Harga Minyak Turun karena Risiko Konflik Suriah Mereda

Besar kemungkinan harga minyak akan kembali merangkak naik dengan berbagai macam sentimen yang ada.

oleh Arthur Gideon diperbarui 17 Apr 2018, 06:00 WIB
Diterbitkan 17 Apr 2018, 06:00 WIB
Ilustrasi Harga Minyak Naik
Ilustrasi Harga Minyak (Liputan6.com/Sangaji)

Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak turun pada penutupan perdagangan Senin (Selasa pagi waktu Jakarta) karena kekhawatiran investor mengenai meningkatan ketegangan di Timur Tengah mulai berkurang. Pada akhir pekan kemarin Amerika Serikat (AS) dan sekutunya melakukan serangan udara ke Suriah.

Mengutip Reuters, Selasa (17/4/2018), harga minyak mentah Brent berjangka turun USD 1,16 pada ke level USD 71,42 per barel. Sementara harga minyak berjangka AS turun USD 1,17 ke level USD 66,22 per barel.

AS, Prancis dan Inggris meluncurkan 105 rudal pada Sabtu kemarin dengan menargetkan ke tiga fasilitas senjata kimia di Suriah sebagai pembalasan atas dugaan serangan gas beracun pada 7 April lalu.

Harga minyak meningkat hampir 10 persen menjelang aksi serangan udara AS dan sekutunya. Harga minyak melonjak karena adanya kekhawatiran kekurangan pasokan dengan adanya konflik di Suriah tersebut.

"Tetapi kekhawatiran tersebut turun karena tidak adanya aksi balasan setelah adanya serangan urada tersebut," jelas analis senior RJO Futures, Chicago, AS, Phil Streible.

Namun ia melanjutkan, besar kemungkinan harga minyak akan kembali merangkak naik dengan berbagai macam sentimen yang ada.

Mulai dari konflik di Suriah ini, pelemahan nilai tukar dolar AS, Ketidakpastikan kebijakan di Amerika Serikat dan juga perang dagang.

"Mengenai Suriah memang mulai mereda tetapi ada beberapa hal lain yang saat ini menarik perhatian pelaku pasar," tambah analis BNP Paribas Harry Tchilinguirian.

Konflik Suriah

Luluh Lantak, Begini Kerusakan Parah di Suriah Usai Diserang AS
Pemandangan di Pusat Penelitian Ilmiah Suriah yang rusak parah akibat serangan AS dan sekutunya di Barzeh, Damaskus (14/4). Sebelumnya telah terjadi serangan udara yang dilancarkan AS dan sekutu ke Suriah di Distrik Barzah, Damaskus. (AP/Hassan Ammar)

Untuk diketahui, bersama koalisi militernya, Amerika Serikat, Prancis, dan Inggris melancarkan serangan militer ke Suriah. Menurut Presiden Amerika Serikat Donald Trump, tindakan ini dilakukan untuk merespons serangan senjata kimia di negara tersebut.

Dikutip dari laman BBC, pada Sabtu kemarin, kebenaran serangan militer itu disampaikan secara langsung oleh Trump lewat siaran televisi.

"Sebuah operasi gabungan bersama angkatan bersenjata Prancis dan Inggris tengah berlangsung saat ini," ujar Presiden Amerika Serikat tersebut.

Dalam pidatonya, Trump telah memberi persetujuan atas serangan militer di lokasi penyerangan senjata kimia di Suriah. Serangan ini dilancarkan sebagai balasan Amerika Serikat terhadap serangan senjata kimia di Douma pekan lalu, yang menurutnya dilakukan oleh pemerintah Suriah. Sejumlah ledakan pun dilaporkan telah terjadi di dekat ibu kota Suriah, Damaskus.

Sementara itu, Perdana Menteri Inggris Theresa May membenarkan keterlibatan negaranya. "Tak ada alternatif praktis lainnya selain tindakan militer."

Meski demikian, Theresa May menegaskan bahwa serangan ini dilancarkan bukan dengan maksud mendesak pergantian rezim.

Presiden Trump mengatakan, serangan-serangan ini diarahkan pada sasaran terkait -- lokasi yang dinilai menjadi pusat kemampuan senjata kimia pemerintah Suriah.

Trump juga mengatakan, tujuan serangan militer ini dimaksud untuk membangun pencegahan terhadap produksi, penyebaran, hingga penggunaan senjata kimia.

Dikatakan oleh Trump, dugaan serangan kimia di Douma yang menurutnya dilancarkan oleh pasukan Presiden Bashar al-Assad, bukanlah tindakan yang dilakukan oleh seorang lelaki, melainkan kejahatan yang dilakukan oleh monster.

Di lain sisi, Suriah membantah tuduhan telah melakukan serangan senjata kimia.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya