Selain Penenggelaman, Ini Cara KKP Usir Pencuri Ikan di Laut RI

Langkah penangkapan dan penenggelaman kapal pencuri ikan melalui Satgas 115 menggabungkan koordinasi Pol Air, Bakamla, dan KKP.

oleh Arthur Gideon diperbarui 30 Jan 2018, 09:36 WIB
Diterbitkan 30 Jan 2018, 09:36 WIB
KKP pun terus melakukan pengawasan sektor kelautan di Indonesia. (Liputan6.com/Arthur Gideon)
KKP pun terus melakukan pengawasan sektor kelautan di Indonesia. (Liputan6.com/Arthur Gideon)
Liputan6.com, Natuna Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyatakan aksi penenggelaman yang telah dijalankan sejak akhir 2014 cukup efektif untuk mengusir para kapal asing yang mencuri ikan di laut Indonesia. Namun, memang ada beberapa kapal asing yang nekat masuk ke perairan Nusantara.
 
Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan, Sjarief Widjaya, menjelaskan langkah penangkapan dan penenggelaman kapal pencuri ikan melalui Satgas 115 yang menggabungkan semua koordinasi Pol Air, Bakamla, dan KKP ini cukup efektif.
 
"Sejauh ini efek jera akibat penenggelaman itu juga luar biasa, jelasnya di Natuna, Selasa (30/1/2018).
 
 
Saat ini dari ratusan kapal asing yang secara terang-terangan mengambil sumber daya alam Indonesia hanya tinggal segelintir saja yang masih menampakkan batang hidungnya. KKP pun masih terus melakukan pengawasan. 
 
Sjarief melanjutkan, langkah penenggelaman tersebut harus dibarengi dengan langkah lain agar kapal asing pencuri ikan tidak lagi beroperasi di Indonesia. Salah satu caranya adalah dengan mengisi laut Indonesia dengan nelayan lokal. 
 
"Kalau nelayan itu berada di semua laut Indonesia dan mampu beroperasi di sana, maka nelayan juga berperan sebagai mata dan telinga kita terhadap kapal asing. Mereka jadi khawatir begitu masuk penuh kapal Indonesia," tutur dia. 
 
Oleh karena itu,tugas dari KKP saat ini adalah menyediakan armada kapal untuk nelayan agar digunakan di seluruh laut Indonesia.
 
Ia mencontohkan, di Natuna KKP baru saja memberikan bantuan 60 kapal. Kapal-kapal tersebut dengan berbagai ukuran mulai dr 3 GT sampai dengan 50 GT.
 
Selain itu, KKP juga mengundang mitra yang sudah mempunyai kapasitas besar dari Jawa atau Belawan untuk mencari ikan di Natuna.
 
"Tapi syaratnya mereka tidak boleh pakai trawl, tidak boleh pakai alat tangkap yang tidak ramah lingkungan," kata dia. 
 
"Mereka juga tidak boleh beroperasi di bawah 12 mil, bahkan di Natuna ini untuk lokal tidak boleh di bawah 20 mil, agar nelayan tradisional masih memiliki kesempatan untuk dapat ikan," ucap Sjarief.
 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

 

KKP: Ada Maling Bangkai Kapal Perang di RI Raih Izin Resmi

Australia dan Amerika Serikat (AS) sempat protes kepada pemerintah Indonesia karena dianggap tidak melindungi bangkai kapal perang HMAS Perth, Australia dan USS Houston, AS. Kedua kapal ini tenggelam di Pulau Tunda, Banten, dengan kondisi tubuh kapal tinggal 40 persen.

Kepala Subdit Wisata Bahari dan BMKT Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Rusman Hariyanto, mengungkapkan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, segera menerbitkan Surat Keputusan (SK) mengenai Penetapan sebagai Kawasan Konservasi Maritim.

"Bu Menteri mau tanda tangan soal (SK) pengawasan kapal perang di Banten. Kami dorong SK segera keluar karena Bu Menteri juga sudah dikejar-kejar pihak Kedutaan (Australia dan AS)," kata Rusman saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Selasa (30/1/2018).

Menurut dia, SK tersebut sangat penting untuk menentukan tahap pengawasan terhadap dua bangkai kapal perang milik Australia dan AS yang karam di Pulau Tunda, Banten.

"Kalau SK sudah keluar, nanti diatur siapa yang melakukan pengawasan. Minggu depan saya mau ke Banten, mau rapat dengan Pemda Banten, pihak pengawasan di pusat, seperti Angkatan Laut, KKP, Polisi Air," Rusman menjelaskan.

Lebih jauh Rusman mengaku, hal ini dilakukan karena ada protes dari pihak Australia dan AS, pemeritah Indonesia tidak menjaga bangkai kapal HMAS Perth dan USS Houston. Kapal yang tenggelam ini dianggap Australia dan AS sebagai kuburan nenek moyang mereka yang harus dilestarikan.

HMAS Perth dan USS Houston diketahui tenggelam di Pulau Tunda sekitar periode 1942. Kapal induk ini diserang oleh kapal Jepang, dan akhirnya tenggelam.

"Pihak Ausie dan AS marah ke kita karena bangkainya tinggal 40 persen. Angkatan Laut mereka protes ke kita, Indonesia keterlaluan sekali kuburan nenek moyang mereka tidak dilindungi, kapal dicuri tidak ada action apa-apa," tegas Rusman.

Usut punya usut, Rusman mengatakan, 60 persen bagian tubuh atau besi kapal perang HMAS Perth dan USS Houston dijarah oknum asing. Sebab dia menyangsikan besi-besi ini dicuri nelayan karena tidak memiliki kapal besar untuk mengangkut besi yang beratnya mencapai berton-ton.

"Informasinya bangkai kapal perang diambil (pihak) asing. Kalau nelayan tidak mampu, butuh kapal besar toh," ujar dia.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya