Masyarakat Perbatasan RI-Malaysia Nikmati Listrik dari Tenaga Surya

Pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) terpusat di desa Tepian, kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara resmi beroperasi.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 12 Mar 2018, 10:00 WIB
Diterbitkan 12 Mar 2018, 10:00 WIB
PLTS Cirata, Purwakarta, Jawa Barat.
PLTS Cirata, Purwakarta, Jawa Barat. (Foto: Pebrianto Eko/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) terpusat di desa Tepian, kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara resmi beroperasi. Pembangunan PLTS ini menelan investasi sebesar Rp 5,9 miliar.

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Rida Mulyana‎ mengatakan, PLTS Tepian berkapasitas 75 KW dapat menerangi sekitar 140 rumah dan empat fasilitas umum (fasum). Hal ini dengan perhitungan masing-masing rumah (kecuali fasum) memperoleh daya 220 W dengan batasan penggunaan sebesar 600 Wh.

"Sesuai visi Nawacita bapak Presiden, kami memang memprioritaskan penyediaan listrik di daerah-daerah terdepan, terluar dan terpencil (3T)," ujar Rida, di Jakarta, Senin (12/3/2018).

Rida menuturkan, listrik bukan hanya sekadar menerangi namun sudah merupakan peradaban, dengan ada listrik anak-anak bisa belajar malam hari dengan baik, mengaji pada malam hari bisa lebih lama, dan juga bisa menggunakan internet sehingga terhubung dengan dunia luar.

Terlebih kabupaten Nunukan merupakan salah satu daerah di Indonesia yang berbatasan langsung dengan Malaysia, sehingga ini menjadi pengikat NKRI.

"Hal inilah yang menjadi alasan Presiden membangun dari daerah terdepan (daerah perbatasan) supaya tidak ada lagi WNI yang memlih untuk pindah kewarganegaraan karena pembangunan yang timpang dengan negara tetangga," ujar dia.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

Selanjutnya

PLTS Cirata, Purwakarta, Jawa Barat.
PLTS Cirata, Purwakarta, Jawa Barat. (Foto: Pebrianto Eko/Liputan6.com)

Ditemui di kesempatan yang sama, Kepala Desa Tepian Nurdiansyah mengatakan pembangunan PLTS ini meningkatkan kualitas hidup masyarakat desa, khususnya di sektor pertanian dan pendidikan.

Dulu pengolahan hasil pertanian masih manual, sekarang sudah pakai alat-alat elektronik sehingga berdampak pada meningkatnya hasil produksi," kata Nurdiansyah.

 "Kegiatan belajar-mengajar pun jadi lebih kreatif karena sekarang di sekolah banyak menggunakan media audio visual," tambah dia.

Sebelum dibangunnya PLTS ini, warga hanya mengandalkan pencahayaan tradisional seperti lilin dan petromak. Hanya segelintir warga dapat menikmati listrik yang bersumber dari genset, dengan konsekuensi harga yang harus dibayar sangat besar.

Penggunaan genset menghabiskan dana hingga Rp 2 juta per bulan per orang. Sedangkan, untuk menikmati listrik dari PLTS ini, warga dibebankan iuran hanya sebesar Rp 50 ribu per orang.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya