BPK Temukan Pemborosan Pembangkit Listrik Rp 1,6 Triliun, Ini Pembelaan Bos PLN

Ini jawaban Dirut PLN Sofyan Basir terkait laporan BPK atas pemborosan penggunaan Solar pada 5 unit MPP PLTG

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 24 Apr 2018, 20:48 WIB
Diterbitkan 24 Apr 2018, 20:48 WIB
Dirut PLN Sofyan Basir
Dirut PLN Sofyan Basir (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan ‎pemborosan pada PT PLN (Persero) sebesar Rp 1,60 triliun atas penggunaan Solar atau High Speed Diesel (HSD), pada 5 unit Mobile Power Plant (MPP) Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG).

Dalam laporan hasil pemeriksaan atas pemeriksaan tujuan tertentu BPK, 5 unit MPP PLTG belum mendapat pasokan gas saat beroperasi atau commercial operating date (COD) pada 2017, sehingga MPP beroperasi menggunakan bahan bakar HSD. Akibatnya terdapat potensi pemborosan penggunaan bahan bakar HSD sebesar Rp 1,60 triliun.

Selain itu, spesific fuel consumption (SFC) PLTG yang dioperasikan dengan bahan bakar HSD lebih tinggi, dibandingkan dengan SFC Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD), sehingga terdapat potensi pemborosan keuangan senilai Rp 1,20 triliun.

Direktur Utama PLN Sofyan Basir pun angkat bicara terkait laporan BPK tersebut. Dia mengungkapkan, penggunaan Solar dilakukan untuk menggerakan pembangkit portabel tersebut karena PLN belum mendapat pasokan gas.

‎"Sekarang saya tanya kalau gasnya ada, barangnya ada, semua ada, kenapa saya ambil diesel sementara," kata Sofyan di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (24/4/2018).

Sofyan melanjutkan, belum adanya alokasi gas untuk pembangkit tersebut, karena belum adanya kesiapan infrastruktur penerimaan gas yang akan memasok kebutuhan pembangkit. PLN tetap mengoperasikan pembang‎kit meski menggunakan bahan bakar Solar, karena mengejar pemenuhan kebutuhan listrik pada wilayah yang masih kekurangan pasokan listrik.

"Ya karena infrastrukturnya enggak ada, saya tanya lagi boleh enggak, saya matiin lampu karena tidak efisien? Enggak boleh, lebih tidak efisien lagi ada pulau-pulau terluar di Papua, NTT itu borosnya luar biasa," paparnya.

 


Rela Boros Demi Menerangi Daerah Terpencil

Petugas PLN memasang listrik di rumah warga di Desa Parauto, Nabire, Papua. (Vina A. Muliana/Liputan6.com)
Petugas PLN memasang listrik di rumah warga di Desa Parauto, Nabire, Papua Barat. (Vina A. Muliana/Liputan6.com)

Sofyan mengakui, PLN melakukan pemborosan dan melistriki berbagai wilayah khususnya terluar, terdepan, dan terpencil (3T), karena masih menggunakan PLTD. Namun di sisi lain, masyarakat membutuhkan pasokan listrik dengan cepat dan PLN tidak menghitung rugi untuk melayani masyarakat di wilayah tersebut.

"Sampai kapanpun enggak impas daerah situ. Saya tanya pemborosan bukan itu? Pemborosan, tapi karena kita tugasnya PSO (Public Service Obligation)," tutur Sofyan.

Menurut Sofyan, saat ini PLN sedang melakukan tender pengadaan pembangunan infrastruktur penerimaan gas‎. Dia memperkirakan infrastruktur tersebut baru bisa menyalurkan gas ke pembangkit 1,5 tahun ke depan.

"Kami sudah bicara panjang tapi kan Kementerian ESDM juga bilang ayo buruan tuh kelarin tendernya infrastruktur, regasifikasinya, kapalnya ya kan. Kan bukan suatu yang mudah. Ditargetkan baru tender kira-kira 1,5 tahun lagi lah maksimum dari sekarang,"‎ tandas mantan Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia Tbk itu. 

Lanjutkan Membaca ↓

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya