Penjelasan Ditjen Pajak soal Pengusaha Manipulasi Omzet Usaha

Ditjen Pajak dapat hitung dan tetapkan omzet usaha wajib pajak yang terbukti tidak mencatatkan dan melakukan pembukuan secara penuh.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 02 Mar 2018, 15:21 WIB
Diterbitkan 02 Mar 2018, 15:21 WIB
Pajak
Ilustrasi Foto Pajak (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan dapat menghitung dan menetapkan omzet usaha Wajib Pajak (WP) yang terbukti tidak mencatatkan dan melakukan pembukuan secara penuh saat diperiksa petugas pajak. Dengan begitu, petugas pajak dapat menghitung besaran pajak yang harus dibayar.

Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 15/PMK.03/2018 tentang Cara Lain untuk Menghitung Peredaran Bruto yang diterbitkan Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak, Hestu Yoga Saksama mengungkapkan, sesuai Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), WP Badan dan WP Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas wajib menyelenggarakan pembukuan.

Aturan ini dikecualikan bagi pelaku usaha yang memiliki omzet sampai dengan Rp 4,8 miliar per tahun karena sudah ditetapkan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Final 1 persen dari omzet sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2013.

Dalam praktiknya, Hestu Yoga menegaskan, pada saat dilakukan pemeriksaan, didapati wajib pajak yang wajib menyelenggarakan pembukuan tersebut, ternyata tidak sepenuhnya menyelenggarakan pembukuan atau tidak meminjamkan pembukuan, beserta bukti-bukti pendukungnya saat dilakukan pemeriksaan.

"Oleh sebab itu, peredaran brutonya tidak dapat diketahui dengan pasti dari pembukuannya," jelas dia saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Jumat (2/3/2018).

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

 


Selanjutnya

Pajak
Ilustrasi Foto Pajak (iStockphoto)

PMK 15/2018, kata Hestu Yoga, sebagai pelaksanaan Pasal 14 ayat (5) UU PPh, memberikan kejelasan, kepastian hukum dan keadilan tentang metode yang akan digunakan oleh pemeriksa dalam menghitung dan menetapkan peredaran usaha WP.

"Metode-metode yang ada di PMK itu sudah biasa kita gunakan dan kita mengenalnya sebagai metode tidak langsung karena tidak bersumber dari pembukuan WP," tutur Hestu Yoga.

Bagi WP, ia menambahkan, tujuan dari penerbitan PMK ini untuk memberikan kepastian dan perlindungan agar pemeriksa tidak sewenang-wenang atau menggunakan metode yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dalam menetapkan peredaran bruto. Jadi, harus menggunakan metode yang ada dalam PMK tersebut.

"Ini pendekatan saja melalui perhitungan biaya hidup di dalam menetapkan penghasilan dan pajak yang harus dibayar. Ini bukan untuk mengetahui rahasia dan gaya hidup WP," ujar Hestu Yoga.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya