Jokowi Targetkan RI Punya Peta yang Sama pada 2019

Presiden Jokowi menuturkan, kebijakan satu peta penting lantaran untuk menyatukan seluruh informasi peta produksi oleh berbagai sektor.

oleh Septian Deny diperbarui 05 Feb 2018, 16:46 WIB
Diterbitkan 05 Feb 2018, 16:46 WIB
Presiden Jokowi Buka Raker Kemendag 2018 di Istana Negara
Presiden Joko Widodo memberi sambutan saat rapat kerja Kemendag 2018 di Istana Negara, Jakarta, Rabu (31/1). Dalam Sambutannya Jokowi meminta agar perdagangan Indonesia harus bisa bersaing dan tembus pasar international. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menargetkan Indonesia telah memiliki satu peta yang sama atau kebijakan satu peta (one map policy) pada 2019. Pada tahun ini, pemerintah akan fokus untuk menyelesaikan kebijakan one map policy untuk Papua, Maluku dan Jawa.

Jokowi mengungkapkan hal itu saat membuka rapat terbatas (ratas) terkait perkembangan kebijakan satu peta di Kantor Presiden, siang ini.

Jokowi mengungkapkan, ratas yang digelar hari ini merupakan ratas ketiga terkait kebijakan tersebut. Sebelumnya, pemerintah telah menggelar dua ratas untuk menyelesaikan kebijakan satu peta di Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, Bali dan Nusa Tenggara.

"Pada ratas 7 April 2016 saya minta untuk fokus di Pulau Kalimantan. ‎Ratas 13 Juni 2017 saya minta kebijakan satu peta dilanjutkan di Sumatera, Sulawesi, Bali, dan Nusa Tenggara. Tahun 2018 kita akan fokus kebijakan satu peta untuk Papua, Maluku, dan Jawa. Sehingga 2019 kebijakan satu peta selesai seluruh Tanah Air," ujar dia di Jakarta, Senin (5/2/2018).

Jokowi menegaskan, kebijakan satu peta ini sangat penting dan mendesak. Kebijakan ini dibutuhkan untuk menyatukan seluruh informasi peta produksi oleh berbagai sektor, kementerian dan lembaga dalam satu peta secara integratif sehingga tidak terdapat lagi perbedaan dan tumpang tindih informasi geospasial.

Selain itu, dengan kebijakan ini juga diharapkan ada satu referensi geospasial yang menjadi pegangan pembuatan kebijakan strategis dan pembuatan perizinan. Sebab, selama ini kerap terjadi tumpang tindih peta dan perizinan yang memicu konflik dan sengketa yang akhirnya menghambat laju perekonomian di daerah.

"Seperti informasi yang saya terima, di Pulau Kalimantan lebih kurang 4 juta hektare (ha) kawasan hutan tumpang tindih kawasan perkebunan. Saya yakin kebijakan satu peta akan mempermudah penyelesaian konflik yang timbul akibat tumpang tindih, pemanfaatan lahan, serta juga membantu penyelesaian batas daerah di seluruh Tanah Air," jelas dia.

Namn Jokowi mengingatkan agar pelaksanaan kebijakan satu peta ini dilaksanakan secara cermat, teliti, dan akurat. Selain itu, dia juga meminta agar segala permasalahan yang muncul di lapangan dicarikan solusi, khususnya tanah ulayat dan batas desa sehingga satu peta yang dihasilkan agar memberikan kepastian dan menjadi pegangan bagi masyarakat.

"Saya juga mengingatkan pekerjaan rumah yang harus dituntaskan untuk mewujudkan kebijakan satu peta," ujar dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

 

 

Jokowi Minta Kemendag Aktif Buka Pasar Ekspor

Capai USD 15,09 Miliar, Ekspor Oktober Meningkat
Petugas melakukan bongkar muat di Jakarta International Contener Terminal (JICT),Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (16/11). Nilai tersebut mengalami kenaikan 3,62% dibanding bulan sebelumnya. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk lebih aktif membuka pasar baru untuk ekspor produk Indonesia. Hal ini dilakukan untuk mengejar ketertinggalan ekspor Indonesia dari negara-negara lain di kawasan ASEAN.

Jokowi mengatakan, selama ini ekspor Indonesia kalah jauh tertinggal dibanding Thailand, Malaysia bahkan Vietnam. Padahal Indonesia memiliki sumber daya manusia (SDM) yang jauh lebih besar yang bisa menciptakan lebih banyak produk ekspor.‎

"Thailand penduduknya seperempat dari kita, menghasilkan 1,5 kali ekspor Indonesia. Vietnam dua per lima penduduknya, menghasilkan 1,2 kali ekspor negara kita. Malaysia penduduknya seperdelapan, menghasilkan 1,3 kali ekspor kita," ujar dia di Istana Negara, Jakarta, Rabu 31 Januari 2018.

Menurut Jokowi, ketertinggalan ekspor Indonesia dari negara-negara lain lantaran Indonesia selama ini hanya berkutat pada ekspor ke negara-negara yang sudah ada. Padahal banyak peluang bagi Indonesia untuk mengekspor produknya ke negara-negara baru atau nontradisional.

"Kita terlalu monoton ngurus pasar-pasar tradisional. Sudah bertahun-tahun kita ditinggal, negara lain yang mulai mengintervensi pasar-pasar baru," kata dia.

Dia mencontohkan, Pakistan dan Bangladesh merupakan pasar ekspor yang potensial lantaran jumlah penduduknya yang besar. Namun, selama ini Indonesia tidak benar-benar menggarap pasar di kedua nama tersebut.

"Kita tidak pernah menengok Pakistan misalnya, penduduknya 207 juta, dibiarkan tidak kita urus. Bangladesh misalnya, penduduknya bukan kecil, 160 juta. Ini pasar besar. Meskipun kita sudah surplus, tapi masih terlalu kecil angkanya. Bahkan kemarin ada expo di Bangladesh, kita tidak ikut. Semua negara ikut, kita enggak ikut," jelas dia.

Hal-hal seperti ini, lanjut Jokowi, harusnya menjadi perhatian bagi Kemendag beserta Indonesian Trade Promotion Center (ITPC) dan Atase Perdagangan. Sehingga negara-negara tersebut bisa secara serius digarap guna meningkatkan ekspor nasional.‎

"Kesalahan-kesalahan seperti ini yang rutin kita ulang-ulang dan enggak pernah kita perbaiki. Ini ada yang keliru. Saya ulang lagi, ada yang keliru. Dan tugas Dirjen (Direktur Jenderal), ITPC, Atase untuk membenahi ini, pasti ada keliru," tandas dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya