ESDM Akui Rencana Penggunaan Bioavtur pada Pesawat Belum Berjalan

Gagasan awal penggunaan bioavtur pada peswat terbang tercetus pada 2013, dengan target penggunaan 95 ribu kilo liter BBN.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 23 Apr 2018, 13:45 WIB
Diterbitkan 23 Apr 2018, 13:45 WIB
20151211-Avtur Pertamina
(Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Energi dan Kementerian Perhubungan‎ menggagas pencampuran Bahan Bakar Nabati (BBN) dengan avtur (bioavtur) sebagai bahan bakar pesawat. Namun kenyataannya sampai saat ini rencana tersebut belum terlaksana.

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Rida Mulyana mengaku, belum mendapat laporan perkembangan, terkait pelaksanaan penggunaan bioavtur pada pesawat dari Kementerian Perhubungan.

"Saya juga mau tahu di sana. Nah, itu saya ingin tau ke teman-teman Kementerian Perhubungan kan bioavtur. Belum dapat informasi perkembangannya," kata dia di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (23/4/2018).

Menurut Rida, saat ini belum ada koordinasi dengan Kementerian Perhubungan, untuk membicarakan per‎kembangan penggunaan bioavtur pada pesawat terbang. Untuk pelaksanaan penggunaan bioavtur akan dibahas dengan delapan kementerian.

‎"Kalau sudah dapat (hasil) pelaksanaannya delapan Kementerian digagas di sana di sini, yang belum komunikasinya. Nanti melalui komite pengarah biasanya begitu," jelas Rida.

‎Dalam pelaksanaan mandatori penggunaan BBN, Menteri ESDM Ignasius Jonan telah mengarahkan, agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan.

"Pak Jonan titip jangan ada pihak yang berasa dirugikan. Itu yang kita benar‎ benar digaris bawahi," jelas dia.

Untuk diketahui, gagasan awal penggunaan bioavtur pada peswat terbang tercetus pada 2013, dengan target penggunaan 95 ribu kilo liter BBN atau 2 persen dari perkiraan konsumsi avtur 4,8 juta kl, dilakukan pada 2016.

Lion Air Gandeng GAPKI Gunakan Avtur Minyak Sawit

Lion Air
Pesawat Lion Air yang mengalami avtur meluber. (Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) bersama grup Lion Air berupaya mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil. Salah satu langkah dilakukan dengan meningkatkan penyerapan minyak kelapa sawit menjadi bahan dasar bioavtur.

Oleh karena itu, GAPKI dan grup Lion Air menandatangani nota kesepahaman pada Selasa 10 April 2018. Penandatanganan nota kesepahaman itu untuk mempertimbangkan efisiensi, kelestarian lingkungan dan meningkatkan produktivitas serta kesejahteraan petani.

Duta Besar Indonesia untuk Malaysia dan juga pendiri Lion Air, Rusdi Kirana menuturkan, komitmen tersebut mempercepat upaya mengurangi ketergantungan armada penerbangan komersial terhadap bahan bakar fosil.

"Sekaligus meningkatkan penyerapan minyak kelapa sawit di dalam negeri, yang menjadi bahan dasar bioavtur,” kata Rusdi.

Sementara itu, Anggota Dewan Penasihat GAPKI, Franky O. Widjaja mengharapkan melalui kemitraan tersebut, pihaknya berharap potensi minyak kelapa sawit sebagai bahan bakar terbarukan ramah lingkungan dapat dioptimalkan. Ini karena penggunaannya tidak hanya kurangi pelepasan emisi karbon tapi akan berefek pada tumbuhnya industri hilir kelapa sawit.

"Berikut meningkatkan penyerapan minyak kelapa sawit yang dihasilkan para petani Indonesia,” ujar Franky.

Menurut Rusdi, penggunaan bioavtur berbasis sawit, selain bermakna memajukan perekonomian nasional yang dalam konteks industri kelapa sawit, melibatkan jutaan petani, serta memperkuat ketahanan energi Indonesia.

Selain itu, memiliki pula makna lain, karena pihak Lion Air mencatat, para petani sawit adalah salah satu pengguna terbesar maskapai tersebut.

"Selain itu, bagi negara yang mengenakan pembatasan ekspor bahan bakar terbarukan berbasis sawit, mestinya melihat kalau pesawat udara yang mereka buat, ternyata terbang memakai bahan bakar dari komoditas yang justru mereka boikot,” ujar dia.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya