Jaga Pasokan Dalam Negeri, Kemendag Buka Keran Impor Beras

Kementerian Perdagangan (Kemendag) memutuskan untuk membuka keran impor beras khusus.

oleh Septian Deny diperbarui 11 Jan 2018, 21:42 WIB
Diterbitkan 11 Jan 2018, 21:42 WIB
20151112-Beras Vietnam-Pelabuhan Tanjung Priok-Jakarta
Tumpukan karung beras asal Vietnam di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (12/11). Beras impor sebanyak 27 ribu ton tersebut direncanakan pemerintah untuk menjaga kestabilan persediaan beras nasional. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Perdagangan (Kemendag) memutuskan untuk membuka keran impor beras khusus. Hal tersebut dilakukan untuk menjamin ketersediaan beras di dalam negeri dan sebagai salah satu langkah untuk menekan harga beras di pasaran.

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyatakan, pihaknya akan membuka impor beras khusus sebanyak 500 ribu ton. Beras tersebut rencananya akan mulai masuk pada akhir Januari 2018.

"Untuk mengisi gap ini, saya tidak mau mengambil risiko kekurangan pasokan saya mengimpor beras khusus. Yang diimpor 500 ribu ton, start awal," ujar dia di Kantor Kemendag, Jakarta, Kamis (11/1/2018).

Enggar mengungkapkan, beras tersebut akan dipasok dari dua negara yaitu Thailand dan Vietnam. Namun dia memastikan beras yang diimpor tersebut bukan jenis beras yang sudah mampu diproduksi di Indonesia.

"Dari berbagai negara yang ada. Dari Vietnam, Thailand, kita masukkan.‎ Beras yang tidak ditanam di dalam negeri. ‎Beras IR64 tidak kami impor, tetapi kami memasok beras impor," kata dia.

Menurut dia, impor ini dilakukan guna mengisi pasokan beras di dalam negeri sambil menunggu masa panen pada Februari-Maret 2018. Dengan adanya tambahan beras impor ini diharapkan tidak ada kekhawatiran soal kelangkaan dan kenaikan harga beras.

"Kita sambil menunggu karena panen ada setiap hari, hanya jumlahnya yang berbeda, diperkirakan Februari-Maret akhir baru ada. Dengan demikian maka tidak ada kekhawatiran kekurangan pangan. Masalah perut, masalah pangan itu menjadi prioritas, jangan kita mengambil risiko dan ada pertentangan, petani juga konsumen. Dia juga harus memberi beras dan tidak boleh ada kekosongan pasokan," tandas dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Kebijakan HET

20151112-Beras Vietnam-Pelabuhan Tanjung Priok-Jakarta
Aktivitas penurunan beras impor dari sebuah kapal saat tiba di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (12/11). Sekitar 27 ribu ton beras tersebut didatangkan dari Vietnam untuk menjaga kestabilan persediaan beras nasional. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Kepala Bagian Penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Hizkia Respatiadi mengatakan, pemerintah seharusnya tidak menutup pintu opsi impor beras. Kondisi di lapangan sangat berbeda dengan data yang selama ini diungkapkan Kementerian Pertanian.

Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, harga beras medium pada Juli 2017 adalah Rp 10.574 per kilogram (kg) dan meningkat menjadi Rp 10.794 per kg pada November di tahun yang sama. Di Januari 2018, angka ini merangkak naik menjadi Rp 11.041 per kg.

Fakta-fakta ini seharusnya sudah diantisipasi pemerintah. Pemerintah seharusnya tidak perlu menunggu sampai harga naik baru memikirkan cara untuk mengatasinya.

Beberapa hal yang sudah diterapkan pemerintah terbukti tidak efektif menurunkan harga beras medium. Misalnya saja, operasi pasar dan penerapan Harga Eceran Tertinggi (HET).

Penerapan HET justru merugikan para pedagang eceran karena biaya yang mereka keluarkan saat membeli beras tersebut dari para pedagang beras sudah melebih HET yang dipatok di angka Rp 9.450 per kg. Belum lagi biaya lain, seperti transportasi yang tidak diperhitungkan pemerintah.

“Harga beras yang konsisten tinggi tentu akan memberatkan konsumen, terutama masyarakat miskin yang pendapatannya sama atau kurang dari Rp 300.000 per bulan. Beras menjadi salah satu kontributor kemiskinan mereka," urai Hizkia dikutip dari keterangan tertulis, Rabu (10/1/2018).

"Selain itu, penerapan HET adalah cara instan yang justru bukan menjadi solusi untuk menjaga stabilitas harga beras. Banyak tempat penggilingan padi tutup karena harga gabah sudah lebih tinggi daripada HET,” lanjut dia.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya