Inflasi April Bakal Terkerek Kenaikan Harga Pertalite dan Pelemahan Rupiah

Ekonom memperkirakan inflasi akan berada di kisaran 0,1-0,2 persen pada April 2018. Apa saja penyebabnya?

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 02 Mei 2018, 08:15 WIB
Diterbitkan 02 Mei 2018, 08:15 WIB
20160105-Ilustrasi-Inflasi-iStock
Ilustrasi Inflasi (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Ekonom memperkirakan inflasi akan berada di kisaran 0,1-0,2 persen pada April 2018. Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) diprediksi sudah berdampak ke inflasi bulan keempat ini. 

"Inflasi di April ini diprediksi sebesar 0,2-0,23 persen (month to month/mom) atau 3,55 persen (year on year/yoy)," kata Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara di Jakarta, Rabu (2/5/2018). 

Menurutnya, pendorong inflasi berasal dari kenaikan beberapa harga pangan (volatile food) menjelang puasa dan Lebaran. Secara musiman, sambung Bhima, tingginya permintaan jelang puasa dan Lebaran membuat harga pangan cenderung naik. Mengutip data PIHPS, dia bilang, sepanjang April, harga bawang merah naik 19,4 persen, daging ayam 5,21 persen, daging sapi 0,08 persen, telur ayam 7,1 persen, dan minyak goreng 0,4 persen.

"Pelemahan rupiah juga menyebabkan imported inflation. Harga bahan baku impor terutama untuk industri makanan minuman dan industri pakaian jadi naik," dia menerangkan.

Prediksinya, rupiah akan terus tertekan hingga akhir Lebaran dan dapat mencapai level Rp 14.200 per dolar AS sehingga untuk memitigasi kerugian kurs para pedagang besar mengimpor lebih cepat. Sebagian besar impor juga menggunakan kapal asing yang dibayar dengan dolar AS, sehingga biaya logistik menjadi lebih mahal.

"Sementara inflasi dari administered price cenderung stabil setelah adanya peraturan Kementerian ESDM terkait harga BBM nonsubsidi, meskipun harga minyak dunia tengah dalam tren naik," jelas Bhima. 

 

Prediksi Lain

20150724-Pertalite-Resmi-di-luncurkan-Jakarta4
Petugas SPBU saat melayani pengemudi motor untuk menuangkan BBM jenis Pertalite di SPBU Coco, Abdul Muis, Jakarta, Jumat (25/7/2015). Partalite dijual dengan harga Rp.8400 perliter. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Sementara itu, Ekonom PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede memproyeksikan inflasi April 2018 berkisar 0,13 persen (mom) atau lebih rendah dari inflasi bulan lalu sebesar 0,2 persen. Namun prediksi inflasi bulan keempat tersebut lebih tinggi dari rata-rata inflasi bulan sepanjang 2013-2017 yakni sekitar 0,006 persen (mom). Sementara inflasi tahunan diperkirakan sekitar 3,45 persen yoy dari 3,40 persen yoy pada Maret ini.

"Seluruh komponen diperkirakan berkontribusi pada inflasi bulan April lalu. Inflasi harga bergejolak cenderung stabil seiring turunnya beberapa harga komoditas pangan memasuki masa panen raya seperti beras, cabai merah keriting, dan cabai rawit merah. Tapi ada beberapa komoditas pangan yang cenderung naik, antara lain bawang merah, bawang putih, daging ayam, dan cabai merah besar," jelasnya.

Sementara itu, lanjut Josua, inflasi harga diatur pemerintah didorong oleh dampak parsial dari kenaikan harga Pertalite dan Solar nonsubsidi masing-masing sebesar Rp 200 per liter atau kenaikannya mencapai 2,5 persen pada bulan ketiga ini.

"Inflasi inti diperkirakan meningkat menjadi 2,72 persen yoy dari bulan sebelumnya 2,67 persen yoy, yang didorong oleh pelemahan nilai tukar rupiah sepanjang April sebesar 0,3 persen," tuturnya.

Puncak inflasi, diperkirakannya, terjadi pada bulan Mei-Juni yang berpotensi mendorong kenaikan permintaan. Pemerintah, sambung Josua, diperkirakan tetap mempertahankan harga BBM bersubsidi sehingga inflasi harga diatur pemerintah diperkirakan stabil. Terkendalinya inflasi inti pada tahun dipengaruhi oleh ekspektasi inflasi yang terjangkar oleh tingkat suku bunga acuan Bank Indonesia saat ini.

"Jadi secara keseluhan inflasi akhir 2018 diperkirakan terkendali dalam kisaran 3,5 plus minus 1 persen," tandas Josua. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya