Cegah Ancaman Monopoli, KPPU Terus Awasi Langkah Akuisisi Grab Terhadap Uber

Akuisisi Uber oleh Grab di kawasan Asia Tenggara juga menjadi sorotan komisi persaingan usaha di berbagai negara.

oleh Liputan6.com diperbarui 09 Apr 2018, 13:34 WIB
Diterbitkan 09 Apr 2018, 13:34 WIB
Pengemudi Uber
Ratusan pengemudi Uber melakukan konvoi perpisahan Bundaran HI, Jakarta, Sabtu (7/4). Setelah Uber di akuisisi oleh perusahaan Grab kini sebagaian besar driver berpindah ke Gojek. (Merdeka.com/Imam Buhori)

Liputan6.com, Jakarta Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memastikan akan terus mengawasi langkah Grab yang telah mengakuisisi Uber. Pengawasan ini demi menjaga persaingan di bisnis transportasi online tetap sehat.

"Kami berharap tetap ada kompetisi, maka KPPU akan melakukan monitoring terhadap perilaku monopolinya. Karena orang boleh melakukan monopoli, tapi jika melakukan praktik monopoli, itu yang dilarang," kata Komisioner KPPU Saidah Sakwan seperti dikutip dari Antara di Jakarta, Senin (9/4/2018).

Dia mengatakan jika nanti ada salah satu pemain yang bertindak monopoli, dengan memainkan harga, maka regulator akan turun tangan.

"Praktik ini yang nanti akan kami monitor dari sisi perilaku. Apakah nanti Grab berperilaku monopoli atau tidak. Karena dalam Undang Undang Persaingan Usaha tidak boleh berperilaku monopolitisik," ujarnya.

Selain itu, KPPU juga mencermati proses peralihan mitra Uber ke Grab yang tidak berjalan lancar. Meski menjadi persoalan terpisah dari isu persaingan usaha, namun KPPU memiliki kewenangan untuk menjaga agar driver tidak dirugikan selaku mitra karena tertuang dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.

"Kemarin ada problem saat peralihan mitra Uber ke Grab, itu memang persoalan tersendiri. Namun KPPU juga mendapat mandat untuk mengawasi program kemitraan dengan para driver tersebut. Apakah kemitraan itu adil dan sehat atau tidak, eksploitatif atau tidak. Itu jadi concern kami," ucapnya.

 

 

Jadi Sorotan

Uber Diakuisisi Grab, Mantan Driver Pindah Massal ke Go-Jek
Sejumlah driver Uber mengantre untuk mendaftar menjadi pengemudi Go-Jek di kantor cabang Gunung Sahari, Jakarta, Minggu (1/4). Pasca diakuisisi oleh Grab, ratusan mantan driver Uber mendaftarkan diri menjadi mitra Go-Jek. (Merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Akuisisi Uber oleh Grab di kawasan Asia Tenggara juga menjadi sorotan komisi persaingan usaha di berbagai negara.

Hilangnya Uber, membuat Grab hampir tanpa pesaing di Asia Tenggara, kecuali di Indonesia yang memiliki Go-Jek, perusahaan aplikator lokal yang mampu berkompetisi.

Dampak dari akuisisi Uber oleh Grab pun membuat banyak negara di Asia Tenggara meminta Go-Jek hadir dan menahan monopoli Grab di negaranya.

Selain KPPU, komisi persaingan Filipina, Malaysia, dan Singapura kini tengah menyelidiki akuisisi saham Uber di Asia Tenggara oleh Grab yang dikhawatirkan berpengaruh terhadap persaingan usaha.

"Akuisisi ini akan berdampak terhadap bisnis transportasi, untuk itu kami akan melihat dengan lebih cermat," ujar Komisi Persaingan Filipina seperti ditulis oleh Reuters.

Bahkan komisi persaingan usaha Singapura (Competition Comission of Singapore) secara tegas meminta kepada Grab agar tidak menaikkan harga dan mempertahankan tarif yang berlaku saat ini.

Pengamat bisnis dan juga Managing Partner Inventure, Yuswohady mengatakan, dalam dunia bisnis, akuisisi memang menjadi cara paling mudah untuk bisa tumbuh dengan cepat.

Namun, yang perlu menjadi perhatian dalam akuisisi Uber oleh Grab adalah dampaknya kepada masyarakat selaku pengguna jasa. Sebab, dikhawatirkan akan berdampak pada kenaikan tarif.

Pada awal berbisnis, kata Yuswohady, pelaku usaha akan memperlakukan konsumen layaknya raja. Dia akan gencar melakukan promo untuk menekan tarif demi merebut hati konsumen sekaligus menyingkirkan kompetitornya, seperti yang dilakukan Grab saat ini.

Uber hengkang dari kawasan Asia Tenggara lantaran terus merugi bersaing dengan Grab dalam subsidi tarif, di mana pada 2017 saja mencatatkan rugi USD 4,5 miliar atau sekitar Rp 60 triliun.

Oleh karena itu, Yuswohady meminta pemerintah mengantisipasi agar persaingan tidak sehat dalam bisnis ini di Indonesia tidak sampai terjadi. "Regulator perlu waspada," kata Yuswohady.

Tonton Video Ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya