Harga Emas Menguat Jelang Rilis Data Ekonomi AS

ekhawatiran yang muncul dan bisa mempengaruhi harga emas adalah pertumbuhan ekonomi yang lebih solid.

oleh Nurmayanti diperbarui 13 Feb 2018, 06:45 WIB
Diterbitkan 13 Feb 2018, 06:45 WIB
20151120-Harga-Emas-Naik-Jakarta-AY
Pedagang menunjukan emas di pusat penjualan emas kawasan Cikini, Jakarta, Senin (12/10/2015). Harga emas batangan masih sama selama 6 hari berturut-turut yakni Rp 549.000/gram. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, New York - Harga emas menguat dipicu melemahnya Dolar Amerika Serikat (AS). Namun kenaikan tersebut diperkirakan akan teredam menjelang rilis data inflasi dari Amerika Serikat pada akhir pekan ini. Itu bisa berarti suku bunga AS naik lebih cepat dari perkiraan.    

Melansir laman Reuters, Selasa (13/2/2018), harga emas di pasar spot naik 0,5 persen menjadi US$ 1.323,16 per ounce. Harga emas telah jatuh lebih dari 3 persen sejak mencapai puncak dalam 17 bulan di posisi US$ 1.366,07 pada Januari. Harga emas berjangka AS naik 0,8 persen menjadi US$ 1.26,40 per ounce.

Kekhawatiran tentang inflasi di Amerika Serikat muncul setelah data pertumbuhan lapangan kerja dan kenaikan upah yang keluar bulan ini, meningkatkan harapan bahwa pasar tenaga kerja AS akan membaik pada tahun ini.

Adapun data inflasi untuk bulan Januari akan jatuh tempo pada hari Rabu dan Federal Reserve rencananya akan bertemu pada 20-21 Maret.    

"Jadi cerita hari ini tentang kebijakan moneter AS dan dolar," kata Julius Baer, Analis  Carsten Menke.

Dia mengatakan kekhawatiran yang muncul dan bisa mempengaruhi harga emas adalah pertumbuhan ekonomi yang lebih solid, kenaikan upah dan kekhawatiran The Fed akan dipaksa menaikkan suku bunga lebih tinggi dari perkiraan saat ini.

Pelemahan Dolar terhadap mata uang lainnya, digunakan oleh investor sebagai tempat aman untuk memarkirkan aset di saat volatilitas pasar keuangan.

Maklum, greenback yang lemah membuat emas berdenominasi dolar lebih murah bagi pemegang mata uang lainnya dan berpotensi mendorong permintaan.

Adapun harga perak pada perdagangan kali ini naik 1,2 persen menjadi US$ 16,55 per ounce. Platina menambahkan 0,7 persen menjadi US$ 971,50 per ounce dan Paladium naik 1,1 persen menjadi US$ 986,97 per ounce.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

Data Ekonomi AS Bakal Bayangi Harga Emas Sepekan

Harga emas diprediksi tertekan pada pekan ini. Rilis data ekonomi Amerika Serikat (AS) seperti inflasi dan indeks dolar AS akan berdampak ke harga emas.

Harga emas sempat tertekan ikuti bursa saham AS yang turun tajam pada pekan lalu. Bahkan indeks saham Dow Jones turun lebih dari 1.000 poin dalam dua sesi. Total keseluruhan, indeks saham Dow Jones ditransaksikan di posisi 23.784. Indeks saham Dow Jones turun lebih dari enam persen sejak Jumat pekan lalu.

Harga emas pun ditransaksikan turun 2,7 persen ke posisi US$ 1.316,60 per ounce pada pekan lalu. "Ini bukan hal biasa melihat harga emas turun tajam. Ini pertama kali terjadi koreksi di pasar, dan kami berharap terjadi aksi jual dan dana kas investor naik. Mereka akan jual keuntungannya dan cairkan ke emas," jelas Eugen Weinberg, Kepala Riset Commerzbank, seperti dikutip dari laman Kitco, Senin (12/2/2018).

Ke depan, harga emas dapat lanjutkan penurunan dalam waktu dekat. Weinberg menuturkan, tidak banyak waktu untuk harga emas dapat kembali menguat. Oleh karena itu, ia harapkan investor jangka panjang dari harga emas berada di posisi rendah.

"Semakin lama krisis di bursa saham berlangsung, semakin banyak permintaan akan aset safe haven. Harus ada permintaan kuat di posisi US$ 1.300 per ounce," ujar dia.

Kepala Riset London Capital Group, Jasper Lawler mengatakan, koreksi saham tidak cukup untuk memacu permintaan emas. Dia menambahkan, koreksi 10 persen dipandang sehat oleh analis saham. Akan tetapi, bila saham turun dalam jangka panjang, ia menuturkan  emas dapat terlihat lebih menarik.

Lawler menambahkan, investor seharusnya tidak berharap harga emas dapat meroket dalam waktu cepat. Ini seiring ada harapan berkembang kalau bank sentral global akan perketat kebijakan moneter agresif," ujar dia.

Ia menambahkan, investor juga bertanya-tanya reaksi bank sentral bila inflasi terbalik. "Pasar emas butuh inflasi tinggi namun suku bunga rendah dapat menunjang hal tersebut," ujar dia.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya