Liputan6.com, Jakarta - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) memandang usulan para pengemudi ojek online mengenai tarif Rp 4.000 per kilometer (km) dianggap tak masuk akal. Bahkan tarif itu dinilai lebih mahal dari tarif taksi yang saat ini di angka Rp 3.500 per km.
Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi mengatakan, selama ini ojek tidak dianggap sebagai moda angkutan umum. Dengan demikian, diharapkan mengenai skema pentarifan harus lebih rasional.
"Kalau tarif ojek online Rp 4.000 per km itu jelas ngawur, tidak masuk akal, itu lebih tinggi dari tarif taksi yang argonya Rp 3.500 per km," kata Tulus di Hotel Milenium, Jakarta, Selasa (24/4/2018).
Advertisement
Baca Juga
Tulus menyadari memang tingginya tarif permintaan para pengemudi tersebut karena pendapatan pengemudi harus dipotong sekitar 20 persen untuk penyedia aplikasi atau aplikator. Untuk itu, dia mengusulkan agar potongan aplikatornya yang seharusnya dikurangi.
"Kurangi aja itu potongannya, perusahaan aplikator itu untungnya sudah besar sekali, jangan salah," tabah dia.
Tulus berpesan, dalam penentuan skema tarif ojek online ini harus mempertimbangkan daya beli masyarkat sebagai konsumennya.
Tak hanya itu, demi mencegah adanya monopoli, penentuan tarif baik Grab atau Go Jek harus melibatkan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
Tuntutan Pengunjuk Rasa Ojek Online
Untuk diketahui, pengunjuk rasa dari gabungan pengendara ojek online memadati depan Gedung MPR/DPR/DPD, Senayan, Jakarta, pada Senin kemarin. Mereka datang dengan membawa sejumlah tuntutan kepada pemerintah.
Koordinator Lapangan Unjuk Rasa Ojek Online, Anggun Wicaksono, menyampaikan mereka datang untuk menuntut pemerintah segera menertibkan peraturan perundangan sebagai payung hukum bagi kelangsungan dan pekerjaan ojek online.
"Pengakuan legal eksistensi, peranan, dan fungsi ojek online sebagai bagian dari sistem transportasi nasional," tutur Anggun.
Kemudian, ucap Anggun, pengendara ojek online meminta penetapan tarif standar dengan nilai yang wajar, yaitu Rp 3.000 sampai dengan Rp 4.000 per km. Tentunya dengan metode subsidi dari perusahaan aplikasi agar tarif bagi penumpang tetap murah dan terjangkau.
"Kemudian perlindungan hukum dan keadilan bagi ojek online sebagai bagian dari tenaga kerja Indonesia yang mandiri," ucap dia.
Para peserta aksi pun berharap Presiden Joko Widodo atau Jokowi, Ketua DPR RI Bambang Soesatyo, dan khususnya para pejabat Komisi V Perhubungan DPR dapat memenuhi permintaan mereka.
"Di dalam melaksanakan pekerjaan ojek online, terdapat berbagai kendala yang terkait dengan tarif manusiawi, perlindungan, dan eksistensi ojek sebagai sarana transportasi penumpang dan barang," Anggun menandaskan.Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Advertisement