HEADLINE: Ada Apa di Balik Tarik-ulur Cuti Bersama Lebaran?

Kebijakan libur panjang akan mengganggu kesepakatan bisnis yang sudah dijalankan pengusaha.

oleh Septian DenyFiki AriyantiIlyas Istianur PradityaMaulandy Rizky Bayu KencanaBawono Yadika diperbarui 05 Mei 2018, 00:00 WIB
Diterbitkan 05 Mei 2018, 00:00 WIB
Penandatanganan perubahan atas SKB tiga Menteri tentang hari libur nasional dan cuti bersama tahun 2018 disaksikan oleh Menko PMK Puan Maharani dan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.
Penandatanganan perubahan atas SKB tiga Menteri tentang hari libur nasional dan cuti bersama tahun 2018 disaksikan oleh Menko PMK Puan Maharani dan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah berencana merevisi aturan cuti bersama Lebaran 2018 yang telah ditetapkan pada 18 April 2018 melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri. Revisi ini dilakukan karena ada keberatan dari sejumlah kalangan.

Dalam SKB Tiga Menteri bernomor 223/2018, nomor 46/2018, dan nomor 13/2018, hari libur nasional untuk memperingati Hari Raya Idul Fitri 1439 Hijriah ditetapkan pada 15 dan 16 Juni, sama seperti SKB yang ditetapkan pada 2017.

Selain libur nasional dalam SKB tersebut juga mengatur mengenai cuti bersama. Jika dalam SKB yang ditetapkan pada 2017, cuti bersama hanya empat hari, yaitu pada 13,14,18 dan 19 Juni, maka pada SKB yang diumumkan pada bulan lalu bertambah tiga hari menjadi 11,12,13,14,18,19, dan 20 Juni.

Ditotal, karena dalam libur nasional dan cuti bersama Lebaran 2018 terdapat hari Minggu, maka total libur pada rangkaian tersebut mencapai 10 hari dengan rincian 7 hari cuti bersama, dua hari libur nasional, dan satu hari Minggu.

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Puan Maharani menjelaskan, untuk membahas revisi SKB 3 Menteri tersebut, Kemenko PMK telah telah menerima masukan dari berbagai pihak termasuk pengusaha. Masukan tersebut telah dipertimbangkan dan dijadikan salah satu pertimbangan dalam memutuskan cuti bersama ini.

"Yang pasti sudah ketemu OJK, BI, perwakilan dari dunia usaha, ada Apindo, Kadin, BEI, kementerian terkait, apakah itu di bidang sosial, bidang agama, tupoksi PMK, tupoksi ekonomi, pariwisata dan juga keamanan dan ketertiban," ujar dia di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (4/5/2018).

Puan memastikan dalam revisi ini, jumlah hari cuti bersama Lebaran 2018 tetap mengikuti SKB 3 Menteri yang keluar pada 18 April kemarin. "(SKB tetap berlaku?) SKB. Pokoknya tetap berlaku SKB 3 menteri," kata dia.

Terkait dengan permintaan pengusaha agar layanan keuangan dan logistik tetap berjalan meski cuti bersama, Puan menyatakan pemerintah telah mencari jalan keluar atas permintaan tersebut. Namun, semuanya akan diumumkan pada Senin pekan depan.

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi pun mengamini apa yang akan dikatakan Puan. Revisi aturan mengenai cuti bersama Lebaran 2018 akan diumumkan pada Senin pekan depan.

Budi Karya menjelaskan, SKB 3 Menteri yang ditetapkan pada 18 April kemarin sudah cukup baik dengan mempertimbangkan faktor arus balik pada saat mudik nanti. "Kalau Kemenhub memang melihat ada libur di awal itu akan memperbaiki atau lebih gampang mengelola arus lalu lintas pulang mudik," ujar dia.

Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita mengatakan, keputusan pemerintah menambah cuti bersama sehingga libur Lebaran lebih lama dinilai positif. "Dari sisi pengaturan lalu lintas baik kemudian pasti ada plus minusnya ya ada kegiatan perdagangan ritel meningkat positifnya dan logistik penyaluran lebih baik lagi," kata Enggartiasto.

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Bambang Soesatyo meminta pemerintah tidak bimbang terkait kebijakan menambah cuti Lebaran 2018. Menurutnya, kebijakan tersebut berdampak positif kepada perekonomian di daerah.

"Menurut saya keputusan itu baik ya, karena kami berharap banyaknya libur Lebaran itu membantu perputaran ekonomi menyebar ke daerah," kata Bambang.

Di sisi lain, semakin banyak waktu libur bagi pekerja juga akan meningkatkan semangat kerja mereka. Hal ini dianggap positif bagi produktivitas perusahaan.

"Setelah libur pasti ada semangat kerja yang tinggi. Kedua bisa menghemat listrik dan lain-lain. Toh listrik dan upah harian tidak keluar," kata Bamsoet menerangkan.

Infografis Pro Kontra Cuti Bersama Lebaran 2018
Infografis Pro Kontra Cuti Bersama Lebaran 2018 (Liputan6.com/Abdillah)

Layanan Publik Tetap Berjalan

Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) memastikan pelayanan publik dari para pegawai negeri sipil (PNS) maupun non-PNS tetap berjalan meskipun pemerintah menambah cuti bersama Lebaran 2018.

Oleh karenanya, pemerintah meminta pimpinan unit kerja, lembaga, maupun perusahaan yang memiliki fungsi pelayanan langsung kepada masyarakat, baik di pusat maupun daerah tetap bekerja.

Unit kerja pelayanan publik yang dimaksud, antara lain rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, layanan telekomunikasi, listrik, air minum, pemadam kebakaran, keamanan dan ketertiban, perbankan, serta dalam bidang perhubungan.

Dengan demikian, para PNS termasuk yang bekerja dalam lingkup pelayanan masyarakat tersebut tetap memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat.

“Pimpinan instansi pemerintah tersebut dapat mengatur penugasan jajarannya dengan sistem shifting. Jadi pelayanan publik tidak libur,” ujar Deputi Kelembagaan dan Tata Laksana Kementerian PANRB, Rini Widyantini.

 

Berbagai Penolakan

20170623-Sejumlah Ruas Jalan di Jakarta Lancar-Fanani
Suasana lalu lintas yang lengang di lajur arteri dan Tol Dalam Kota di ruas Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Jumat (23/6). Hari pertama pelaksanaan cuti bersama Lebaran 2017, jalanan di berbagai ruas Ibu Kota pagi ini lancar. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio menyayangkan langkah pemerintah yang menambah masa cuti dan libur bersama Lebaran 2018 pada SKB yang terbit pada April kemarin. Masalah cuti ini seharusnya diserahkan kepada perusahaan dan pekerja yang bersangkutan.

Agus menjelaskan, sebenarnya persoalan cuti ini merupakan ranah sendiri yang tidak seharusnya diatur pemerintah. Sebab, pengaturan cuti oleh pemerintah justru akan menimbulkan polemik.

‎"Ini wilayah privat. Kalau itu terjadi (cuti diatur pemerintah), artinya negara memasuki wilayah privat, itu tidak betul," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com.

Agus menyatakan, seharusnya pemerintah tetap mengikuti apa yang telah ditetapkan sebelumnya, bukan malah mengubah dan menambah jumlah cuti bersama Lebaran.

"Harusnya yang sudah ditentukan libur itu libur, tidak usah ditambah, tidak usah dikurangi. Libur yang sebelum ditambah, sudah diputuskan dalam SKB Oktober 2017 yang empat hari. Sudah cukup itu," kata dia.

Menurut Agus, dengan penambahan cuti bersama ini, justru yang akan dirugikan adalah dunia usaha, pelaku industri dan masyarakat sendiri. Sebab, dengan adanya libur yang panjang, maka kegiatan logistik akan terhambat, sehingga mengganggu operasional industri dan berpotensi mendorong peningkatan harga bahan kebutuhan masyarakat.

"Dari sisi pengusaha, kalau dia dapat order untuk kirim barang ekspor pada Juni, harus terpenuhi sekian kontainer, tapi karena libur seminggu, tidak terpenuhi. Kan, itu efeknya juga berantai. Begitu libur, truk tidak boleh lewat. Nanti bagaimana logistik di Jakarta dan kota-kota lain. Kalau harga barang-barang naik, siapa yang tanggung?" tandas dia.

Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta Sarman Simanjorang menilai, pemerintah kurang jeli dalam membuat kebijakan menambah libur Lebaran. Pemerintah seakan lupa ada sektor industri lain, terutama manufaktur dan pabrik, yang harus tetap berproduksi maksimal demi mengejar target kesempatan bisnis yang sudah ditandatangani.

Ia khawatir, kebijakan libur panjang akan mengganggu kesepakatan bisnis yang sudah dijalankan pengusaha.

"Operasional per hari bagi perusahaan manufaktur itu sangat berarti, karena menyangkut produksi. Kalau kemudian tiap pabrik memiliki target produksi ribuan barang, lalu terpaksa libur di luar rencana manajemen, maka bisa dibayangkan berapa banyak produksi yang bisa tertahan. Penambahan dua hari itu kan di luar libur resmi," jelas dia.

Sarman tak memungkiri, pengusaha memahami pemerintah memiliki pandangan bahwa penambahan libur akan positif untuk masyarakat maupun beberapa sektor lain seperti pariwisata di daerah, maupun kemudahan masyarakat dalam menyusun perjalanan mudik untuk menghindari kemacetan.

Dari sisi tujuan, pengusaha mengaku memahami jika pemerintah ingin meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah, yang kemudian berdampak mengalirnya uang ke daerah. "Ada positif juga," ujarnya.

Namun, dia kembali mengingatkan, libur yang terlalu lama juga bisa menurunkan produktivitas bagi pengusaha maupun pekerja.

Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan P Roeslani mengatakan hal yang sama. Waktu libur Lebaran 2018 yang berlangsung dari 11 Juni -20 Juni 2018 itu terlalu lama.

"Ya memang kami tahu, libur Lebaran itu libur yang paling panjang. Tapi ketika ada penambahan, itu akan menimbulkan persoalan juga," ucap dia ketika diajak berbincang dengan Liputan6.com.

Ada tiga masalah yang dapat timbul bila waktu libur Lebaran nanti terlalu lama. Pertama, menyangkut soal produktivitas bisnis. Kedua, problem soal upah karyawan yang bakal melonjak bila dipekerjakan pada saat libur Lebaran.

"Ketiga, capital market. Investor enggak mau investasinya stuck hampir dua minggu, karena perubahan investasi cepat," kata Rosan.

Direktur Utama BEI Tito Sulistio menuturkan, pihaknya mendapatkan pertanyaan dari investor asing terkait libur Lebaran 2018 yang cukup panjang. Bagi investor asing, cuti bersama membuat dana juga tidak dapat ditransaksikan.

"Terus terang ada pertanyaan dari pasar. Kok lama banget. (Investor-red) internasional bilang kelamaan,” ujar Tito.

 Saran Pengusaha

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengatakan, pengusaha berharap kebijakan soal cuti bersama ini fakultatif. Artinya, kebijakan tidak bersifat wajib dan tidak ada sanksi bagi yang tidak melaksanakannya.

"Kita cari jalan tengah, ini bagaimana. Kan ini fakultatif yang namanya cuti bersama. Kita berharap untuk industri dan perusahaan yang tetapi ingin beroperasi, ya tetap berjalan. Intinya itu," ujar dia.

Menurut Hariyadi, cuti bersama sebenarnya merupakan hak dari perusahaan dan pekerja. Dengan begitu, keputusan soal cuti bersama ini harusnya berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.

"Bukan pengecualian. Intinya kalau perusahaan mau tetap jalan di tiga hari tambahan (cuti) itu, itu tidak apa-apa, jalan saja. Itu kan hak perusahaan dan pekerjanya. Itu kan cuti bersama, boleh iya dan tidak. Itu yang nanti akan kita sosialisasikan," kata dia.

 

 

 

 

 

Terbanyak Sepanjang Sejarah

20170623-Sejumlah Ruas Jalan di Jakarta Lancar-Fanani
Suasana lalu lintas yang lengang di lajur arteri dan Tol Dalam Kota di ruas jalan Gatot Subroto, Jakarta, Jumat (23/6). Sejumlah ruas jalan di Ibu Kota lancar pagi ini, yang merupakan hari pertama cuti bersama Lebaran 2017. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Tradisi cuti bersama pada awalnya muncul pada tahun 2002. Kala itu pemerintah memutuskan hari libur cuti bersama sebanyak empat hari. Sejak saat itulah, kebijakan cuti bersama terus diberlakukan pemerintah.

Melihat laman Kementerian Agama dan wikiapbn.org, jumlah cuti bersama 2018 ternyata terbanyak yang pernah dibuat pemerintah.

Selama dua tahun terakhir, libur cuti bersama diputuskan hanya empat hari.

Berikut ini adalah rincian cuti bersama sepanjang sejarah cuti bersama di Indonesia periode 2002-2018:

*Cuti bersama 2002: 4 hari (3 hari cuti bersama untuk Idul Fitri dan 1 hari Natal)

*Cuti bersama 2003: 4 hari (3 hari cuti bersama untuk Idul Fitri dan 1 hari Natal)

*Cuti bersama 2004: 3 hari cuti bersama

*Cuti bersama 2005: 4 hari cuti bersama

*Cuti bersama 2006: 6 hari cuti bersama

*Cuti bersama 2007: 6 hari cuti bersama (1 hari cuti bersama untuk Kenaikan Isa Almasih, 3 hari Idul Fitri, 1 hari Idul Adha, dan 1 hari Natal)

*Cuti bersama 2008: 5 hari cuti bersama (1 hari cuti bersama untuk Tahun Baru Hijriah, 3 hari Idul Fitri, dan 1 hari Natal)

*Cuti bersama 2009: 4 hari cuti bersama (1 hari cuti bersama Tahun Baru Masehi, 2 hari Idul Fitri, 1 hari Natal)

*Cuti bersama 2010: 3 hari cuti bersama (2 hari cuti bersama untuk Idul Fitri dan 1 hari Natal)

*Cuti bersama 2011: 6 hari cuti bersama (1 hari cuti bersama untuk Waisak, 1 hari Kenaikan Isa Almasih, 3 hari Idul Fitri, dan 1 hari Natal)

*Cuti bersama 2012: 6 hari (1 hari cuti bersama untuk Waisak, 2 hari Idul Fitri, 1 hari Tahun Baru Hijriah, 1 hari Natal, 1 hari Tahun Baru Masehi)

*Cuti bersama 2013: 5 hari (3 hari cuti bersama untuk Idul Fitri, 1 hari Idul Adha, dan 1 hari Natal)

*Cuti bersama 2014: 4 hari (3 hari cuti bersama untuk Idul Fitri dan 1 hari untuk Natal)

*Cuti bersama 2015: 3 hari (3 hari cuti bersama untuk Idul Fitri)

*Cuti bersama 2016: 4 hari (3 hari cuti bersama untuk Idul Fitri dan 1 hari Natal)

*Cuti bersama 2017: 4 hari (3 hari cuti bersama untuk Idul Fitri dan 1 hari Natal)

*Cuti bersama 2018: 8 hari (7 hari cuti bersama untuk Idul Fitri dan 1 hari Natal).

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya