ESDM Bakal Masukkan Harga Batu Bara di Formula Tarif Listrik

Kementerian ESDM menyatakan, saat ini komponen tarif listrik terdiri dari inflasi, kurs dolar AS, dan harga minyak Indonesia.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 24 Jan 2018, 20:20 WIB
Diterbitkan 24 Jan 2018, 20:20 WIB
Pertambangan
Ilustrasi Foto Pertambangan (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan memasukkan komponen harga batu bara dalam formula tarif listrik. Saat ini komponen formula tarif listrik terdiri dari inflasi, kurs dolar Amerika Serikat dan harga minyak Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP).

Direktur‎ Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Andy Noorsaman Sommeng mengatakan, Menteri ESDM Ignasius Jonan sudah menyetujui, dimasukkannya harga batu bara dalam formula tarif listrik penyesuaian (adjustment).

‎"Tarif ada usulan, pak menteri sudah setuju, bahwa komponen tarif adjustmen ada beberapa yang mempengaruhi ICP, inflasi dan nilai tukar," kata Andy, di Kantor Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan, Jakarta, Rabu (24/1/2018).

Andy menuturkan, masuknya komponen harga batu bara, ‎karena saat ini 50 persen lebih pasokan listrik Indonesia dari pembangkit listrik berbahan bakar batu bara. Sedangkan pembangkit listrik tenaga diesel pengoperasiannya terus berkurang.

"Kalau ICP sudah 5 persen, kalau batu bara itu 50 persen lebih. Jadi ada harga batu bara mempengaruhi," ujar dia.

Andy mengungkapkan, kebijakan formula ‎baru harga listrik akan diatur dalam Keputusan Menteri ESDM. Saat ini payung hukum tersebut sudah disusun dan akan dibahas dalam rapat tingkat Kementerian Koodinator.

"Nanti ada Keputusan Menteri. Keputusan menteri kita siapkan, sekarang nggak boleh sembarangan harus dibahas rapat Menko," tutur dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

Konsumsi Batu Bara Dalam Negeri 2017 Tak Capai Target

PLTU Paiton
PT Pembangkitan Jawa Bali berhasil menepis anggapan masyarakat bahwa kehadiran pembangkit listrik berbahan bakar batu bara bisa menyebabkan kerusakan ekosistem.

Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan bahwa konsumsi batu bara di dalam negeri belum optimal. Pada 2017 batu bara yang terserap hanya 97 juta ton.

Direktur Jenderal Mineral dan Batu bara Kementerian ESDM Bambang Gatot mengatakan, pada 2017 target konsumsi batu bara‎ dalam negeri sebanyak 121 juta ton. Namun ternyata realisasi konsumsi bahan tambang tersebut di bawah target yaitu hanya 97 juta ton.

"Pemanfaatan batu bara domestik belum sesuai target 2017," kata Bambang, di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis 11 Januari 2018.

Banyak faktor yang menjadi penyebab konsumsi batu bara pada tahun lalu tidak mencapai target. Salah satu faktor tersebut adalah mundurnya pengoperasian beberapa Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Penyebab lainnya adalah adanya kegiatan industri yang mengalami penurunan.

"Jadi tidak hanya PLTU saja. Memang sebagian besar batu bara digunakan untuk PLTU yang domestik, tapi ada juga yang dipakai di industri-industri lain," paparnya.

‎Sedangkan produksi batu bara pada 2017 mencapai 461 juta ton. Lebih rendah dari target Rencana Kerja Anggaran Bersama (RKAB) antara Kementerian ESDM dan pengusaha batu bara yang tercatat Rp 477 juta ton.

"Untuk produksi batu bara, RKAB targetnya 477 juta ton di 2017, tapi ternyata terealisasi cuma tercapai 461 juta ton. Jadi masih kurang dari target 477 juta ton," tutup Bambang.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya