Dana Asing Kabur, Rupiah Makin Tenggelam

Pelemahan rupiah yang berlarut-larut terjadi karena banyak investor asing yang menarik dananya dari Indonesia.

oleh Liputan6.com diperbarui 09 Mei 2018, 16:15 WIB
Diterbitkan 09 Mei 2018, 16:15 WIB
Menteri Koordinator Perekonomian, Darmin Nasution
Menteri Koordinator Perekonomian, Darmin Nasution (Liputan6.com/Fatkhur Rozaq)

Liputan6.com, Rokan Hilir - Kurs rupiah semakin tenggelam melawan dolar Amerika Serikat. Mata uang Garuda ini masih bertahan di kisaran Rp 14.000 per dolar AS akibat sentimen yang datang dari eksternal, terutama kebijakan Amerika Serikat (AS). 

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengatakan pelemahan rupiah yang berlarut-larut terjadi karena banyak investor asing yang menarik dana mereka. Kondisi tersebut membuat permintaan terhadap dolar AS meningkat dan tidak diimbangi dengan devisa yang melimpah.

"Kurs itu tidak ditetapkan, kurs itu hasil pasar. Orang butuh 100 kalau kita punya 100 apalagi 105 enggak ada masalah. Tapi kalau orang perlu 100 kita punya 95, nah ada masalah, kursnya akan melemah," kata dia saat ditemui di Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau, Rabu (9/5/2018).

Dari  data kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), rupiah berada di level 14.074 per dolar AS. Sementara cadangan devisa Indonesia pada posisi April 2018 sebesar USD 124,9 miliar atau turun USD 1,1 miliar dari posisi akhir Maret yang sebesar US$ 126 miliar.

Darmin menjelaskan, asal mula tingginya penarikan dana asing tersebut semenjak AS terus menaikkan suku bunga acuan mereka hingga empat kali berturut-turut.

"Karena si Amerika bilang 'woy ekonomi kita bagus', wah begini begitu, kita mau menaikkan tingkat bunga empat kali'. Orang kemudian mikir wah dia mau menaikkan suku bunga kok Indonesia belum? Dia jual saham dia yang ada di sini, dia jual SUN (Surat Utang Negara) yang beli di sini, dia pergi," ujarnya.

Pada saat investor tersebut memilih meninggalkan Indonesia, mereka perlu membawa dolar AS. Inilah yang menyebabkan permintaan terhadap dolar AS meningkat. 

"Pada saat dia pergi, dia butuh valas, dia enggak bisa bawa uangnya rupiah, mau ditaruh di mana kalau rupiah. Artinya, ada tambahan permintaan dari kondisi normal, suplainya enggak nambah dari kondisi normal, rupiahnya tertekan, sederhana sekali," Darmin menjelaskan. 

Kendati demikian, mantan Gubernur Bank Indonesia ini menegaskan kondisi rupiah yang terus melemah tidak perlu dibandingkan dengan krisis moneter yang terjadi 20 tahun silam.

"Jangan kemudian digembar-gemborkan wah ini rupiah 14.000, oh lebih buruk itu sudah dekat ke tahun 1999. Tahun 1999 ya ke 2017, sudah 18 tahun, jangan dibandingkan linier begitu," harap Darmin. 

 

Reporter : Yayu Agustini Rahayu

Sumber : Merdeka.com

Rupiah Tembus 14.000 per Dolar AS, Ini Kata Jokowi

Rupiah Melemah
Petugas menunjukkan uang kertas rupiah di Bank BUMN, Jakarta (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah hingga ke level 14.000.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, depresiasi mata uang tidak hanya terjadi pada Indonesia, tetapi negara lain juga mengalami kondisi serupa.

"Tapi apa pun ini memang semua negara mengalami," kata dia di Rokan Hilir, Riau, Rabu (9/5/2018).

Jokowi menjelaskan, semua negara mengalami depresiasi mata uang karena beberapa faktor. Salah satunya, terjadinya perang dagang (trade war) antara Amerika dan China.

"Yang pertama karena adanya perang dagang, isu perang dagang, perang negara besar," kata Jokowi.

Faktor penyebab lain dipicu klaim Amerika jika ekonominya membaik sehingga terus menaikkan suku bunga acuan. Hal itu memicu mata uang negara lain terdepresiasi.

"Kenaikan suku bunga AS yang mereka mungkin ada tiga atau empat kali, semua negara ini mengalami hal yang sama," dia menambahkan.

Jokowi memastikan selalu berkoordinasi dengan Bank Indonesia (BI) mengenai kondisi rupiah. "Koordinasi terus, bahkan sebelum berangkat ke sini pun koordinasi," ungkap Jokowi.

Kendati demikian, Jokowi menyatakan ada pihak yang diuntungkan saat rupiah melemah, yaitu para eksportir.

"Kalau ekspor kan senang kalau tanya ini eksportir ini ya senang, semuanya hampir senang," dia menandaskan.

 

Reporter: Yayu Agustini Rahayu

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya