Alasan Impor Belum Mampu Tekan Harga Gula

Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menilai kebijakan terkait impor gula konsumsi harus dievaluasi.

oleh Liputan6.com diperbarui 22 Mei 2018, 20:50 WIB
Diterbitkan 22 Mei 2018, 20:50 WIB
gula-pasir
Pekerja tengah menata gula pasir di Gudang Bulog Jakarta, Selasa (14/2). Kemendag menyatakan, penetapan harga eceran tertinggi (HET) gula kristal putih sebesar Rp12.500 per kilogram akan dilakukan pada bulan Maret 2017. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menilai kebijakan terkait impor gula konsumsi harus dievaluasi. Hal ini perlu dilakukan karena tujuan dari dilakukannya impor tersebut adalah memenuhi kebutuhan gula konsumsi di dalam negeri dan juga menstabilkan harganya.

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Novani Karina Saputri mengatakan, kebijakan impor gula konsumsi belum mampu menurunkan harga gula konsumsi di Tanah Air.

"Harga gula konsumsi di Indonesia justru lebih tinggi daripada harga gula konsumsi di pasar internasional," kata Novani dalam sebuah acara diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (22/5/2018).

Dia mengungkapkan, data menunjukkan harga gula konsumsi domestik cenderung naik setiap bulan. Harga gula konsumsi naik 17,5 persen dari sekitar Rp 10.599,5 per kilogram pada September 2010 menjadi Rp 12.455,3 per kilogram pada Februari 2018.

"Di mana pada akhir pengamatan, yaitu Februari 2018, harga gula konsumsi dalam negeri lebih dari tiga kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan harga di pasar internasional," ujar dia.

Dia menjelaskan, salah satu upaya pemerintah untuk menjaga stabilitas harga dan ketersediaan gula konsumsi salah satunya adalah melalui perdagangan gula internasional atau impor.

Pemerintah membuka keran impor untuk memenuhi shortage penawaran gula konsumsi dalam negeri seperti yang dijelaskan dalam Peraturan Kementerian Perdagangan nomor 117 tahun 2015. 

"Namun upaya pemerintah ini tidak lantas membuka perdagangan impor dengan bebas, tetapi terdapat restriksi dalam beberapa hal, seperti jumlah impor dan waktu impor yang diatur oleh pemerintah melalui rapat koordinasi antar kementerian untuk menjaga kesejahteraan produsen tebu sekaligus membuat harga gula konsumsi menjadi lebih terjangkau untuk konsumen," tutur dia.

Analisis menggunakan data sebelumnya menjelaskan pemerintah tidak mampu menentukan jumlah dan waktu yang tepat untuk melakukan impor gula konsumsi.

"Hal ini terbukti dari jumlah impor yang tidak mampu meredam gejolak harga dan waktu pelaksanaan impor yang kurang maksimal yaitu ketika harga internasional tidak berada pada titik terendah,” kata dia.

 

Reporter: Yayu Agustini Rahayu

Sumber: Merdeka.com

Selanjutnya

Ilustrasi gula
kebiasaan mengonsumsi gula berlebih bisa berisiko pada kesehatan tubuh. Apakah benar?

Menanggapi fenomena ini, lanjutnya, diperlukan evaluasi terhadap peraturan pemerintah terkait impor gula konsumsi. Rekomendasi dari CIPS antara lain adalah penghapusan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) nomor 117 tahun 2015 pasal 3 yang menjelaskan  jumlah gula yang diimpor harus sesuai dengan kebutuhan gula dalam negeri yang ditentukan dan disepakati dalam rapat koordinasi antar kementerian. 

"Peraturan ini memberikan batasan jumlah volume impor gula konsumsi melalui rapat koordinasi kementerian. Peraturan ini perlu dihapuskan karena terbukti bahwa mekanisme pembatasan kuota impor ini tidak mempu meredam gejolak harga di pasar gula konsumsi dalam negeri,” ujar dia.

"Sudah seharusnya pemerintah memberikan hak penentuan jumlah impor kepada pasar melalui importir yang memiliki lisensi impor. Pemerintah cukup melakukan pengawasan terhadap mekanisme impor agar berlangsung tertib dan efektif,” tambah dia.

Selanjutnya, penghapusan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 117 tahun 2015 pasal 4 yang menjelaskan Impor Gula Kristal Putih (GKP) hanya dapat dilakukan dalam rangka mengendalikan ketersediaan dan kestabilan harga Gula Kristal Putih (GKP).

"Peraturan ini secara tidak langsung memberikan hak intervensi kepada pemerintah terkait waktu dilaksanakannya impor GKP. Indikator ketersediaan dan kestabilan harga GKP ditentukan oleh pemerintah melalui kementerian terkait,” ujar dia.

Novina menilai, Peraturan tersebut terbukti kurang efektif . Ini karena pemerintah tidak jarang salah menentukan waktu yang tepat untuk melakukan impor gula konsumsi yang seharusnya dilakukan ketika harga internasional murah.

"Sama halnya dengan kebijakan terkait volume, sudah seharusnya pemerintah memberikan hak penentuan waktu impor kepada pasar melalui importir yang memiliki lisensi impor," tambah dia.

 

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya