Liputan6.com, Jakarta - PT Bank Central Asia Tbk (BCA) siap mengikuti aturan yang diterbitkan oleh Kementerian Keuangan mengenai wajib lapor data kartu kredit nasabah yang transaksinya minimal Rp 1 miliar per tahun.
Direktur BCA Santoso mengatakan, BCA sebagai institusi yang melakukan kegiatan di Indonesia akan patuh dengan aturan yang dibuat pemerintahnya.
"Kebijakan Ditjen pajak, pada prisipnya BCA sebagai institusi di Indonesia ikut aturan," kata Santoso, saat menghandiri BCA Expoversary, di ICE BSD Tangerang, Jumat (9/2/2018).
Advertisement
Saat ini BCA tengah berdialog dengan asosiasi perbankan, agar kebijakan tersebut tidak membawa dampak pada industri perbankan. Selain itu juga mensosialisasikan ke nasabah.
Baca Juga
"kita sedang dialog ke asosiasi, diskusi jangan samapai memberikan dampak, namun spiritnya mensosialisasikan ke nasabah," ucapnya.
Untuk diketahui, wajib lapor data kartu kredit nasabah itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 228/PMK.03/2017 tentang Rincian Jenis Data dan Informasi serta Tata Cara Penyampaian Data dan Informasi yang Berkaitan Dengan Perpajakan.
Data transaksi nasabah kartu kredit yang wajib diserahkan ke Ditjen Pajak harus memuat nama bank, nomor rekening kartu kredit, ID merchant, nama merchant, nama pemilik kartu, alamat pemilik kartu.
Juga harus mencantumkan Nomor Induk Kependudukan (NIK)/Nomor paspor pemilik kartu, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pemilik kartu, bulan tagihan, tanggal transaksi, rincian transaksi, nilai transaksi, dan pagu kredit.
Ditjen Pajak akan mulai mengintip data dan informasi kartu kredit pada nasabah yang tercatat memiliki total tagihan dengan batas minimal Rp 1 miliar setahun untuk periode Januari-Desember 2018.
"Data (kartu kredit) itu dilaporkan perbankan untuk pertama kalinya kepada Ditjen Pajak paling lambat akhir April 2019," tegas Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak, Hestu Yoga Saksama.
Dongkrak Transaksi Tunai
Sebelumnya, Asosiasi Kartu Kredit Indonesia menilai, kebijakan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengintip data kartu kredit dapat menimbulkan kekhawatiran bagi pengguna kartu kredit.
Ketua Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI) Steve Marta mengatakan kebijakan tersebut juga menimbulkan kekhawatiran bagi nasabah yang berencana membuka kartu kredit.
"Ya seperti sebelumnya, ketakutan seperti sebelumnya, masyarakat engggan menggunakan lagi kartunya. Dan ini akan berdampak kembali meningkatnya transaksi tunai," tegas Steve kepada Liputan6.com.
Ia menuturkan, saat ini penggunaan kartu kredit setiap tahun meningkat. Ini juga terjadi sering upaya digalakkannya Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT). Per 2017, total jumlah kartu kredit yang beredar mencapai 17 juta kartu.
Sebelumnya, Menteri Keuangan telah menandatangani Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 228/PMK.03/2017 tentang Rincian Jenis Data dan Informasi serta Tata Cara Penyampaian Data dan Informasi yang Berkaitan Dengan Perpajakan. Di PMK tersebut, mengatur mengenai kewajiban perbankan melaporkan data kartu kredit kepada Direktorat Jendral Pajak (DJP).
Meski aturan tersebut sudah diteken Menteri Keuangan, Steve mengaku pihak asosiasi belum diajak diskusi mengenai implementasi aturan baru tersebut. Namun Asosiasi Kartu Kredit Indonesia akan berdiskusi dengan pihak DJP mengenai hal itu pada Senin sore ini.
Advertisement