Dolar AS Menguat di Asia, Rupiah Mampu Bertahan

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 13.428 hingga 13.482 per dolar AS.

oleh Arthur Gideon diperbarui 04 Jan 2018, 13:20 WIB
Diterbitkan 04 Jan 2018, 13:20 WIB
Persiapan Uang Tunai Bi
Petugas memasukkan lembaran uang rupiah ke dalam mobil di Bank Mandiri, Jakarta, Kamis (21/12). Bank Indonesia (BI) mempersiapkan Rp 193,9 triliun untuk memenuhi permintaan uang masyarakat jelang periode Natal dan Tahun Baru. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat pada perdagangan hari ini. Rupiah mampu menguat meskipun dolar AS cukup perkasa di Asia. 

Mengutip Bloomberg, Kamis (4/1/2018), rupiah dibuka di angka 13.467 per dolar AS, menguat jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 13.475 per dolar AS.

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 13.428 hingga 13.482 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah mampu menguat 0,65 persen.

Sementara itu, berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI) rupiah dipatok di angka 13.474 per dolar AS. Patokan pada hari ini menguat jika dibandingkan dengan sehari sebelumnya yang ada di angka 13.498 per dolar AS.

Dolar AS sebenarnya menguat pada perdagangan hari ini di Asia. Namun ternyata rupiah mampu menahan penguatan tersebut.

Dolar AS naik karena risalah rapat Bank Sentral AS pada Desember lalu menyatakan bahwa mereka siap untuk menaikkan suku bunga beberapa kali pada 2018 ini.

Pembuat kebijakan Bank Sentral AS melihat bahwa ekonomi AS sudah cukup solid untuk mendukung kebijakan pengetatan moneter tersebut. Mereka tidak terlalu khawatir dengan angka inflasi yang memang rendah.

"Dolar AS memang mengalami tekanan di pergantian tahun, tetapi kemudian mampu menguat kembali pada hari ini," jelas Masafumi Yamamoto, chief currency strategist Mizuho Securities di Tokyo, seperti dikutip dari Reuters. 

Adapun Chief Market Strategist FXTM Hussein Sayed menjelaskan, data-data ekonomi Indonesia juga mampu menahan penguatan dolar AS sehingga rupiah bisa menguat. Namun memang, menurutnya, hal ini perlu dilihat lagi secara jangka panjang.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Trump Bakal Potong Pajak di 2018, Rupiah Tetap Perkasa

Persiapan Uang Tunai Bi
Petugas mengecek lembaran uang rupiah di Bank Mandiri, Jakarta, Kamis (21/12). Guna memenuhi kebutuhan uang tunai selama perayaan Natal dan Tahun Baru 2018, Bank Indonesia (BI) menyiapkan uang kartal sebanyak Rp 193,9 triliun. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dalam dua hari ini ditopang karena perbaikan ekonomi Indonesia. Fundamental ekonomi nasional tetap kuat meski didera risiko global, seperti reformasi sistem pajak AS, pemangkasan suku bunga The Fed, dan faktor lainnya.

Gubernur Bank Indonesia (BI), Agus Martowardojo mengungkapkan pelemahan kurs rupiah sepanjang 2017 sebesar 0,7 persen. Sementara pada 2016, mata uang Garuda mengalami penguatan sebesar 2,3 persen.

"Kalau rupiah itu tadinya Rp 13.560 per dolar AS, lalu menjadi Rp 13.540, itu terjadinya penguatan. Saya melihat faktor konfiden terhadap ekonomi domestik banyak berperan," ujarnya di kantor Kemenko Bidang Perekonomian, Jakarta, Rabu (3/1/2017).

"Nilai tukar terjaga, volatilitas kurs sepanjang 2017 ada di kisaran 3 persen, sedangkan di 2016 sebesar 8 persen. Menunjukkan bahwa stabilitas makro ekonomi dan sistem keuangan Indonesia terjaga. Kondisi positif bagi ekonomi Indonesia," jelas Agus.

Lebih jauh dia menerangkan, konfiden pelaku pasar atas kondisi ekonomi Indonesia terlihat dari peningkatan aliran dana asing yang masuk dalam dua pekan terakhir ke pasar modal. Hal ini menambah pasokan valuta asing (valas).

"Kalau rupiah menguat secara umum itu karena kondisi ekonomi nasional yang baik," tegas mantan Menteri Keuangan itu.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya