Liputan6.com, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia (BI), Agus Martowardojo mengatakan, para pelaku industri sepakat, ekonomi Indonesia dalam kondisi baik.
Ini ditunjukkan dari pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2018 mencapai 5,06 persen. Agus menuturkan, ekonomi Indonesia itu tertinggi sejak kuartal I 2015. Tercatat kuartal I 2015, ekonomi Indonesia tumbuh 4,7 persen.
"Yang di dalam itu sependapat bahwa fundamental ekonomi dalam keadaan baik. Terlihat dari pertumbuhan tertinggi 2018 5,06 persen itu tertinggi di triwulan pertama sejak tahun 2015," ujar dia dalam Konferensi Pers, di Kantor DJP, Jakarta, Jumat (11/5/2018).
Advertisement
Mantan Menteri Keuangan ini juga menyampaikan perbaikan ekonomi domestik dapat dilihat dengan berkurangnya defisit transaksi berjalan pada kuartal I 2018 sebesar USD 5,5 miliar. Membaik dari kuartal IV 2017 yang sebesar USD 6,04 miliar. Pada kuartal I 2018, defisit neraca transaksi berjalan 2,15 persen dari produk domestik bruto (PDB). Sedangkan kuartal IV 2017 sebesar 2,34 persen.
Baca Juga
"Neraca pembayaran kita overall balance-nya minus USD 3,8 miliar karena ada tekanan di finansial account kita. NPI (neraca pembayaran) tetap baik sehingga dapat menopang ketahanan eksternal Indonesia," kata dia.
Agus Martowardojo menuturkan, tantangan paling besar ke depan berada dari dinamika yang terjadi di perekonomian global, seperti rencana peningkatan suku bunga AS.
"Kita sama-sama sepaham memang tantang global terutama siklus peningkatan suku bunga di Amerika Serikat. Menguatnya harga minyak dunia, serta meningkatnya risiko geopolitik akibat adanya tensi dagang Amerika Tiongkok,” ujar Agus.
"Serta pembatalan perjanjian nuklir AS-Iran yang mengakibatkan peningkatan mata uang dolar terhadap seluruh mata uang dunia, termasuk rupiah," tambah Agus.
Reporter: Wilfridus Setu Embu
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Rupiah Terus Melemah, Sri Mulyani Cs Kumpulkan Pelaku Pasar
Sebelumnya, Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati, Gubernur Bank Indonesia Agus DW Martowardojo, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Kuangan (OJK) Wimboh Santoso serta Anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Fauzi Ichsan mengumpulkan para pelaku pasar di Gedung Direktorat Jendral Pajak, Jakarta pada Jumat sore ini.
Pertemuan ini dimaksudkan untuk mendengar apa yang menjadi kekhawatiran pelaku pasar di tengah tingginya sentimen dari Amerika Serikat (AS) yang kemudian mengakibatkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terus tertekan. Dengan begitu, masukan bisa diberikan kepada pemangku kebijakan dalam menentukan langkah antisipasi.
"Pertama, dan yang paling penting mereka sepakat bahwa gejolak yang ada ini berasal dari luar dalam hal ini apa yang terjadi di AS, bukan karena sentimen dalam negeri. Karena mereka optimis terhadap policy pemerintah dam kebijakan ekonominya," ungkap Sri Mulyani di Kantor DJP, Jumat 11 Mei 2018.
Sementara itu, menurut Sri Mulyani ada beberapa pertanyaan dari para pelaku pasar mengenai beberapa hal yang memengaruhi pergerakan pasar ke depannya.
Dijelaskannya, pelaku pasar menanyakan bagaimana langkah koordinasi antar-pemangku kebijakan dalam hal ini Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan dalam menyikapi gejolak yang terjadi saat ini.
"Dalam hal ini, kita pastikan BI siap merespons dengan berbagai kebijakannnya secara jangka pendek, karena hanya BI yang memiliki tools itu," tambah Sri Mulyani.
Selanjutnya, para pelaku pasar juga mempertanyakan kepada dirinya mengenai outlook harga minyak serta outlook APBN hingga akhir 2018.
Memang mengenai harga minyak saat ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan asumsi dalam APBN 2018. Pemerintah tengah melakukan perhitungan untuk kemudian nanti dilakukan pembahasan dengam DPR RI untuk APBN Perubahan.
"Kalau untuk outlook APBN, saya pastikan kondisi APBN kita lebih kuat jika dibanding sebelumnya. Untuk defisit hingga akhir 2018 angkanya 2,14 persen," ujar dia.
Advertisement