di batas bawah proyeksi BI yakni 8-10 persen.
Gubernur BI Agus Martowardojo menerangkan, pertumbuhan kredit secara tahunan pada September 2017 sebesar 7,86 persen (yoy). Sementara, pertumbuhan kredit tahun berjalan dari 1 Januari hingga 30 September 2017 sebesar 3,8 persen. Dengan realisasi tersebut, Agus menuturkan, pertumbuhan kredit sekitar 8 persen pada tahun 2017.
"Namun mungkin realisasinya akan di kisaran bawah dari target yang BI sampaikan yaitu 8-10 persen. Jadi BI memperkirakan ada di sekitar 8 persen pertumbuhan kredit," kata dia di BI Jakarta, Kamis (16/11/2017).
Pertumbuhan kredit yang belum kuat menimbang dari aspek permintaan dan penawaran. Dari permintaan, menurut Agus belum cukup kuat. Korporasi masih menyelesaikan proses konsolidasi. Korporasi juga masih melihat kondisi ekonomi global dan prospek ekonomi terkini.
"Korporasi-korporasi umumnya baru menyelesaikan proses konsolidasi, dengan pengendalian biaya-biaya sehingga mau meyakini neraca mereka itu sudah sehat, rugi laba sehat. Dan sekarang mereka belum mengajukan permintaan, mereka masih mengkaji bagaimana perkembangan ekonomi dunia, komoditas, dan masih melakukan kajian secara umum prospek yang mereka yakini," jelas dia.
Begitu juga dari sisi penawaran. Menurut Agus, perbankan juga masih berhati-hati terkait kredit bermasalah.
Advertisement