Pendirian BUMDes Masih Terkendala Pengetahuan Masyarakat

BUMDes adalah sebuah lembaga usaha desa yang dikelola oleh pemerintah desa juga masyarakatnya.

oleh Liputan6.com diperbarui 06 Apr 2018, 12:04 WIB
Diterbitkan 06 Apr 2018, 12:04 WIB
Jokowi Tinjau Program Padat Karya Tunai di Desa Pematang Panjang
Presiden Jokowi meninjau pembangunan akses jalan menuju persawahan yang berada di Desa Pematang Panjang, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, Senin (26/3). Pembangunan dilakukan untuk memudahkan akses warga menuju area persawahannya. (Liputan6.com/Pool)

Liputan6.com, Jakarta Direktur Pengembangan Inklusi Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Eko Ariantori, menyebut pembentukan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) terkendala beberapa masalah. Salah satunya, masih banyak masyarakat desa yang tidak memiliki pengetahuan akan pentingnya BUMDes.

"Pertama tipe ketidaktahuan. Kedua kepala desa yang tahu, ada inisiatif mendirikan BUMDes, tapi tidak merasa ada untungnya. Ketiga, ada yang tahu, tapi mendirikannya itu asal saja. Akhirnya kita pelan-pelan membangun mimpi mereka, kenapa mau mendirikan," jelas dia, Jumat (6/4/2018).

Eko mengatakan, sejauh ini OJK secara partisipatif mendekati beberapa perangkat desa. Mulai dari kepala dan sekretaris desa untuk melakukan pendataan potensi desa tersebut.

Selain itu, OJK juga memfasilitasi dan mendampingi desa-desa dalam melakukan musyawarah desa. Sehingga nantinya akan menghasilkan satu peraturan desa (Perdes) untuk memberikan BUMDes dan menyusun satu perjanjian kerja sama antardesa.

Seperti diketahui, BUMDes adalah sebuah lembaga usaha desa yang dikelola oleh pemerintah desa juga masyarakatnya, dengan tujuan memperkuat perekonomian desa dan dibentuk berdasarkan kebutuhan dan potensi yang ada di desa tersebut.

 

OJK Sinergikan Program Inklusi Keuangan dan BUMDes Tangani Ketimpangan Ekonomi

Ilustrasi warga desa.
Ilustrasi warga desa.

Direktur Pengembangan Inklusi Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Eko Ariantori, menyebut saat ini pihaknya tengah fokus terhadap inklusi keuangan berkelanjutan. Salah satunya adalah melalui sinergi program dengan Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) yang diyakini mampu mendorong perwujudan desa maju dan masyarakat sejahtera.

Dengan adanya Bumdes, diharapkan juga dapat mengurangi terjadinya ketimpangan antara perkotaan dengan perdesaan. "Membangun itu butuh akses keuangan jadi melalui program BUMDes yang kita sinergikan dengan program inklusi keuangan kita harapkan gap antara desa kota terkait dengan inklusi keuangan dan literasi keuangan bisa mengejar ketertinggalannya," kata Eko pada saat Pelatihan dan Gathering Media Massa, di Purwokerto, Kamis, (5/3) malam.

Sejauh ini, lanjut dia, sangat jelas terlihat bagaimana ketimpangan antara kota dan desa masih tinggi. Di mana tingkat kemiskinan di desa masih 13,9 persen, atau dua kali lipat dari tingkat kemiskinan di kota yang berkisar 7,72 persen.

Padahal, saat ini, potensi kekayaan desa cukup besar. Dengan total 74.958 desa, 61.821 desa memiliki potensi dalam pengelolaan sektor pertanian. 20.034 desa berpotensi di perkebunan, 12.827 desa berpotensi di perikanan, 1.902 desa berpotensi di wisata, dan 65.587 desa berpotensi di energi baru dan terbarukan.

Melihat potensi tersebut, OJK pun berinisasi bersama seluruh stakeholder untuk memfasilitasi di dalam percepatan pembangunan di desa melalui BUMDes. "OJK memfasilitasi BUMDes menjadi model yang inklusif. Partisipasi masyarakat besar, sektor keuangan sehat, ITnya bisa memfasilitasi koneksi-koneksi desa dengan baik," tandasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya