Liputan6.com, Jakarta - Total utang pemerintah diprediksi akan menembus Rp 5.000 triliun pada 2020. Utang akan terus membengkak jika pemerintah tidak melakukan reformasi kebijakan dalam pengelolaan utang.
Menanggapi perkiraan tersebut, Direktur Strategi dan Portofolio Utang Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kemenkeu, Schneider Siahaan, mengatakan kebijakan penambahan utang adalah kebijakan politik antara pemerintah dan DPR.
Advertisement
Baca Juga
"Perkiraan utang pemerintah di 2020 masih terlalu dini untuk bisa dikonfirmasi, karena kebijakan penambahan utang adalah kebijakan politik pemerintah dan DPR dalam Undang-Undang (UU) APBN, jadi angka itu belum bisa diverifikasi kebenarannya," ujar Schneider saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Kamis (22/2/2018).
Dihubungi terpisah, Direktur Jenderal PPR Kemenkeu, Luky Alfirman, mengatakan penambahan utang pemerintah adalah konsekuensi dari adanya kebijakan defisit anggaran.
"Secara sistem dan struktur penganggaran di APBN, jika defisit, maka butuh pembiayaan yang saat ini dipenuhi sebagian besar dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN)," ujar Luky.
Artinya, selama Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) masih defisit, maka pemerintah tetap membutuhkan pembiayaan untuk menambal defisit tersebut.
Pembiayaan ini bersumber dari penerbitan SBN dan pinjaman. Sebagai contoh di APBN 2018, pemerintah menetapkan defisit sebesar Rp 325,9 triliun atau 2,19 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Untuk menutup defisit tersebut, pemerintah membutuhkan pembiayaan berasal dari utang sebesar Rp 399,2 triliun, yang berasal dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 414,5 triliun dan pinjaman neto negatif Rp 15,3 triliun.
Pemerintah, ujar Luky, berupaya menjaga batas defisit di bawah 3 persen dari PDB sesuai amanat Undang-Undang Keuangan Negara. Termasuk mengurangi keseimbangan primer di APBN.
"Kami juga tetap mengalokasikan pembayaran bunga utang maupun pembayaran cicilan pokok (utang)," dia menerangkan.
Dari data Kemenkeu, pembayaran bunga utang pemerintah di Januari 2018 sebesar Rp 23,2 triliun. Angka ini naik dibanding periode yang sama tahun lalu senilai Rp 22,6 triliun.
Guna menjaga fiskal tetap berkesinambungan, diakui Luky, pemerintah melihat indikator rasio utang terhadap PDB sesuai UU Keuangan Negara dengan batas tidak melebihi 60 persen dari PDB.
"Tahun ini, rasio utang pemerintah kita perkirakan akan mencapai 29,1 persen atau masih jauh dari batas tersebut. Jadi masih cukup aman dan terkendali," tukasnya.
Tonton Video Pilihan di Bawah Ini:
Utang Pemerintah Bakal Tembus Rp 5.000 Triliun pada 2020?
Total utang pemerintah diperkirakan bisa mencapai Rp 5.000 triliun pada 2020. Hal ini terjadi jika pemerintah tidak melakukan reformasi kebijakan yang terkait dengan utang pemerintah.
Direktur Indonesia Development and Islamic Studies (IDEAS) Yusuf Wibisono mengatakan, saat ini utang pemerintah telah menembus angka Rp 3.000 triliun. Utang tersebut mayoritas digunakan untuk menjalankan kebijakan fiskal pemerintah.
"Fiskal space hampir seluruhnya dari utang. Kita defisit (anggaran) sejak Orde Baru sampai sekarang, selalu defisit. Harusnya berimbang," ujar dia di Jakarta, seperti ditulis Selasa (24/5/2016).
Yusuf mengungkapkan, melihat hal tersebut, utang pemerintah berpotensi menembus angka Rp 5.000 triliun dalam empat tahun mendatang. Hal ‎tersebut bisa terjadi jika pemerintah tidak melakukan reformasi terhadap kebijakan-kebijakan berkaitan dengan penggunaan anggaran.
"Utang itu digunakan untuk melayani keperluan investor, baik dalam maupun luar negeri, sedangkan anggaran untuk kemiskinan hanya dari anggaran sisa. Tanpa adanya reformasi, maka akan semakin besar bebannya.‎ Pada 2020 bisa Rp 5.000 triliun, sekarang sudah Rp 3.000-an triliun," ucap dia.
Seperti diberitakan sebelumnya, total utang pemerintah hingga Maret 2016 mencapai Rp 3.263,52 triliun. Total utang tersebut sekitar 27 persen dari total Produk Domestik Bruto (PDB). Rasio utang terhadap PDB tersebut masih jauh di bawah ketentuan undang-undang.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan, dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara batas maksimal rasio utang terhadap PDB sebesar 60 persen. Dengan posisi saat ini, maka utang Indonesia masih dianggap aman.
"Jadi total akumulasi utang pemerintah 27 persen dari total PDB. Jelas termasuk relatif rendah dibanding negara yangperekonomiannya sama atau lebih besar dibanding Indonesia," kata dia.‎
Total utang pemerintah tersebut terdiri atas pinjaman dari lembaga donor dan negara lain sebesar Rp 750,16 triliun. Sedangkan Surat Berharga Negara (SBN) mencapai Rp 2.513,36 triliun.
Untuk pinjaman, Bambang mengatakan mayoritas berasal dari luar negeri yang terdiri dari ‎Bank Dunia, Jepang, Asian Development Bank (ADB), Prancis dan Jerman.
Dari SBN, pemerintah telah menerbitkan sebanyak Rp 2.‎513, 36 triliun yang dari valuta asing sebesar Rp 656,6 triliun yang terdiri dari dolar, euro, dan yen. Sementara, sisanya atau mayoritas berupa rupiah dengan total Rp 1.854,78 triliun.
Advertisement