RI Pastikan ke WTO Tetap Tarik Pajak dan Bea Masuk E-commerce

Sikap Indonesia tentang pajak dan bea masuk e-commerce telah dicatat WTO untuk dibahas di Jenewa dalam working group.

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 16 Des 2017, 16:00 WIB
Diterbitkan 16 Des 2017, 16:00 WIB
Harbolnas 2017
Ilustrasi belanja online

Liputan6.com, Jakarta Indonesia akan tetap mengenakan bea masuk dan pajak terhadap barang dan jasa yang ditransaksikan dan ditransmisikan secara elektronik (e-commerce). Meski, Organisasi Perdagangan Dunia atau World Trade Organization (WTO) memutuskan untuk memperpanjang moratorium e-commerce.

Demikian disampaikan Menteri Perdagangan RI Enggartiasto Lukita. Dia menyatakan WTO memutuskan akan kembali memperpanjang moratorium e-commerce dalam Konferensi Tingkat Menteri (KTM) WTO ke-11 di Buenos Aires, Argentina.

"Untuk mengamankan kepentingan nasional, Indonesia tetap akan mengupayakan menghentikan moratorium e-commerce, khususnya terkait pengenaan bea masuk dan pajak untuk barang dan jasa yang ditransaksikan dan ditransmisikan secara elektronik," kata Enggartiasto dalam keterangannya, di Jakarta, Sabtu (16/12/2017).

Sikap Indonesia itu telah dicatat WTO untuk dibahas di Jenewa dalam working group setelah KTM Buenos Aires.

Indonesia telah mengusulkan kepada WTO untuk menetapkan bea masuk dan pajak bagi barang dan jasa yang ditransaksikan dan ditransmisikan secara elektronik. Usulan tersebut telah dipertimbangkan WTO.

Enggartiasto dan Dirjen WTO Roberto Azevêdo juga telah bertemu untuk membahas usulan Indonesia itu.

Namun, ternyata anggota-anggota WTO cederung memberikan keputusan akhir untuk memperpanjang moratorium, sehingga Enggartiasto kembali bertemu dengan Azevêdo untuk mengonsultasikan hal tersebut.

Dalam pertemuan Heads of Delegation, usulan dari Indonesia dimasukkan dalam catatan khusus untuk dibawa ke perundingan-perundingan selanjutnya di Jenewa setelah KTM Buenos Aires.

Intervensi Indonesia terhadap moratorium atas pengenaan bea masuk dan pajak ini dimaksudkan agar pelaku bisnis konvensional terutama UKM memiliki kesempatan bersaing dari segi harga. Skema ini akan menciptakan level persaingan yang setara (level playing field) antara bisnis konvensional dan bisnis digital.

Tonton Video Pilihan Ini:

Sri Mulyani Kaji Tarif Pajak UMKM yang Jualan Online

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati sedang mengkaji tarif pungutan pajak bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang berjualan secara online, sehingga dapat menciptakan kesetaraan (playing field) dengan konvensional. Upaya ini merupakan permintaan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Bapak Presiden sudah minta kita mengkaji perlakuan pajak untuk pelaku (usaha) kecil yang di-connect perusahaan platform atau marketplace supaya ada suatu perlakuan pajak yang mudah dan tarif yang bisa dipertimbangkan," kata Sri Mulyani di Jakarta Convention Center, Kamis (7/12/2017).

Sri Mulyani mengaku, sedang menghitung besaran tarif pajak bagi UMKM yang berjualan online di perusahaan penyedia platform maupun marketplace. Tarif ini tentunya tidak akan memberatkan supaya UMKM tersebut patuh terhadap kewajiban perpajakannya.

"Kami sedang menghitung (tarif) sesuai yang diarahkan Bapak Presiden, supaya ada perlakuan pajak yang adil antara konvensional dan online, serta peningkatan kepatuhan pajaknya," terangnya.

Aturan pajak e-commerce ini, sambung dia, tengah diformulasikan oleh Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak baru, dan akan difinalkan oleh Kepala Badan Kebijakan Fiskal serta Dirjen Bea dan Cukai.

Sri Mulyani memastikan aturan tersebt akan segera meluncur. "Intinya tidak ada satu paket untuk membedakan, tapi lebih mengatur bagaimana upaya pemungutan bisa dilakukan secara efektif. Menciptakan level playing field, artinya tidak ada satu kelompok yang membayar pajak merasa dirugikan karena tidak ada kesetaraan perlakuan pajak," tegas Sri Mulyani.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya