Liputan6.com, Jakarta - Kabar gembira bagi para Aparatur Sipil Negara (ASN) atau Pegawai Negeri Sipil (PNS). Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) tentang Pemberikan Tunjangan Hari Raya (THR) dan gaji ke-13 untuk tahun anggaran 2018. Menariknya, THR dan gaji ke-13 pada tahun ini lebih besar jika dibandingkan 2017.
Dalam PP tersebut juga mengatur mengenai pemberian THR dan gaji-13 bagi pensiunan PNS. Ini adalah pertama kalinya pensiunan mendapat THR. Di tahun lalu, pensiunan hanya mendapat gaji ke-13.
"PP ini menetapkan pemberian THR dan gaji ke-13 untuk para pensiunan, penerima tunjangan seluruh PNS, prajurit TNI, dan anggota Polri," kata Jokowi saat memberikan keterangan pers di Istana Negara, Jakarta, Rabu (23/5/2018).
Advertisement
Jokowi berharap, pemberian ini bisa menyejahterakan para pensiunan dan PNS di Hari Raya Idul Fitri. "Kita berharap juga ada peningkatan kerja para ASN dan pelayanan publik secara keseluruhan," ucap Jokowi.
Baca Juga
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menambahkan sebetulnya pemberian THR bagi PNS sudah dilakukan sebelumnya. Pembeda pada tahun ini hanya pada ketentuan besaran THR.
"Yang berbeda dari tahun ini bahwa THR dibayarkan tidak hanya dalam bentuk gaji pokok, tapi termasuk di dalamnya tunjangan keluarga, tunjangan tambahan, dan tunjangan kinerja," ujarnya.
Khusus untuk gaji ke-13, pemerintah telah menetapkan akan memberikan sebesar gaji pokok satu bulan, tunjangan umum, keluarga, jabatan, dan kinerja. Dan untuk pensiunan dibayarkan sebesar pensiun pokok, tunjangan keluarga, dan tunjangan tambahan penghasilan.
Untuk membayar semua itu, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menganggarkan sekitar Rp 35,76 triliun.
Direktur Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Ditjen Anggaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Kunta Wibawa Dasa Nugraha merinci anggaran sekitar Rp 35,76 triliun tersebut, terdiri dari untuk pembayaran gaji ke-13 PNS maupun pensiunan ke-13 sekitar Rp 17,5 triliun serta THR PNS dan purna PNS sekitar Rp 17,5 triliun.
"Untuk THR Rp 17,5 triliun dan gaji ke-13 sekitar Rp 17,5 triliun. Mereka (PNS) terima take home pay," Kunta menegaskan.
Kunta memastikan dana sekitar Rp 35 triliun untuk pembayaran THR dan gaji ke-13 PNS sudah dianggarkan di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018. "Dananya sudah ada di APBN 2018 sekitar Rp 35 triliun," ujarnya.
Pembayaran THR dan gaji ke-13 PNS maupun purna PNS di 2018 sebesar Rp 35,76 triliun atau naik 68,92 persen dari pembayaran 2017, rinciannya:
1. THR Gaji Rp 5,24 triliun
2. THR Tunjangan Kinerja Rp 5,79 triliun
3. THR Pensiun Rp 6,85 triliun
4. Gaji ke-13 sebesar Rp 5,24 triliun
5. Tunjangan kinerja ke-13 Rp 5,79 triliun
6. Pensiun atau Tunjangan ke-13 sebesar Rp 6,85 triliun.
Pembayaran
Sri Mulyani melanjutkan, pengajuan permintaan pembayaran THR oleh satuan kerja kepada kantor pelayanan perbendaharaan negara dapat dimulai pada akhir Mei 2018. Diharapkan pembayarannya dapat dilakukan hingga awal Juni.
"Dengan demikian seluruh PNS, TNI, Polri, dan termasuk pensiunan akan mendapatkan THR sebelum Hari Raya Idul Fitri yang berakhir pada awal Juni. Jadi mulai pembayarannya adalah akhir bulan ini sampai dengan awal Juni," ujar Sri Mulyani.
Adapun untuk gaji ke-13, Sri Mulyani mengatakan, direncanakan pengajukan permintaan pembayarannya oleh satuan kerja kepada kantor pelayanan perbendaharaan negara dilakukan pada akhir Juni dan berakhir atau dibayarkan pada awal Juli 2018. Dengan demikian, Sri Mulyani menuturkan, gaji ke-13 itu akan diterima pada Juli 2018.
"Ini karena gaji ke-13 sesuai dengan kebijakan selama ini ditujukan agar ASN, PNS, Polri, dan TNI bisa membantu terutama untuk anak-anak sekolah mereka," ujar dia.
Untuk pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota, menurut Sri Mulyani, dapat menyeleraskan waktu pembayarannya, sesuai yang dilakukan oleh pemerintah pusat. Namun beban pemberian THR dan gaji ke-13 itu, menurut Sri Mulyani menjadi tanggungan APBD setempat.
"Ini diatur dalam Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri Keuangan, dan selama ini memang sudah dilakukan untuk pembayaran THR dan gaji ke-13," kata Sri Mulyani.
Advertisement
Dampak ke Ekonomi
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mendukung kebijakan pemerintah, dalam meberikan THR dan gaji ke-13 untuk PNS, TNI Polri, dan pensiunan.
Anggota Komisi XI Mukhamad Misbakhun menjelaskan, pemberian THR dan gaji ke-13 merupakan bentuk penghargaan atas pengabdian yang dilakukan selama ini.
"Saya setuju dan mendukung adanya THR untuk PNS, TNI, Polri dan para pensiunan karena itu adalah penghargaan negara kepada mereka dalam menjalankan tugas selama ini," kata Misbakhun, saat berbincang dengan Liputan6.com.
Menurut Misbakhun, insentif tersebut adalah bagian dari upaya negara untuk membantu para PNS, TNI, Polri dan para Pensiunan yang selama ini sangat terbatas pendapatannya, dengan adanya THR tersebut akan membantu mereka untuk memenuhi kebutuhan Lebaran.
"Menurut saya mereka layak dan pantas mendapatkan THR tersebut oleh negara," tandasnya.
Kebalikannya, Pengusaha menyatakan tak setuju dengan kebijakan pemerintah yang memberikan THR kepada para PNS. Pasalnya, tunjangan yang diberikan tidak seiring dengan perbaikan layanan yang diberikan oleh para abdi negara tersebut.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengatakan, jika pemerintah ingin memberikan tunjangan kepada PNS, maka harus melihat dulu kinerja yang telah dicapai selama ini. Sebab kinerja yang ditunjukkan PNS selama ini masih jauh dari yang diharapkan oleh masyarakat.
Selain THR, lanjut Hariyadi, para PNS ini juga telah mendapatkan banyak keistimewaan dibandingkan mereka yang bekerja di sektor swasta. Padahal gaji yang diterima PNS salah satunya berasal dari pajak yang dibayarkan oleh sektor swasta.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara menilai, pembayaran THR untuk PNS aktif dan purna PNS pada awal Juni akan mengangkat pertumbuhan konsumsi rumah tangga di kuartal II-2018.
"Dampak ekonominya memang cukup mengangkat pertumbuhan konsumsi rumah tangga di kuartal II ini," kata dia saat dihubungi Liputan6.com.
Untuk diketahui, realisasi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I-2018 sebesar 5,06 persen. Sementara konsumsi rumah tangga di periode tersebut hanya mampu bertumbuh 4,95 persen atau kurang dari 5 persen.
Bhima memperkirakan, jumlah PNS plus pensiunan mencapai sekitar lebih dari 4 juta orang. Apabila setiap orang langsung membelanjakan uang THR itu, sambung Bhima, maka konsumsi rumah tangga diperkirakan akan tumbuh di kisaran 5,2-5,3 persen di kuartal II.
"Dorongan ke konsumsi cukup penting karena 56 persen ekonomi Indonesia disusun oleh konsumsi masyarakat. Apalagi libur Lebaran cukup panjang, di saat mudik peredaran uang ke daerah juga naik," terangnya.
Tahun Politik
Bhima melanjutkan, pemberian THR yang lebih besar kepada PNS maupun pertama kalinya bagi purna PNS merupakan salah satu strategi pemerintah untuk mendongkrak daya beli masyarakat di tahun politik.
"Ini salah satu strategi mendongkrak daya beli masyarakat. Kebijakan yang populis di tahun politik," tegasnya.
Padahal, dia bilang, konsekuensi dari pemberian THR yang lebih besar akan menaikkan belanja pegawai. Di APBN 2018, anggaran belanja pegawai dipatok sebesar Rp 227,46 triliun.
"Konsekuensinya belanja pegawai naik. Tapi kalau konsumsi rumah tangga stagnan di 4,9 persen, pertumbuhan ekonomi tahun ini bakal tidak bergerak dari 5 persen. Elektabilitas bisa tergerus," ujar Bhima.
Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi 5,4 persen di 2018. Apabila tidak tercapai, maka kepercayaan investor terhadap pemerintah akan merosot.
"Kepercayaan investor bisa turun karena target pertumbuhan ekonomi di APBN 2018 sebesar 5,4 persen," paparnya.
Dia memproyeksikan, pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal II sekitar 5,15 persen-5,2 persen. Sedangkan pada 2018, diperkirakan ekonomi Indonesia tumbuh 5,1 persen.
"Tantangan kuartal III dan IV masih berat. Jadi meskipun di kuartal II-2018 dibantu THR, efeknya belum optimal full year," pungkas Bhima.
Honorer Gigit Jari
Sayangnya, kebijakan pemerintah yang memberikan THR kepada PNS dinilai tidak adil. Pasalnya, tunjangan tersebut tidak didapatkan oleh para tenaga honorer yang juga bekerja untuk pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah.
Ketua Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Didi Supriyadi mengatakan, jangankan untuk mendapatkan THR seperti PNS, status para tenaga hororer selama ini saja tidak jelas dan tidak mendapatkan perhatian dari pemerintah.
"Tidak ada THR untuk honorer. Status saja tidak ada. Kalau dapat THR paling urunan (sumbangan) dari teman-teman sejawatnya. Kalau tidak, ya siapa yang mau ngasih," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com.
Padahal menurut Didi, beban kerja yang harus dipikul oleh para tenaga kerja honorer ini sama dengan para PNS. Namun sayang nasib yang diterimanya jauh berbeda dengan para abdi negara tersebut.
"Beban kerjanya sama, kalau tidak masuk tetap ditegur. Hanya (terima) gaji, itu pun kalau ada. Kadang tiga bulan belum keluar. Ini pemerintah zalim. Ini ASN kerja di luar pemerintahan dilarang, sekarang ada orang di luar ASN kerja di dalam pemerintah dibiarkan dan tidak diberikan THR, tidak diberikan gaji, tidak diberikan status," jelas dia.
Didi juga menyatakan, saat ini jumlah tenaga honorer juga tidak bisa dibilang sedikit. Untuk profesi guru misalnya, sekitar 1,2 juta guru di Indonesia merupakan tenaga honorer.
"Sekarang untuk jumlah guru di seluruh Indonesia ada 4 jutaan. Yang merupakan PNS itu 2,2 juta, berarti 1,8 juta ini nonPNS. Dari jumlah itu 600 ribu orang guru tetap di swasta, berarti 1,2 juta yang honorer. Itu 800 ribu ada di sekolah negeri dan 600 ribu di madrasah. Belum lagi yang diprofesi lain, rata-rata 20 persennya itu honorer," tandas dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Advertisement