Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah gencar membangun Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Tujuan pembangunan KEK ini untuk mempercepat perkembangan daerah serta sebagai model terobosan pengembangan kawasan untuk pertumbuhan ekonomi, antara lain di sektor industri, pariwisata dan perdagangan.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengungkapkan, keberadaan KEK saat ini diprioritaskan untuk ditempatkan di luar Jawa, khususnya KEK untuk sektor industri seperti KEK Arun di Lhokseumawe, Aceh.
"Dengan demikian, tujuan dibentuknya KEK adalah untuk mempercepat perkembangan industri di luar Jawa. Di jawa kawasan industri boleh, tapi kawasan industri insentifnya kalah dibanding KEK," tuturnya pada saat penandatanganan perjanjian kerjasama operasional dan investasi KEK Arun di Jakarta, Senin (12/8/2018).
Advertisement
Baca Juga
"Kebijakan Kawasan Ekonomi Khusus merupakan upaya khusus suatu terobosan bagi daerah, untuk memfasilitasi pertumbuhan ekonomi yang tidak Jawa sentris," tambah dia.
Menurut catatan, di Jawa hanya ada satu KEK di sektor pariwisata, yakni KEK di Tanjung Lesung, Banten. Sementara itu, di Sumatera sudah dikembangkan beberapa KEK, seperti KEK Sei Mangkei yang mengelola hilirisasi kelapa sawit serta karet, KEK Tanjung Kelayan di Belitung sebagai sektor pariwisata, dan juga KEK Arun di sektor industri.
"Yang perlu dicermati betul, ada banyak KEK milik Singapura dan Malaysia di tepian Selat Malaka. Itu saingan kita. Kita harus lebih menarik dari mereka agar investor cepat datang," tegas Darmin.
Selain dikembangkannya KEK, Darmin menyatakan, pembangunan infrastruktur yang di seluruh Indonesia yang akhir-akhir ini digalakan pemerintah, juga turut membantu lancarnya kegiatan ekonomi di kawasan khusus tersebut.
"Saya harap, perkembangan industri di luar Jawa akan semakin cepat. Saya percaya, Kawasan Ekonomi Khusus Arun akan jadi salah satu kawasan, yang bukan hanya kebanggaan pemerintah dan warga Aceh, tapi juga masyarakat Indonesia," pungkasnya.
Â
Tinjau Ulang UU KEK
Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) mengusulkan untuk meninjau ulang Undang-Undang (UU) Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Saat ini, dalam UU KEK tersebut dianggap tidak mampu menfasilitasi kebutuhan nyata sektor pariwisata.
"Sementara, kawasan-kawasan pariwisata unggulan di Indonesia, yang dominasi kawasan maritim yang jauh lebih besar ketimbang daratan, sejatinya membutuhkan keberpihakan khusus yang jauh berbeda dengan KEK Industri lainya," kata Ketua Pokja Pariwisata KEIN Dony Oskaria kepada Liputan6.com, Sabtu (30/12/2017).
Contohnya dalam hal urusan penetapan kawasan. Dalam UU KEK, kawasan diwajibkan berupa hamparan dengan luas tertentu. Kondisi ini menyulitkan daerah-daerah yang sejatinya tidak terdiri dari hamparan daratan, tapi potensi pariwisatanya sangat tinggi. Sebagai contoh, Danau Toba.
Dengan adanya aturan tersebut, KEK di Danau Toba hanya diputuskan sekelumit dari daratan saja. Tentu saja ini berimbas besar. Investor hanya mendapatkan sedikit saja keistimewaan investasi di kawasan tersebut. Padahal seharusnya, seluruh kawasan Danau Toba adalah Kawasan Ekonomi Khusus.
Â
Advertisement