Liputan6.com, Jakarta Pemerintah melalui Badan Pusat Statistik (BPS) berencana mengumpulkan data perdagangan elektronik (e-commerce) untuk menjawab isu pergeseran konsumsi mulai Januari 2018. Hasil data tersebut akan diumumkan pada Februari tahun depan.
Kepala BPS, Suhariyanto atau yang akrab disapa Kecuk mengatakan, pengumpulan data perdagangan elektronik sudah sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik.
Hal ini juga merupakan upaya keseriusan pemerintah yang dituangkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 74 Tahun 2017 tentang Sistem Perdagangan Nasional Berbasis Elektronik atau Road Map e-commerce 2017-2019.
"Kami akan merekam data transaksi nilai dan volume e-commerce, penjual atau merchant, pembeli, berapa investasinya, metode pembayaran, tenaga kerja, dan teknologi," kata Kecuk dalam acara Sosialisasi Pengumpulan Data E-commerce di Hotel Borobudur, Jakarta, Jumat (15/12/2017).
Adapun pengumpulan data akan dilakukan BPS dengan melibatkan seluruh anggota Indonesian E-Commerce Association (idEA) plus non-anggota berdasarkan model bisnis marketplace dan ritel elektronik (e-ritel), travel, transportasi, logistik, pembayaran, dan lainnya.
"Kami akan mulai mengumpulkan data minggu I-II Januari 2018 dengan data yang dikumpulkan periode 2015-2016 secara tiga bulanan, dan 2017 bulanan," tutur Kecuk.
Dia beralasan pemilihan waktu tersebut agar transaksi Hari Belanja Online Nasional (Harbolnas) 2017 dapat terdata. Data yang ada akan dikumpulkan, diolah, dan dianalisis langsung oleh BPS.
"Sementara publikasi data ditargetkan akan dilakukan pada Februari 2018," ujarnya.
Rahasia Terjamin
Kecuk menyatakan, data yang disampaikan pelaku usaha e-commerce dijamin kerahasiaannya oleh BPS. "Kami akan menjamin kerahasiannya karena BPS tidak akan mengeluarkan data individu dari konsumen data,” dia menambahkan.
Dalam kesempatan yang sama, Pelaksana Tugas Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Bambang Adi Winarso menjelaskan pemerintah memerlukan basis data akurat agar dapat membuat kebijakan dan dukungan yang tepat sasaran.
"Kemarin ribut-ribut soal daya beli, tapi kami tidak punya datanya. Perdagangan elektronik padahal sudah berjalan, tapi tidak terekam dengan jelas," ujarnya.
Indonesia, sambung dia, tengah menghadapi sebuah tantangan di era digital ekonomi. Perkembangan teknologi saat ini sudah luar biasa pesat.
"Nah kita tergopoh-gopoh menghadapinya karena banyak hal yang harus direspons supaya kami bisa melahirkan kebijakan yang bukan menghambat tapi mendorong," Bambang menerangkan.
Advertisement
Lanjutkan Membaca ↓