Pengusaha Minta Pemerintah Perbaiki Data Produksi Rumput Laut

Para pelaku industri pengolahan rumput laut mengaku sedang kesulitan bahan baku.

oleh Nurmayanti diperbarui 19 Jan 2018, 08:15 WIB
Diterbitkan 19 Jan 2018, 08:15 WIB
Rumput laut
Rumput laut (Foto: Antara).

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah diminta membenahi data komoditas rumput laut di Indonesia. Sebab, saat data menyebutkan jika produksi rumput laut nasional surplus, pelaku industri pengolahan justru mengaku kesulitan bahan baku.

Pengusaha khawatir jika hal ini tidak dibenahi, data yang simpang siur tersebut akan melahirkan kebijakan yang tidak tepat.

Demikian dikatakan Ketua Umum Asosiasi Industri Rumput Laut (Astruli), Soerianto Kusnowirjono. Pengusaha menilai data yang simpang siur berdampak pada dunia usaha pengolahan dan industri rumput laut.

Soerianto mencontohkan fenomena data produksi beras yang tidak akurat, bahkan antarinstansi pemerintah, telah berdampak luas dalam kebijakan dan menimbulkan keresahan dalam masyarakat.

Hal yang sama juga terjadi pada rumput laut dan berdampak pada beberapa aktivitas industri turunan rumput laut.

“Para pelaku industri pengolahan rumput laut merasakan hal yang sama terkait data produksi yang tidak tepat. Ini harus segera dibenahi agar tidak berlarut-larut,” kata Soerianto, Jumat (20/1/2018).

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Astruli Sasmoyo Boesari mengungkapkan, dalam beberapa tahun terakhir, tercatat jika data produksi rumput laut terus meningkat. Namun, kenyataannya para pelaku industri pengolahan rumput laut justru kesulitan bahan baku.

Dia menambahkan, jika produksi rumput laut berlebihan, seharusnya harga komoditas ini turun di pasaran. Faktanya, terjadi kenaikan harga di beberapa sentra rumput laut sejak akhir 2017. Kenaikan harga itu karena pasokan rumput laut yang terbatas atau sedikit.

“Saat ini yang terjadi malah sebaliknya. Produksi diklaim berlebihan, tetapi harga rumput laut kering tetap tinggi. Biasanya harga berkisar Rp 9.000-10.000 per kilogram, tetapi sejak akhir 2017 lalu malah naik menjadi Rp 25.000 per kilogram. Ini kondisi yang sangat aneh. Kalau produksi berlebihan, harganya harus turun,” kata Presiden Direktur PT Indonusa Algaemas Prima ini.

Astruli beranggotakan 21 pelaku industri dengan kapasitas sekitar 76 persen dari total produksi olahan rumput laut nasional.

Surplus Produksi

Berdasarkan data yang dihimpun Astruli, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyebutkan jika produksi rumput laut kering pada 2016 mencapai 1,1 juta ton dan ekspor sesuai data Badan Pusat Statistik (BPS) mencapai 188.298 ton.

Adapun pembelian oleh industri dalam negeri baru sekitar 135 ribu ton, sehingga ada kelebihan produksi pada 2016 mencapai 776.702 ton rumput laut kering. Demikian pula pada 2015, kelebihan produksi mencapai 778.129 ton rumput laut kering. 

“Dari data tersebut, berarti ada kelebihan produksi yang sangat besar. Kalau dicari kelebihan produksi tersebut ada di mana, tidak ada barangnya? Jadi ke mana jumlah rumput laut yang sangat banyak itu disimpan?” kata Jana Tjahjana selaku pakar dan peneliti rumput laut dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).

Dikatakan, data produksi yang keliru tersebut menyebabkan kebijakan terkait rumput laut bisa menjadi tidak tepat. Hal tersebut harus dibenahi sehingga Indonesia punya data rumput laut yang tepat dan kekeliruan selama ini bisa teratasi.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya