Liputan6.com, Jakarta Uang digital bitcoin kini semakin banyak dipakai sebagai alat transaksi pembayaran oleh masyarakat dunia. Meski demikian, bank sentral di dunia seperti Bank Indonesia (BI) masih khawatir akan keberadaan dan penggunaan uang digital ini di tengah masyarakat.
Pengamat Ekonomi Universitas Indonesia Chatib Basri justru berpandangan sebaliknya. Menurut dia, pemerintah sebaiknya dapat menerima keberadaan bitcoin sebagai mata uang digital.
Advertisement
Baca Juga
"Beberapa saat lalu, ada anak MIT (Massachusets Institute of Technology, Amerika Serikat) yang memperkenalkan Bucket, sebuah layanan yang mendigitalisasi uang kembalian. Ini adalah bentuk digital currency, di mana uang kembalian logam sudah tidak berguna," tukasnya di Hote Ritz Carlton, Jakarta, Senin (5/2/2018).
Layanan Bucket tersebut, papar Chatib, telah berhasil mengkonversikan bentuk fisik uang kembalian ke dalam bentuk Apple Pay atau voucher. Jumlah uang logam yang ada di Amerika Serikat sendiri diperkirakan sebesar US$ 9 miliar.
Dia melanjutkan, proses pembayaran di masa depan nantinya sudah tidak lagi mengandalkan sistem perbankan, melainkan dengan memanfaatkan kemudahan digital lewat dunia maya.
"Jadi yang mau saya bilang, suatu hari nanti pesan barangnya lewat online, dan bayarnya sudah enggak pake atm lagi. Sistem wallet-nya lewat handphone kita, semuanya masuk ke dunia maya," ujar dia.
Selain itu, Chatib menyatakan, bahwa pemerintah melalui bank sentral harus sudah bisa melihat fakta perkembangan uang digital tersebut. Meskipun dinilai berbahaya, kehadiran bitcoin tidak dapat terus menerus dilarang.
"Kalau bitcoin dilarang, sekarang ada enggak yang bisa yakin bahwa bitcoin tetap enggak berjalan? Seharusnya pemerintah merubah pola pandangnya, membuat regulasi terkait itu,"Â dia menegaskan.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
BI Kaji Teknologi Blockchain untuk Terbitkan Uang Digital
Bank Indonesia (BI) tengah melakukan kajian untuk menerbitkan digital currency atau uang digital. Salah satu teknologi yang dipertimbangkan bank sentral ini untuk memfasilitasi uang digital tersebut adalah blockchain.
Secara definisi, blockchain adalah besaran digital yang terdesentralisasi, meliputi transaksi-transaksi, dan bekerja dengan data yang diatur melalui serangkaian catatan yang disebut blok. Sistem blockchain juga diklaim memiliki proteksi yang tinggi.
"Blockchain itu akan kita dalami, kemungkinan digunakan bank sentral dalam penerbitan uang digital. Jadi ini akan terjaga oleh otoritas yang jelas dan menggunakan teknologi mutakhir," kata Gubernur BI, Agus DW Martowardojo di komples BI, Jumat (2/2/2018).
Saat ini, blockchain mulai banyak dikenal karena digunakan oleh bitcoin. Bitcoin menjadi fenomenal, mengingat nilainya yang terus melambung, meski otoritas keuangan Indonesia tidak mengakui dan melarang penggunaannya sebagai alat pembayaran.
Meski demikian, Agus meminta kepada masyarakat untuk tidak melihat blockchain sebagai sistem yang negatif karena sangat erat dengan bitcoin. Sistem tersebut merupakan bagian dari kemajuan teknologi yang harus dipertimbangkan demi menunjang industri keuangan lebih efektif dan modern.
"Kami jelaskan jangan dianggap posisi negatif teknologinya (blockchain). Kita ingin kembangkam teknologi yang mutakhir," tambah Agus.
Untuk pengembangan uang digital ini, BI perlu melakukan kajian yang mendalam sebelum nantinya diterbitkan. Setidaknya butuh waktu dua tahun untuk menyelesaikan kajian tersebut.
Â
Â
Advertisement