Harga Minyak Menguat Dibayangi Penurunan Produksi Venezuela

Bahkan harga minyak mentah Amerika Serikat (AS) mencapai level tertingginya sejak 2014.

oleh Nurmayanti diperbarui 22 Mei 2018, 05:31 WIB
Diterbitkan 22 Mei 2018, 05:31 WIB
Ilustrasi Harga Minyak Naik
Ilustrasi Harga Minyak Naik (Liputan6.com/Sangaji)

Liputan6.com, New York - Harga minyak mentah dunia menguat. Bahkan harga minyak mentah Amerika Serikat (AS) mencapai level tertingginya sejak 2014, di tengah meningkatnya kekhawatiran bahwa penurunan produksi minyak Venezuela seiring pelaksanaan pemilihan presiden di negara tersebut dan potensi sanksi terhadap negara anggota OPEC.

Melansir laman Reuters, Selasa (22/5/2018), harga minyak mentah berjangka AS  ditutup naik 96 sen, atau 1,4 persen,menjadi US$ 72,24 per barel. Ini setelah sempat menyentuh US$ 72,33, posisi tertinggi sejak November 2014. Dalam penutupan perdagangan, harga  patokan minyak AS berada pada posisi tertinggi baru dalam 3-1/2 tahun di US$ 72,59 per barel.

Sementara harga minyak mentah berjangka Brent naik 71 sen, atau 0,9 persen menjadi US$ 79,22 per barel. Dalam perdagangan akhir, harga patokan minyak global ini naik menjadi US$ 79,59 per barel, naik lebih dari satu dolar dari penutupan sebelumnya.

Harga minyak menguat lebih lanjut karena Presiden AS Donald Trump yang berdiskusi dengan Rusia dan China tentang rencana mengeluarkan utang baru bagi Venezuela. Trump menandatangani perintah eksekutif pada hari Senin yangmembatasi kemampuan Venezuela untuk melikuidasi aset-aset negara, menurut seorang pejabat senior pemerintah kepada wartawan.

Adanya pembatasan apapun terkait pembiayaan, logistik atau pasokan listrik terhadap Venezuela dapat semakin menekan output minyak mentah negara tersebut.

"Ini sudah turun sedikit, tetapi ada harapan bahwa penurunan akan dipercepat. Namun semakin banyak pandangan bahwa hal ini bisa seburuk Libya di hari-hari terburuknya, bahwa produksi minyak Venezuela bisa jatuh ke persentase yang sangat kecil dari apa yang mampu dilakukan negara ini," kata Jamie Webster, Direktur Senior Boston Consulting Group.

Presiden sosialis Venezuela, Nicolas Maduro, menghadapi kecaman internasional yang meluas setelah terpilih kembali pada akhir pekan. Bahkan, Amerika Serikat secara aktif mempertimbangkan sanksi minyak terhadap Venezuela. Padagal, output minyak negara ini telah turun hingga sepertiga dalam dua tahun ke posisi terendah dalam beberapa dekade.

"Momok sanksi minyak AS pada produsen Amerika Latin seperti yang terjadi saat ini, sangat membayangi dunia," kata Ahli Strategi PVM Oil Associates Stephen Brennock dalam sebuah catatan.

Adapun harga minyak Brent terdorong melewati US$ 80 per barel pekan lalu, untuk pertama kalinya sejak 2014. "Dan pasar mungkin sekali lagi mencoba untuk menghapus rintangan itu," kata Gene McGillian, Wakil Presiden Penelitian Tradition Energy di Stamford, Connecticut.

Selain masalah produksi Venezuela, kekhawatiran geopolitik bahwa sanksi AS terhadap Iran dapat mengekang ekspor mentah negara itu juga menyebabkan harga diperdagangkan lebih tinggi dalam beberapa pekan terakhir.

Selain itu, kemungkinan tertundanya perang perdagangan antara AS dengan China setelah dua ekonomi terbesar dunia sepakat untuk menjatuhkan ancaman tarif. Kedua negara diketahui memutuskan memperluas perjanjian perdagangan, menurut Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin.

"Menstabilkan hubungan perdagangan antara negara-negara dapat meningkatkan permintaan minyak," McGillian menambahkan.

Harga Minyak Dunia di Akhir Pekan Lalu

Ilustrasi Harga Minyak Naik (3)
Ilustrasi Harga Minyak Naik (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Harga minyak mentah jatuh pada perdagangan Jumat. Namun, untuk harga minyak mentah Brent masih berada di jalur kenaikan enam pekan berturut-turut yang didorong oleh jatuhnya produksi Venezuela, permintaan global yang meningkat, dan sanksi AS terhadap Iran.

Mengutip Reuters, Sabtu (19/5/2018), harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Juli turun 26 sen atau 0,3 persen menjadi USD 79,04 per barel. Pada perdagangan sehari sebelumnya, harga minyak ini menembus angka USD 80 per barel, untuk pertama kalinya sejak November 2014.

Penurunan harga minyak pada Jumat ini lebih disebabkan investor melakukan aksi ambil untuk setelah harga minyak cetak rekor. Sepanjang tahun ini, harga minyak mentah Brent telah menguat sekitar 20 persen.

Sedangkan untuk harga minyak berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Juni turun 21 sen menjadi USD 71,28 per barel. Harga minyak berjangka ini berada di jalur untuk kenaikan minggu ketiga berturut-turut.

"Harga minyak sudah terlalu tinggi atau kelebihan, sehingga mendorong aksi ambil untung dan sesi perdagangan menuju akhir pekan," jelas analis senior energi Interfax Energy’s Global Gas Analytics, London, Inggris, Abhishek Kumar.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya