Liputan6.com, Jakarta - Digitalisasi yang terjadi saat ini memunculkan kekhawatiran, bahwa banyak lapangan pekerjaan yang nantinya akan hilang tergantikan oleh teknologi terbarukan. Namun begitu, manusia sebagai pencipta teknologi tetap masih yang paling berkuasa dan dinilai dapat mengatur fenomena tersebut.
CEO Telkomtelstra Erik Meijer menjelaskan, teknologi digital seperti mesin dan diprediksi akan menggantikan beberapa jenis pekerjaan. Hal tersebut dikarenakan secara ongkos dan kualitas kerja, mesin lebih unggul.
Advertisement
Baca Juga
"Tapi nanti akan banyak pekerjaan lain yang bermunculan. Contohnya, profesi sebagai penganalisa data komputer, atau pekerjaan yang berhubungan dengan manusia, di mana manusia tidak ingin dirinya tergantikan oleh mesin atau teknologi," tutur Erik di Jakarta, seperti ditulis Senin (19/2/2018).
Selain itu, dia melanjutkan, profesi pelayanan jasa kesehatan seperti dokter dan bidan tetap akan dibutuhkan ke depannya. Meskipun sudah terbantu oleh teknologi, Erik menilai human interface masih tetap dibutuhkan pada jenis pekerjaan tersebut.
Ketika ditanya mengenai kemungkinan teknologi yang sepenuhnya akan menggantikan manusia pada profesi-profesi pelayanan jasa kesehatan itu, Erik mengatakan hal itu bisa saja terjadi.
"Bahkan sudah mulai ada prediksi bahwa sebagian tubuh manusia nantinya akan digantikan oleh mesin. Tapi jangan khawatir, pasti masih ada campur tangan manusia di belakangnya," pungkas Erik.Â
Tonton Video Pilihan di Bawah Ini:
Menteri PPN Sebut Arus Digitalisasi Makin Mainstream
Ekonomi dunia termasuk Indonesia ‎diperkirakan akan membaik pada 2018. Meski, dalam beberapa tahun terakhir, perusahaan ritel di Indonesia dan negara lain, seperti label sepatu Inggris, Clarks, atau koorporasi media Time Inc memutuskan menutup usahanya.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengungkapkan kondisi tutupnya gerai-gerai ritel dan bisnis konvensional lainnya di Indonesia maupun di negara lain, tidak terlepas dari pengaruh era digitalisasi.
"Iya (ekonomi membaik), tapi kan kita juga harus memperhatikan pengaruh dari digitalisasi. Itu sesuatu yang tidak bisa dihindari lagi. Ritel tutup bukan cuma di Indonesia, di seluruh dunia juga, apalagi Amerika Serikat. Yang besar-besar saja tutup," ucap dia di kantor Badan Pusat Statistik, Jakarta, pada 13 Februari 2018.Â
Menurutnya, pelaku usaha yang kreatif, inovatif, dan adaptif yang akan bertahap menghadapi derasnya arus digitalisasi. Mereka harus bisa membuat skema bisnis secara online, di samping tetap menjalankan secara offline atau konvensional.
"Kita bukan mau membela diri, tapi memang pelaku ekonomi yang bisa survive adalah pelaku ekonomi yang adaptif. Dia bisa cepat membuat skemanya offline dan online," terang Bambang.
Mantan Menteri Keuangan itu memperkirakan perubahan teknologi atau disruption akan berlangsung dalam jangka panjang. "Terus dong. Ini malah akan menjadi mainstream di kemudian hari dan ini bukan kebalikannya. Bukan gejala sementara, tapi gejala yang akan berkelanjutan ke depan," tegasnya.
Dalam hal ini, Bambang mengatakan, perlu ada pengendalian barang-barang impor yang masuk ke Indonesia. Jangan sampai toko-toko online di Indonesia justru menjual banyak barang impor ketimbang produk lokal.
"Kalau impornya terlalu dominan, maka industri dalam negerinya tidak jalan. Jadi, menurut saya lebih ke sana, mendorong produk yang dijual online adalah produk dalam negeri. Ritel tetap jalan, industri jalan," kata Bambang.
‎Lebih jauh, dia mengatakan, pemerintah harus memperkuat pendidikan vokasi yang mengarah pada teknologi informasi dan wirausaha. Tentunya untuk mengantisipasi maraknya penutupan ‎gerai ritel yang berdampak kepada pemutusan hubungan kerja (PHK).
"Vokasi bisa membuat orang bekerja mandiri, jadi kita harus antisipasi dari segi pendidikan dan lapangan kerjanya. Juga harus mulai berpikir melihat jenis pekerjaan apa yang tidak bisa tergantikan oleh revolusi industri 4.0," tukas Bambang.
Advertisement