Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan, kondisi ekonomi yang terjadi pada saat ini tidak bisa disamakan dengan apa yang terjadi dalam beberapa tahun lalu. Namun, perubahan-perubahan yang terjadi menjadi dasar bagi pemerintah dalam menentukan arah kebijakan.
‎"Saya hanya ingin sedikit menyampaikan, kondisi sekarang ini kita memasuki fase yang baru. Orang banyak sering membanding-bandingkan dengan masa lalu," ujar dia pada acara Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (BI) 2017 di Jakarta, Selasa (28/11/2017).
Dia mencontohkan, pada periode 2011-2012, Indonesia mengalami ledakan harga komoditas. Akibatnya pada saat itu konsumsi rumah tangga berada di kisaran 7 persen. Sedangkan saat ini konsumsi rumah tangga di dalam negeri hanya mencapai 4,93 persen-4,95 persen.
Advertisement
Baca Juga
"Ini profil yang ada sekarang, karena memang berbeda‎. Untuk dunia, ekonomi dunia dulu tumbuh 5 persen, sekarang 3 persen.‎ Tiongkok dulu tumbuh 12 persen sekarang 6 koma sekian persen.‎ Ini perbedaan yang harus kita pahami agar dalam mengambil‎ kebijakan kita tidak salah. Banyak parameter berbeda, angka juga berubah," kata dia.
Selain itu, Jokowi menuturkan perubahan ini juga terjadi pada ‎model bisnis baru yang mengubah perilaku konsumsi masyarakat. Sebagai contoh, belum lama ini Indonesia diramaikan dengan hal yang berkaitan dengan daya beli dan perubahan pola konsumsi masyarakat.
"Kita tidak sadar sekarang banyak mode bisnis baru sehingga pola konsumsi berubah. Dulu orang suka belanja ke mal, ke toko, sekarang orang konsumsinya berada pada dunia wisata, suka pelesir. Pergeseran seperti ini yang juga harus kita mengerti dan pahami bahwa ada perubahan. Juga dari offline ke online.Ini perubahan yang mau tidak mau kita terima," ujar dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Prediksi pertumbuhan ekonomi
Saat memberikan sambutan pada Pertemuan Tahunan BI 2017 tersebut, Gubernur BI Agus Martowardojo memaparkan soal pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Di 2017, pertumbuhan ekonomi Indonesia diproyeksikan sebesar 5,1 persen. Untuk inflasi, ‎akan berada di kisaran 3 persen-3,5 persen dan neraca transaksi berjalan defisit di bawah 2 persen.
"Perbaikan ekonomi global berdampak ke ekonomi domestik. Hal ini didorong oleh kinerja ekspor dan investasi yang membaik. Pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2017 diperkirakan mencapai 5,1 persen, dengan tetap terjaganya stabilitas makro ekonomi dan sistem keuangan yang terjaga," ujar Agus.
Sementara di 2018, BI memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2018 berada di kisaran 5,1 persen-5,5 persen. Pertumbuhan ini diperkirakan akan lebih baik dibandingkan tahun ini.
Untuk inflasi, 3 persen +- 1 persen serta defisit neraca transaksi berjalan berada di bawah 3 persen.
"Pertumbuhan ekonomi di 2018 berada di rentang Rp 5,1 persen-5,5 persen. Dengan permintaan domestik sebagai motor utamanya. Adapun, pertumbuhan kredit sebesar 10 persen-12 persen dan pertumbuhan dana pihak ketiga sebesar 9 persen-11 persen," kata dia.
Selain memproyeksikan pertumbuhan ekonomi untuk tahun depan, BI juga memprediksi pertumbuhan ekonomi dalam jangka menengah.
Â
Advertisement