Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor Indonesia pada Maret 2018 mencapai USD 15,58 miliar, naik sebesar 10,24 persen dibandingkan Febuari 2018. Sementara dibandingkan Maret 2017, ekspor Indonesia juga meningkat hingga 6,14 persen.
"Ekspor bulan Maret sebesar USD 15,58 miliar. Angka ini naik apabila dibandingkan dengan bulan Febuari sebelumnya," ujar Kepala BPS Suhariyanto di Gedung BPS, Jakarta, Senin (16/4/2018).
Peningkatan ekspor disumbang oleh meningkatnya ekspor nonmigas sebesar USD 14,24 miliar naik 11,77 persen dibanding Febuari 2018. Demikian juga dibanding ekspor nonmigas Maret 2017 naik 8,16 persen.
Advertisement
"Ada beberapa komoditas non migas yang mengalami peningkatan harga dari Januari sampai Maret," ujar Suhariyanto.
Baca Juga
Peningkatan terbesar ekspor nonmigas Maret 2018 terhadap Febuari 2018 terjadi pada bahan bakar mineral sebesar USD 358,9 miliar atau 18,58 persen. Sedangkan penurunan terjadi pada timah sebesar USD 92,5 juta atau 45,25 persen.
Secara kumulatif (Januari-Maret 2018), nilai ekspor Indonesia mencapai USD 44,27 miliar atau meningkat 8,78 persen. Sedangkan ekspor nonmigas mencapai USD, 40,41 miliar meningkat 9,53 persen.
Sementara itu, menurut sektor, ekspor November disumbang oleh industri, tambang, migas dan pertanian. Masing masing sektor menyumbang industri 72,37 persen, tambang 16,72 persen, migas 9,16 persen dan pertanian 1,75 persen.
Â
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Diprediksi Defisit hingga USD 200 Juta
Sebelumnya neraca perdagangan Indonesia pada Maret ini diramal akan kembali mengalami defisit hingga US$ 200 juta. Jika terbukti, maka empat kali berturut-turut neraca perdagangan Indonesia tekor.
Ekonom dari PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede memproyeksikan kinerja ekspor akan terkontraksi sebesar 2,1 persen (year on year/yoy), sementara laju impor tumbuh 9,7 persen (yoy)."Sehingga neraca perdagangan pada Maret ini diperkirakan defisit sekitar US$ 200 juta," kata Josua dalam ulasannya kepada Liputan6.com, Jakarta, Senin 16 April 2018.
Dia menjelaskan, kinerja ekspor pada bulan ketiga ini diperkirakan melambat karena tren penurunan beberapa komoditas ekspor Indonesia selama Maret, seperti CPO (-2,1 persen MoM), batu bara (-5,4 persen MoM), dan karet alam (-2,2 persen MoM).
Josua menambahkan, volume ekspor diperkirakan cenderung menurun seiring penurunan aktivitas manufaktur dari mitra dagang utama Indonesia, antara lain Tiongkok, Jepang, India, Eropa, dan ASEAN.
"Penurunan aktivitas manufaktur sebagian besar mitra dagang ditunjukkan dengan penurunan pertumbuhan Baltic Dry Index," ujarnya.
Sementara di sisi impor, kata Josua, masih tumbuh solid meskipun laju impor menurun dari dua bulan sebelumnya sejalan dengan penurunan aktivitas manufaktur Indonesia. Namun masih akan didominasi oleh impor barang modal terkait dengan kegiatan investasi.
Dengan demikian, diproyeksikan Josua, secara kumulatif pada kuartal I ini, neraca perdagangan akan defisit sekitar US$ 1,1 miliar dibandingkan kuartal yang sama 2017 surplus US$ 4,1 miliar, dan kuartal IV-2017 surplus US$ 1 miliar.
"Melebarnya defisit perdagangan tersebut, maka defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) diperkirakan melebar di kisaran 2-2,5 persen terhadap PDB pada kuartal I tahun ini," Josua menjelaskan.
Dihubungi terpisah, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira Adhinegara memperkirakan neraca perdagangan akan mencetak defisit di Maret ini."Proyeksi neraca perdagangan Maret masih defisit di kisaran US$ 50-70 juta," ujarnya.
Defisit tersebut, kata dia, cenderung mengecil karena faktor musiman ekspor periode Maret-April biasanya meningkat seiring normalisasi produksi di negara tujuan ekspor, seperti China, AS, India dan Eropa.
"Permintaan bahan baku dari Indonesia diharapkan membaik," ucap dia.
Meskipun kinerja ekspor diramal membaik, tapi dari sisi impor akan terjadi lonjakan khususnya impor minyak dan gas (migas). "Naiknya kebutuhan domestik terhadap bahan bakar minyak (BBM) dan tren kenaikan harga minyak dunia akan membuat impor migas melanjutkan tren kenaikan," tuturnya.
Selain itu, diakui Bhima, faktor pelemahan kurs rupiah pada Maret juga berkontribusi terhadap lonjakan nilai impor di hampir seluruh jenis barang, yakni impor bahan baku, impor barang modal, dan impor barang konsumsi.
"Soal impor bahan baku yang diperkirakan naik secara tahunan ada sisi positifnya karena ini menunjukkan permintaan industri dalam negeri semakin membaik seiring pemulihan konsumsi rumah tangga dan persiapan jelang Lebaran karena permintaan produk industri terutama makanan minuman akan tinggi," terangnya.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Â
Â
Advertisement