Metode Penunjukan Langsung Harus Dihilangkan dalam Pemilihan Penyalur Gas

Dengan adanya proses lelang, maka pemenang lelang akan diberikan hak wilayah selama kurang lebih 30 tahun.

oleh Ajang Nurdin diperbarui 23 Mar 2018, 15:21 WIB
Diterbitkan 23 Mar 2018, 15:21 WIB
Jelang Tutup Tahun 2014, Kuota BBM Subsidi Kian Menipis
Kendaraan bermotor bersiap mengisi bahan bakar minyak di salah satu SPBU di Jakarta, Rabu (24/12). BPH Migas menyatakan kuota BBM bersubsidi tinggal 1,7% atau 782.000 kiloliter dari total yang dianggarkan dalam APBN-P 2014. (Liputan6.com/Miftahul Hayat)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mendorong mekanisme lelang dalam pemilihan operator yang akan melakukan distribusi dan transmisi gas. Langkah lelang dapat mewujudkan efisiensi sehingga mampu menekan harga gas menjadi lebih murah.

Kepala BPH Migas M Fanshurullah Asa mengatakan, selama ini proses distribusi gas yang dilakukan di sejumlah daerah dengan penunjukkan langsung. Dengan begitu, toll fee atau biaya angkut gas tidak terkontrol.

"Kalau penunjukkan langsung ini hubungannya business to business, atau perjanjian hanya terjadi antar badan usaha ke badan usaha lain sehingga tidak terkontrol toll fee berapa," kata dia seperti ditulis, Jumat (23/3/2018).

Dengan adanya proses lelang, maka pemenang lelang akan diberikan hak wilayah selama kurang lebih 30 tahun. Dampaknya tidak akan ada tumpang tindih keberadaan pipa distribusi di suatu wilayah. Selain itu, akan terwujud juga efisiensi harga gas.

Selain itu Fanshurullah mengatakan, aturan dasar lelang sudah ada satu bulan yang lalu. Menteri ESDM Ignasius Jonan sudah menerbitkan Pelaturan Menteri (Permen) Nomor 04 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Gas Bumi pada usaha hilir Minyak dan Gas Bumi. 

Dengan adanya aturan ini maka Badan Usaha (BU) yang ingin menjalankan bisnis distribusi dan transmisi gas tinggal Mengajukan ke BPH Migas. "Badan Usaha tidak perlu lagi melalui tahapan Kajian Konsultan dan BUMN,"Kata Fanshurullah.

 

 

Pemda Hambat Program BBM Satu Harga

Jelang Tutup Tahun 2014, Kuota BBM Subsidi Kian Menipis
Kendaraan bermotor bersiap mengisi bahan bakar minyak di salah satu SPBU di Jakarta, Rabu (24/12). BPH Migas menyatakan kuota BBM bersubsidi tinggal 1,7% atau 782.000 kiloliter dari total yang dianggarkan dalam APBN-P 2014. (Liputan6.com/Miftahul Hayat)

Sebelumnya, Anggota Komite Badan Pengatur Kegiatan Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Hendry Ahmad mengatakan, ‎pembangunan infrastruktur penyalur BBM Satu Harga seperti stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) terkadang lama.

Salah satu penyebabnya adalah terhambatnya perizinan dari pemerintah daerah (pemda). "Jadi Pertamina keluarkan izin prinsip, terus ada izin lokasi dikeluarkan pemda‎," kata Hendry, di Jakarta, Selasa (20/3/2018).

Menurut Hendry, izin yang lama dikeluarkan pemda biasanya karena pembangunan infrastruktur lembaga penyalur BBM berbenturan dengan rencana daerah. "Mungkin ada rencana daerah yang tidak sesuai. Kadang unsur politis juga masuk," tuturnya. 

Selain terhambat perizinan pemda, pencarian investor dan penentuan lokasi juga membuat pelaksanaan program BBM satu harga yang bertujuan untuk memberikan rasa keadilan untuk masyarakat di wilayah terdepan, terluar dan terpencil (3T) terhambat.

‎"Lama itu izin pemda dan lokasi itu agak lama. Pertama sulit cari investor ada juga kesulitan pemda," ujarnya.

Hendry mengungkapkan, BPH Migas akan turun tangan untuk mengurai terhambatnya perizinan pada tingkat pemda. Hal tersebut telah dilakukan di Pulau Mentawai Sumatera Barat.

"BPH Migas membantu, saya di Menatawai saya selesaikan dengan bupati ini terjadi juga di Sumatera Barat," tandasnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya