Pemogokan Pekerja Migas Nigeria Picu Harga Minyak Naik

Produksi minyak AS telah melonjak 16 persen sejak pertengahan 2016 mencapai 9,8 juta bpd.

oleh Nurmayanti diperbarui 19 Des 2017, 06:00 WIB
Diterbitkan 19 Des 2017, 06:00 WIB
Ilustrasi Harga Minyak Naik
Ilustrasi Harga Minyak Naik (Liputan6.com/Sangaji)

Liputan6.com, New York - Harga minyak mentah dunia naik tipis dipicu penghentian operasi pipa Laut Utara dan pemogokan pekerja migas di Nigeria. Namun, pertumbuhan output minyak mentah Amerika masih terus membayangi pasar minyak dunia.

Melansir laman Reuters, Selasa (12/19/2017), harga minyak mentah Brent, patokan internasional, naik 27 sen menjadi US$ 63,50 per barel. Sementara harga kontrak minyak mentah Amerika Serikat (AS) naik 14 sen menjadi US$ 57,44 per barel.

Brent telah diperdagangkan setinggi US$ 63,91 pada hari, sebelum turun kembali. Ini setelah Ineos, operator jaringan pipa Laut Utara Forties, mengatakan tentang kondisi pipa Laut Utara.

"Penghentian pipa di Forties terus mendukung harga minyak di pasar," kata John Kilduff, Rekan di Again Capital.

Sekitar 450 ribu barel minyak Brent per hari tak tersalurkan sejak 11 Desember. Kondisi ini memaksa Ineos untuk mengumumkan force majeure pada semua pengiriman minyak dan gas dari minggu lalu.

"Masih belum ada informasi yang dapat diandalkan mengenai berapa lama pekerjaan perbaikan akan berlangsung dan kapan pipeline akan kembali beroperasi," kata Commerzbank dalam sebuah catatannya.

Di sisi lain, kenaikan harga minyak juga dipengaruhi aksi mogok pekerja dari salah satu serikat minyak terbesar Nigeria pada hari Senin. Pemogokan ini memicu kekhawatiran akan ekspor dari produsen minyak mentah terbesar di Afrika tersebut.

Staf Senior Asosiasi  Minyak dan Gas Bumi Nigeria, yang anggotanya banyak bekerja di industri hulu minyak, mengatakan bahwa mereka mengadakan pembicaraan dengan pejabat kementerian tenaga kerja mengenai pemogokan yang tidak terbatas waktu.

Sementara itu, produksi minyak AS telah melonjak 16 persen sejak pertengahan 2016 mencapai 9,8 juta bpd. Angka ini mendekati output produsen utama Arab Saudi sebesar 10 juta bpd dan Rusai yang mencapai 11 juta bpd.

Kenaikan produksi AS ini menggangu upaya penyeimbangan pasar oleh Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya, termasuk Rusia, melalui penahanan produksi.

 

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya