Asosiasi Nuklir: Dunia Butuh 1.000 GW Pembangkit Nuklir Baru Hingga 2025

Sebesar 25 persen pasokan listrik dunia akan dipasok dari pembangkit nuklir pada 2025.

oleh Nurmayanti diperbarui 15 Mei 2018, 18:48 WIB
Diterbitkan 15 Mei 2018, 18:48 WIB
20160603- PLTN Novoronez di Rusia- Nurmayanti
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Novovoronezh adalah pembangkit pertama di dunia yang memiliki fasilitas reaktor water cooled dan water-moderated di dunia, yang terletak di Kota Boronez, Rusia. (Liputan6.com/Nurmayanti)

Liputan6.com, Sochi - Asosiasi Nuklir Dunia menyatakan jika masyarakat dunia membutuhkan semua sumber energi bersih, termasuk nuklir. Bahkan pembangkit energi nukir tumbuh pada tingkat tercepat dalam 25 tahun.

Ini juga terjadi di negara-negara yang baru saja mengembangkan tenaga nuklir untuk pertama kalinya seperti di UAE, Turki, Belarusia, dan Bangladesh.

Bahkan, dia menyatakan jika dunia perlu membangun 1.000 Gigawatt reaktor nuklir baru untuk memenuhi permintaan energi global pada 2025. Sampai periode ini, sebesar 25 persen pasokan listrik dunia akan dipasok dari pembangkit nuklir.

"Apa yang ingin dilakukan Program Harmony adalah meningkatkan lingkungan bisnis untuk memungkinkan nuklir memainkan peran sepenuhnya dengan memperhatikan secara ekonomi, menciptakan paradigma keselamatan yang efektif dan memastikan proses regulasi yang selaras," jelas Penasihat Program Harmoni Asosiasi Nuklir Dunia (WNA) Jeremy Gordon pada acara International Forum Atomexpo 2018 di Sochi, Rusia, Selasa (15/5/2018).

Dia mengatakan jika tenaga nuklir tumbuh pada laju tercepat dalam 25 tahun terakhir dan permintaan listrik meningkat. Sebab itu, sektor energi masih berjuang untuk memenuhi permintaan.

Meskipun percepatan pertumbuhan kapasitas energi nuklir, pangsa energi nuklir dari pasar energi global telah menurun dari 14 persen menjadi 10 persen.

Padahal jika pangsa energi nuklir dari pasar listrik meningkat menjadi 25 persen pada 2050, bisa menyeimbangkan kebutuhan yang semakin meluas dengan lingkungan alam, sambil membantu pengenalan teknologi rendah karbon lainnya.

“Peningkatan pangsa dari semua sumber energi rendah karbon, serta sangat mengurangi penggunaan bahan bakar fosil, dapat bekerja bersama secara harmonis untuk memastikan pasokan energi masa depan yang dapat diandalkan, terjangkau dan bersih,” ia berpendapat.

Menurut dia, perlu adanya perubahan diperlukan di setiap aspek sektor tenaga nuklir untuk menghilangkan hambatan. Dengan mendorong investasi energi bersih masa depan, di mana energi nuklir diperlakukan sama dengan teknologi rendah karbon lainnya dan diakui karena memiliki nilai yang dapat diandalkan, merupakan kunci dari bauran energi rendah karbon.

Dia menambahkan bahwa penting untuk memastikan proses pembangunan satu pembangkit selaras yang bisa memfasilitasi pertumbuhan kapasitas nuklir yang signifikan, tanpa mengorbankan keselamatan dan keamanan.

“Proses nuklir yang harmonis berarti bahwa, jika Anda membangun pembangkit listrik tenaga nuklir di satu negara, Anda harus dapat membangun pembangkit listrik yang sama di negara lain dengan dokumen minimum,” jelasnya.

Dia lebih lanjut berkomentar bahwa penting untuk menciptakan paradigma keselamatan yang efektif yang berfokus pada kesejahteraan publik. Ini seperti pada manfaat kesehatan, lingkungan dan keselamatan.

Dia menyebutkan ada hal yang harus diperhatikan dua fundamental mendasar bila ingin membangun pembangkit nuklir.

Pertama, soal keamanan dan kedua masalah penerimaann di masyarakat. "Tanpa keduanya pembangkit energi nuklir tidak akan bisa beroperasi. Sebab itu kita harus fokus pada dua hal ini," jelas dia.

Hal senada diungkapkan Direktur Jenderal Asosiasi Nuklir Dunia Agneta Rising yang mengatakan jika keberadaan pembangkit nuklir baru bisa membantu membangun bauran energi global yang berkelanjutan, mengurangi emisi dan memenuhi permintaan listrik.

Menurut dia, mengatakan energi nuklir memiliki peran penting untuk bermain dalam bauran energi global, memberikan fondasi yang kuat dari generasi yang dapat diandalkan dan rendah karbon untuk membantu mendukung lebih banyak variabel pembangkit energi bersih.

"Dalam lima tahun dari 2015 hingga 2019 kita melihat 55 reaktor baru dimulai di 12 negara, dua dari negara-negara yang baru memiliki pembangkit listrik tenaga nuklir pertama mereka. Dengan kapasitas gabungan 55 GWe generasi nuklir baru ini akan menghindari emisi lebih dari 400 juta ton karbon dioksida setiap tahun, dibandingkan dengan batu bara, setara dengan 15 persen ke pasokan ke global," jelas dia.

 

Salah satu sesi diskusi di Forum Atomexpo 2018 di Sochi, Rusia. (Liputan6.com/Nurmayanti)
Salah satu sesi diskusi di Forum Atomexpo 2018 di Sochi, Rusia. (Liputan6.com/Nurmayanti)

Pembangunan pembangkit energi nukir masih menjadi perdebatan di beberapa negara. Ini utamanya menyangkut masalah keselamatan. Banyak warga di negara yang ingin mengembangkan pembangkit energi nuklir kerap menolak salah satu sumber energi tersebut.

Modal untuk bisa mendapatkan penerimaan dari masyarakat terkait keberadaan pembangkit nuklir adalah edukasi dan pemberian informasi secara terus-menerus yang jelas serta terbuka dari pihak yang berwenang. Peran pemerintah, media, dan yang lainnya dipandang penting untuk menumbuhkan ketertarikan dan penerimaan masyarakat akan keberadaan pembangkit listrik.

Demikian antara lain diungkapkan Kirill Komarov, First Deputy Director General for Corporate Development and International Business Rosatom, pada acara Atomexpo 2018 di Sochi, Rusia.

Dia mencontohkan, masalah penerimaan masyarakat pada rencana pembangunan pembangkit nuklir terdapat di Indonesia. Masih terdapat kekhawatiran dari masyarakat di Indonesia, antara lain soal keselamatan. Ini mengingat kondisi geografis Indonesia yang kerap dilanda bencana, seperti gempa bumi, gunung meletus dan lainnya.

"Ini (penerimaan masyarakat) menjadi kunci dari prioritas nomor satu jika ingin membuat proyek pembangkit nuklir global," jelas Komarov.

Dia juga mengatakan, penerimaan masyarakat terkait keberadaan pembangunan pembangkit nuklir juga tidak hanya soal tujuan, tetapi juga pesan yang diberikan kepada masyarakat. Terutama tentang manfaat keberadaan pembangkit nuklir.

Komarov menyebutnya tentang bagaimana melihatnya dari konteks manusiawi. Pertama, dia mengatakan dengan adanya penerimaan dari masyarakat, minimal ini dari masyarakat yang ada di sekitar pembangkit nuklir.

"Seperti di Rusia, kami memiliki 18 pusat informasi yang berupaya memberikan informasi sebaik-baiknya kepada masyarakat," dia menambahkan.

Informasi yang berasal tidak hanya dari pemerintah dan media, tetapi juga dari pengelola pembangkit. Ini demi menghindari berbagai rumor dan informasi yang tidak jelas.

"Masyarakat dapat bertanya setiap saat," kata dia.

Usai adanya penerimaan dari masyarakat, menurut Komarov, hal lain adalah soal memenuhi apa yang menjadi kebutuhan masyarakat setempat. Terkadang hal ini bukan terkait dengan masalah sosial, tetapi juga ekonomi. "Seperti di Hungaria, mereka hanya butuh dibangunkan jembatan," dia menandaskan.

Menurut dia, sangat penting untuk selalu bekerja sama dengan penduduk lokal. Bila berbagai hal tersebut sudah dilakukan, dia berpendapat, tidak perlu menunggu lama untuk mengembangkan industri pembangkit nuklir hingga 2050.

 Tonton Video Ini:

 

 

 

 

 

 

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya