Liputan6.com, Jakarta - Pengusaha batu bara yang tergabung dalam Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) tak mempermasalahkan pengaturan harga batu bara untuk listrik PLN. Asalkan, hal tersebut berlaku dalam jangka panjang.
Ketua Umum APBI Pandu Patria Sjahrir mengatakan, hal itu dilakukan supaya pengusaha tak terlalu merugi ketika harga batu bara jatuh.
"Tapi long term saja. PLN member, jadi kami bikin winwin aja. Jangan mikir sekejap. Jadi pas harga naik, PLN untung, pas turun, perusahaan batubara nggak rugi banget. Nah, isu long term ini yang susah. Kalau enggak ya sudah ambil harga market aja," kata dia di Jakarta, Selasa (6/2/2018).
Advertisement
Baca Juga
Dia melanjutkan, saat ini pasokan batu bara untuk dalam negeri sekitar 100 juta ton per tahun. Ke depan, jumlah tersebut akan meningkat.
"Sekarang hampir 100 juta ton, ke depan bisa sampai 160-180 juta ton. Pemain kita kan nasionalis ya, pasti kita support. Kita nggak ada asingnya. Main poinnya, kita bisa 25 persen, tapi ke depan bisa 40-44 persen, bisa sampai 50 persen malah," ujar dia.
Perihal pengaturan harga batu bara ini, dia bilang, telah mencari solusi bersama PLN. Hasilnya, akan dibawa ke Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan pekan depan.
"Kami mengikuti Pak Menteri, B to B dulu. Kita sudah ngomong sama member buat ngomong sama PLN. Nah nanti pekan depan lapor ke Pak Menteri. Kalau belum ketemu, baru deh nanti gimana nih. Bilang juga ke Pak Menteri, kalau misalnya mau buat keputusan, efeknya ini dan lain-lain. Tapi kalau sudah diketok, ya udah mau apa," jelas dia.
Dia mengatakan, salah satu dampak dari pengaturan harga batu bara ini ialah penurunan penerimaan negara serta daerah.
"Opportunity lost, bisa jual US$80 jadi US$60 ya pasti berkurang. Berkurangnya bisa sampai 35 sampai 40 persen. Dan itu langsung ke kas negara, dan juga pendapatan daerah pasti akan turun. Tapi balik lagi lah, ini impactnya gimana, kita cuma bisa kasih impactnya ke pemeirntah. Tentu pemerintah pasti juga punya pertimbangan," tutur dia.
PLN Minta Pemerintah Beri Kepastian Pasokan dan Harga Batu Bara
Sebelumnya, PT PLN (Persero) berharap pemerintah menerapkan kebijakan kewajiban untuk memasok kebutuhan pasar dalam negeri atau domestic market obligation (DMO). Hal ini diperlukan untuk menjamin harga batu bara di dalam negeri yang akan berdampak pada kestabilan tarif listrik.
Direktur Pengadaan Strategis PLN Supangkat Iwan Santoso mengatakan, lonjakan harga batu bara di pasar internasional berdampak langsung pada biaya produksi listrik yang harus dikeluarkan PLN. Hal ini turut berpengaruh terhadap tarif listrik yang ditetapkan pemerintah.
"Pastilah (berpengaruh), karena biaya kami kan berapa persen dari batu bara ya. Signifikan. Tapi kami harus sepakat antar pemasok, sama PLN, sama negara harus sepakat," ujar dia di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Senin 5 Februari 2018.
Iwan mencontohkan, dalam Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP), PLN menetapkan asumsi harga batu bara di kisaran US$ 63 per ton. Jika harga batu bara tersebut naik menjadi US$ 80 per ton, maka PLN harus menanggung selisih biaya sekitar Rp 14 triliun.
"Kalau tahun kemarin di RKAP kan US$ 63-an. Ketika jadi US$ 80 sekian itulah yang dampak menjadi Rp 14 triliun. Tapi kami tidak bisa minta ganti nih. (US$ 14 triliun?) Itu selisih dari RKAP ke harga riil," kata dia.
Sebab itu, PLN ingin agar pemerintah menerapkan kebijakan DMO untuk menjamin pasokan dan harga batu bara di dalam negeri. Namun Iwan menyatakan pemerintah belum membuat keputusan terkait hal ini.
"Karena belum ada keputusan saya belum bisa bilang, karena pemerintah komitmen akan ambil keputusan tetapi juga tidak seenaknya sendiri makanya kami diminta bicara. Kalau pemerintah memutuskan, kan pemasok batu bara banyak. Yang ini mau yang itu enggak, nah itu kami diminta bicara dulu," tandas dia.
Advertisement